"Keberadaan tambang nikel di Kabupaten Luwu Timur akan membawa dampak lingkungan yang sangat besar. Deforestasi di kawasan hutan hujan di sekitar Danau Towuti tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati, tetapi juga mempercepat laju sedimentasi di danau yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan ekosistemnya," ungkapnya.
"Peningkatan sedimentasi ini dapat mengganggu habitat ikan endemik, yang sudah rentan karena penyebarannya yang sangat terbatas. selain itu, limbah tambang yang tidak terkelola dengan baik berpotensi mencemari air danau, meracuni organisme yang hidup didalamnya, dan merusak sumber air bagi masyarakat setempat," sambungnya.
Tidak hanya kerusakan di wilayah ekosistem vital di Sulsel, Ifa sapaannya juga menjelaskan bagaimana sepanjang tahun 2024 ada banyak konflik sumber daya alam di Sulawesi Selatan.
"Beberapa konflik yang terjadi misalnya antara Petani Loeha Raya dengan PT Vale Indonesia di Kabupaten Luwu Timur, Petani Polongbangkeng dengan PTPN XIV DI Takalar, masyarakat dengan PT lonsum Bulukumba, Masyarakat adat Seko dengan Program Bank Tanah di Luwu Utara, dan Konflik petani di Kabupaten Luwu dengan PT Masmindo" ujarnya.
Terakhir, Direktur WALHI Sulsel, Muhammad Al Amin dalam sambutannya menjelaskan bahwa dalam peluncuran catatan akhir tahun WALHI Sulsel 2024, kami hendak memberikan gambaran dan situasi objektif tentang kondisi ekologi Sulsel serta masukan konstruktif untuk mencegah Sulsel menjadi daerah yang rusak, dan terus dilanda bencana ekologis.
"Semoga catatan akhir tahun ini menjadi informasi dan pesan kuat yang berharga bagi Gubernur Sulsel dan Bupati terpilih tentang pentingnya mewujudkan keadilan ekologi di Sulawesi Selatan, sehingga selama kepemimpinan mereka, lahir kebijakan-kebijakan yang adil dan lestari," ujar Amin.