Kasus Suap BPK Sulsel, Dua Kontraktor Batal Bersaksi di Pengadilan

  • Bagikan
SIDANG. Pengadilan Negeri (PN) Makassar saat menggelar sidang lanjutan kasus suap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulsel untuk pengurusan LKPD Sulsel tahun anggaran 2020 pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel. Foto: ISAK PASA'BUAN/RAKYATSULSEL.

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Sidang lanjutan kasus suap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sulsel untuk pengurusan LKPD Sulsel tahun anggaran 2020 pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) dengan agenda pemeriksaan saksi ditunda.

Penundaan sidang dilakukan sebab dua dari empat saksi yang dipanggil oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberikan keterangan atas kasus suap ini di Pengadilan Negeri (PN) Makassar tak hadir.

Dua saksi yang tidak hadir itu yakni Andi Sudirman alias Karaeng Kodeng dan Nuwardi Bin Pakki alias Haji Momo. Sementara saksi yang hadir hanya A. M Parakkasi Abidin dan Asbrandi Syam, keduanya merupakan karyawan PT Mega Bintang Utama, perusahaan milik Haji Momo.

Awalnya hakim mempersilahkan JPU KPK untuk membacakan hasil pemeriksaan atau BAP saksi. Namun JPU KPK, Rikhi Benindo Maghaz meminta agar sidang ditunda sampai, Rabu (1/2/2023) dengan alasan ada beberapa bukti rekaman yang ingin ditampilkan dalam sidang.

"Izin yang mulia, kami (JPU KPK) meminta sidang untuk ditunda sampai besok (hari ini). Ada bukti rekaman yang ingin kita tampilkan, namun kondisi ruangan yang tidak memadai, kami meminta untuk ditunda yang mulia," ucap Rikhi kepada hakim.

Setelah menimbang permintaan JPU, dan permintaan masing-masing penasehat hukum terdakwa. Hakim memutuskan agar sidang dilanjutkan besok (hari ini) di ruangan Bagir Manan, pukul 08.00 Wita.
Pertimbangan lain sidang ditunda sebab hanya ada dua saksi yang hadir. Dimana empat saksi ini terdiri dari kalangan swasta atau kontraktor.

"Hari ini (kemarin) yang kami hadirkan seharusnya empat orang saksi, cuman yang bisa datang dua orang. Yang dua orang (Andi Sudirman alias Karaeng Kodeng dan Nuwardi Bin Pakki alias Haji Momo) lagi itu umroh yang mulia," sebut JPU KPK.

Adapun kedua kontraktor yakni Andi Sudirman alias Karaeng Kodeng dan Nuwardi bin Pakki sendiri disebut-sebut ikut menyetor uang kepada mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rahmat bersama dengan 10 orang kontraktor lainnya.

Dimana total jumlah uang yang berhasil dikumpulkan Edy Rahmat dari para kontraktor tersebut sebanyak Rp2,917 miliar. Uang tersebut kemudian diberikan Edy Rahmat kepada empat terdakwa dalam kasus ini sebagai uang mengondisikan temuan kerugian negara atas pekerjaan proyek di Dinas PUTR Sulsel.

Keempat terdakwa itu masing-masing Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM) selaku Pemeriksa pada BPK perwakilan Sulsel, Andi Sonny (AS) selaku Kepala perwakilan BPK Sulteng sebelumnya menjabat Kasubauditorat Sulsel I BPK Sulsel, Wahid Ikhsan Wahyudin (WIW) selaku mantan pemeriksa pertama BPK Perwakilan Sulsel, dan Gilang Gumilar (GG) selaku Pemeriksa BPK Perwakilan Sulsel.

Adapun uang yang diberikan Andi Sudirman alias Karaeng Kodeng kepada Edy Rahmat sebanyak Rp150 juta. Uang tersebut diserahkan langsung di ruang kerja Edy Rahmat.

Andi Sudirman alias Karaeng Kodeng diketahui ikut mengerjakan proyek Rehabilitasi Irigasi Leworeng di Kabupaten Soppeng dengan nilai kontrak Rp17,4 miliar dengan menggunakan perusahaan PT Ananta Raya Perksa.

Sementara Nuwardi Bin Pakki alias Haji Momo selaku Komisaris Utama PT Mega Bintang Utama disebut turut memberikan uang kepada Edy Rahmat. sebesar Rp250 juta melalui Asbrandi Syam yang tak lain adalah karyawan PT Mega Bintang Utama sendiri.

Nuwardi Bin Pakki alias Haji Momo juga mengerjakan proyek pada Dinas PUTR Sulsel yakni Pembangunan Jalan Ruas Impa Impa- Anabanua di Kabupaten Wajo sepanjang 4,6 kilometer dengan nilai kontrak Rp28,8 miliar.

Terpidana Edy Rahmat juga sebelumnya membeberkan pernah menyetor uang miliaran ke oknum pegawai BPK. Uang itu dikumpul dari para pengusaha untuk menghilangkan hasil temuan pada pengerjaan proyek yang dikerjakan.

Pengusaha yang dimaksud adalah John Theodore Rp350 juta, Petrus Yalim Rp444 juta, Mawardi bin Pakki alias H Momo Rp250 juta, Andi Kemal Wahyudi Rp307 juta, Yusuf Rombe Rp600 juta, dan Robert Wijoyo Rp58 juta.

Juga dari Hendrik Tjuandi Rp390juta, Loekito Sudirman Rp64 juta, Herry Wisal alias Tiong Rp150 juta, Rendy Gowary Rp200 juta, Andi Sudirman alias Karaeng Kodeng Rp 150 juta, dan Rudy Hartono Rp435 juta. (isak/B)

  • Bagikan