MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto Muhammad Sarif-Moch Noer Alim Qalby berupaya keras membuktikan adanya kecurangan dalam pemilihan kepala daerah pada November lalu. Melalui tim kuasa hukum, pasangan ini full gas membeberkan bukti dan menghadirkan ahli di hadapan hakim Mahkamah Konstitusi. Tak tanggung-tanggung, Sarif-Qalbi memanggil Profesor Aswanto sebagai saksi ahli.
Aswanto selain sebagai guru besar ilmu hukum dari Universitas Hasanuddin, juga merupakan mantan hakim konstitusi. Eks Dekan Fakultas Hukum itu memberi keterangan dalam kapasitas sebagai ahli dalam sidang lanjutan pembuktian di Mahkamah Konstitusi, Kamis (13/2/2025).
Dalam keterangannya, Aswanto menyatakan, perkara nomor 232/PHPU.BUP-XXIII/2025 bisa sampai ke MK karena ada rekomendasi Bawaslu Jeneponto yang tidak dilaksanakan komisioner Komisi Pemilihan Umum Jeneponto. Rekomendasi tersebut berupa pemungutan suara ulang di 13 TPS karena disinyalir terdapat pelanggaran dalam proses pemilihan. KPU hanya melaksanakan dua TPS.
Menurut Aswanto, rekomendasi Bawaslu merupakan tindakan korektif terhadap dugaan pelanggaran atau kesalahan dalam pemungutan suara di TPS. Dia mengatakan salah satu yang sangat penting dalam pilkada adalah menjaga kemurnian suara. Itulah sebabnya, sambung dia, jika ada kesalahan harus dikoreksi.
"Jika pelanggaran tersebut tidak dikoreksi maka akan berimplikasi pada banyak hal. Termasuk legitimasi calon yang terpilih akan menjadi perdebatan masyarakat," ujar Aswanto.
Aswanto menilai, argumen KPU Jeneponto tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu karena terdapat silang pendapat di antara komisioner. Silang pendapat tersebut, kata Aswanto, seharusnya tidak terjadi apabila komisioner KPU Jeneponto memahami regulasi.
"Kami menganggap KPU Jeneponto keliru tidak melaksanakan rekomendasi PSU, sebab case yang sama ditemukan di Pilkada Makassar," tutur dia.
Di Makassar, kata Aswanto, rekomendasi Bawaslu dilaksanakan KPU Makassar untuk PSU sebab ditemukan 1 kejadian pelanggaran di TPS.
"Kenapa ditindak lanjuti karena itu amanat undang-undang. Di dalam Pasal 144 Undang-Undang Pemilu sudah ditegaskan bahwa rekomendasi Bawaslu itu wajib ditindaklanjuti," tegas Aswanto.
Aswanto memahami penyebab KPU Jeneponto tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu. Salah satunya, kata dia, karena tidak memahami regulasi kepemiluan.
"Saya bisa memahami kenapa KPU tidak menindaklanjuti karena ada yang tidak mengikuti perkembangan regulasi," imbuh dia.
Sebelumnya, pasangan Sarif-Qalby mendalilkan selisih perolehan suaranya dengan Paslon Nomor Urut 2 Paris Yasir dan Islam Iskandar karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jeneponto selaku Termohon tak menggelar pemungutan suara ulang.
Padahal, Panitia Pengawas Pemilihan (Panwas) Kecamatan telah meminta PSU di beberapa TPS. Menurut Pemohon Perkara Nomor 232/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini, rekomendasi tersebut yang tidak dilaksanakan Termohon telah merugikan perolehan suaranya.
"Termohon tidak dapat melaksanakan rekomendasi Bawaslu/Panwas Kecamatan untuk melakukan pemungutan suara ulang dan pelanggaran Termohon lainnya terkait dengan adanya laporan pelanggaran pemungutan suara yang seharusnya berakibat pemungutan suara ulang,” ujar kuasa hukum Pemohon, Eko Saputra.
Selain itu, Pemohon mendalilkan pelanggaran yang dilakukan KPU Jeneponto dalam melaksanakan pemungutan suara di 15 TPS lainnya. Misalnya, ada seorang pemilih yang memilih dua kali pada TPS yang berbeda. Menurut Pemohon, seharusnya dilakukan pemungutan suara ulang juga di 15 TPS tersebut karena terjadi pelanggaran yang mengakibatkan coblos ulang.
Pemohon menjelaskan, perolehan suara Pemohon (Paslon 3) dan Pihak Terkait (Paslon 2) di 10 TPS dimaksud masing-masing adalah 1.479 suara dan 1.654 suara dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 5.387 pemilih.
Sedangkan perolehan suara di 15 TPS tersebut untuk Paslon 3 adalah 1.068 suara dan Paslon 2 ialah 3.845 suara dengan jumlah DPT sebanyak 8.214 suara. Dengan demikian, apabila DPT dari 10 TPS dan 15 TPS itu dijumlahkan mencapai 13.601 suara, maka menurut Pemohon, jumlah tersebut signifikan dapat mempengaruhi perubahan perolehan suara masing-masing paslon.
