MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pemerintah masih melakukan telaah terkait kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis pertalite dan solar. Namun rencana ini ditolak oleh Komisi XI DPR RI.
Mayoritas wakil rakyat di Senayan menyatakan belum saatnya BBM naik. Alasannya, kondisi ekonomi rakyat belum benar-benar pulih pasca pandemi Covid-19.
Anggota DPR RI Komisi IV dari Fraksi PKS, Andi Akmal Pasluddin, minta pemerintah tidak menaikkan harga BBM subsidi.
"Kita semua sudah melihat fakta lapangan, bahwa hingga saat ini, semakin banyak nelayan yang tidak melaut, terutama nelayan kecil. Sejak awal Agustus, masa negara dan rakyatnya merayakan kemerdekaannya, namun belenggu ekonomi para nelayan tidak dapat melaut yang ditunjukkan lebih dari 2 ribu kapal nelayan yang mangkrak akibat tingginya operasional BBM," ucap Akmal.
Legislator asal Sulawesi Selatan ini juga menyebut, inflasi di sektor makanan sudah melebihi batas wajar. Bahkan menurutnya, secara keseluruhan inflasi 2022 telah melebihi batas peringatan sekitar 3,3 persen yang mesti menjadi sorotan pemerintah agar portofolio eksekusi kebijakan yang menguras APBN mesti tepat sasaran.
“Saat ini dengan kondisi BBM subsidi belum dinaikkan saja, rakyat sudah kesulitan. Ini banyak sekali faktor yang mempengaruhi, termasuk kondisi global akibat peperangan yang membuat iklim perdagangan serba tidak normal. Begitu juga kondisi pandemi yang menyisakan persoalan daya beli masyarakat secara keseluruhan. Jadi pemerintah mesti bijak untuk mengambil tindakan tepat pada persoalan kenaikan BBM bersubsidi. Ini efeknya berantai, terutama pada operasional distribusi termasuk bahan pangan," kata Akmal.
Akmal mengaku, di daerah pemilihannya, hingga saat ini, sudah ribuan para nelayan yang mengadu pada dirinya akan kesusahan yang dialami dengan naiknya harga solar subsidi. Begitu juga para petani yang mengoperasionalkan alat mesin pertaniannya mulai dari pengolahan tanah hingga pasca panen.
“Harga BBM yang sangat tinggi akan berdampak luas pada masyarakat terutama pada pemenuhan kebutuhan dasar mereka. Tingginya harga pangan, turunnya daya beli, Operasional logistik yang membengkak, termasuk arus pergerakan manusia maupun barang pada transportasi. Atas aspirasi mayoritas masyarakat Indonesia, kami menolak naiknya BBM bersubsidi, minimal ditunda hingga membaiknya kondisi perekonomian masyarakat Indonesia," tutup Andi Akmal Pasluddin.