MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Internal Partai Golkar sedang menghadapi tantangan jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Pertarungan sesama kader di beberapa daerah di Sulawesi Selatan (Sulsel) membuat partai berlambang pohon beringin ini menarik perhatian.
Tercatat, dari 22 kader internal yang diusung Partai Golkar untuk maju bertarung pada Pilkada Sulsel, ada empat daerah yang sesama kader Golkar jadi rival.
Seperti di Kabupaten Barru, Bendahara Golkar Sulsel, Andi Ina yang mendapatkan tiket Golkar harus berhadapan dengan Mudassir, yang juga menjabat sebagai Ketua Golkar Barru.
Hal serupa terjadi di Pilkada Pinrang, di mana Usman Marham, yang diusung Golkar, harus bertarung dengan sesama kader, Abdillah Natsir.
Di Pilwalkot Parepare, Erna Rasyid Taufan yang meraih tiket Golkar juga akan bersaing dengan Andi Nurhaldin NH, putra dari Wakil Ketua Umum Golkar, Nurdin Halid.
Termasuk di Palopo, Ketua DPD II Golkar Palopo, Rahmat Masri Bandaso (RMB), harus berhadapan dengan Hj. Nurhaenih, kader Golkar lainnya yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua DPRD Palopo.
Adanya pertarungan sesama kader Golkar, menurut Pengamat politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Rizal Pauzi, ini menandakan bahwa kader-kader Golkar memiliki potensi yang kuat dan cukup diperhitungkan dalam kontestasi politik.
“Jadi saya pikir pertarungan kader Golkar ini menandakan bahwa kader Golkar ini punya potensi yang kuat. Dalam artian punya figur yang bagus, punya sumberdaya yang bagus, kemudian ada juga yang secara kapasitas secara elektoral ataupun popularitas dan kemampuan untuk itu. Sehingga ini menandakan bahwa partai Golkar ini berhasil melahirkan figur-figur calon pemimpin ke depan," kata Rizal, Senin (9/9/2024).
Meskipun pertarungan sesama kader Golkar, menurut Rizal, ada dampak positifnya. Salah satunya adalah membawa nama Golkar menjadi lebih diperhitungkan karena melahirkan kader yang berkualitas.
Hanya saja, kata Rizal, dalam kontestasi Partai Golkar penting untuk memperkuat mekanisme seleksi internal partai agar bisa mengusung kader yang sesuai dengan nilai-nilai perjuangan partai.
"Tetapi yang perlu digaris bawahi bahwa mekanisme atau sistem parti dalam hal seleksi calon kepala daerah ini perlu diperkuat. Kalau bisa harusnya parti politik harusnya mengusung kadernya masing-masing supaya ada efek atau nilai-nilai yang diperjuangkan partai tersebut bisa direalisasikan," ujar dia.
Sisi lain, ungkap Rizal, pertarungan sesama kader akan berdampak negatif terhadap partai. Menurutnya, kerja-kerja partai atau mesin politik partai nantinya tidak akan berjalan optimal karena terpecah.
"Sehingga memang butuh ketegasan dari partai. Saya pikir partai harus memberikan teguran bahkan memberhentikan yang tidak mengikuti koridor partai," kata dia.
"Dalam artian, kalau misalnya secara etik kalau tidak diusung oleh partai harusnya bekerja untuk partai, bukan malah maju diusung partai lain. Kalau secara etik," sambung Rizal.
Termasuk, menurut Rizal, fenomena ini bisa menimbulkan kesan bahwa partai hanya menjadi kendaraan politik, bukan sebagai alat perjuangan untuk sama-sama membesarkan Partai Golkar.
"Tapi secara politik ini juga bisa menjadi hal yang membingungkan bahwa partai itu bisa saja hanya sebagai kendaraan bukan sebagai alat perjuangan," kata Rizal. (isak pasa'buan/C)