Sementara itu, pasangan Sarif-Qalby juga menghadirkan dua saksi lainnya. Sidang yang dipimpin hakim MK, Saldi Isra menggali keterangan dua saksi pemohon yang dihadirkan dalam persidangan. Keduanya merupakan saksi yang bertugas di tingkat kecamatan yakni Bangkala Barat dan Kecamatan Kelara.
Saksi pemohon yang pertama dicecar pertanyaan oleh Hakim MK atas nama Aswar Anas. Saksi membeberkan sejumlah kejanggalan yang terjadi di wilayahnya sehingga memilih untuk tidak menandatangani berita acara rekapitulasi pada tingkat Kecamatan Bangkala Barat.
Menurut dia, di Kecamatan Bangkala Barat terdapat 8 desa, dengan jumlah 48TPS. Di wilayah tersebut, paslon nomor urut 1 Efendi Al Qadri Mulyadi-Andry Suryana Arief Bulu memperoleh jumlah suara sebanyak 6.019, kemudian paslon nomor urut 2 Paris Yasir-Islam Iskandar sebanyak 7.162 suara, nomor urut 3 Muhammad Sarif dan Moch Noer Alim Qalby sebanyak 6.917 suara dan nomor urut 4 Syamsuddin Karlos-Syafruddin Nurdin sebanyak 2.274 suara.
"Dari 43 TPS yang ada di wilayah, Aswar jadi saksi mandat. Itu di 43 TPS, saksi TPS paslon 03 tanda tangan tidak?" tanya hakim MK, Saldi Isra.
"Semua ditandatangani yang mulia," jawab Aswar.
"Setelah sampai di tingkat kecamatan, bapak tidak tanda tangan?," tanya kembali Saldi Isra.
"Saya tidak tanda tangan yang mulia," ucap Aswar.
"Bapak mengisi formulir keberatan?," tanya kembali Saldi Isra.
"Mengisi yang mulia," tegas Aswar.
Setelah mendapatkan informasi awal tersebut, Saldi Isra kemudian meminta saksi untuk menjelaskan apa-apa saja yang menjadi keberatannya sehingga tidak menandatangani berita acara rekapitulasi pada tingkat Kecamatan Bangkala Barat.
"Apa keberatan bapak?," tanya Saldi Isra.
"Isi keberatan saya yang mulia, salah satunya keterbatasan akses saya dalam membuka atau memperlihatkan akses DPT, DPTB dan DPK," jawab Aswar.
Mendengar hal itu, Saldi Isra kemudian menanyakan apakah sebelum pemungutan suara saksi telah mengikuti seluruh tahapan, seperti proses penetapan DPT. Namun hal tersebut dijawab saksi bahwa pada saat itu dirinya tidak mengikuti pelaksanaan kegiatan tersebut.
Saldi Isra menjelaskan bahwa seharusnya dari awal saksi mengikuti setiap tahapan Pilkada yang ada. Sehingga jika ada keberatan utamanya mengenai jumlah DPT, DPTB, dan DPK bisa dipersoalkan sejak awal.
"Pemungutan suara itukan ada tahapan penentuan jumlah DPT, bapak tau itu?," tanya Saldi Isra kepada saksi.
"Saya tidak hadir yang mulia," jawab Aswar.
Dalam keterangan Aswar, dia mengaku menemukan ada pemilih yang diwakilkan hak suaranya oleh orang lain saat hari pencoblosan Pilkada Kabupaten Jeneponto 2024 berlangsung. Kejadian tersebut terjadi di TPS 3, Desa Banrimanurung, Kecamatan Bangkala Barat.
"Keberatan saya kedua adalah adanya pemilih yang diwakili hak pilihnya," kata Aswar.
Aswar juga membeberkan temuan barunya terkait adanya dugaan pelanggaran dalam proses pelaksanaan pemungutan suara di Pilkada Jeneponto 2024. Pada 9 Februari 2025, saat Aswar mendatangi salah satu temannya di wilayah Penjaringan, Jakarta, menemukan fakta baru jika temannya itu tidak pulang kampung saat pemilihan calon Bupati dan Wakil Bupati Jeneponto berlangsung, namun pada berita acara tertera tanda tangan yang bukan tanda tangan dari yang bersangkutan.
Setelah Aswar, saksi lain dari pemohon atas nama Supriyanto ikut dimintai keterangannya. Supriyanto merupakan saksi pasangan calon Muhammad Sarif-Moch Noer Alim Qalby di Kecamatan Kelara. Saat penandatanganan berita acara rekapitulasi di tingkat kecamatan dia juga mengaku tak menandatangani berita acara tersebut karena merasa ada sejumlah kejanggalan.
"Karena adanya beberapa yang saya anggap masalah di perekapan tersebut. Di antaranya yang terjadi di TPS 2 Kelurahan Tolo, ada pemalsuan tanda tangan dan itu sudah diakui oleh KPPS," ujar Supriyanto.
Dia mengatakan ada 118 yang diakui oleh oknum KPPS tersebut diduga dipalsukan. (isak pasa'buan-suryadi/C)