Ancaman Sang Mantan

  • Bagikan
karikatur/rambo

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Partai Gelombang Rakyat Indonesia dan Partai Ummat diprediksi menjadi ancaman bagi Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Amanat Nasional pada Pemilu 2024. Rivalitas dua pasang partai ini
akan sengit karena kader-kadernya lahir dari 'rahim' yang sama.

Perebutan basis suara antara PKS-Gelora dan PAN-Ummat juga tak terhindarkan di Sulawesi Selatan. Sejumlah eks pentolah PKS dan PAN menjadi 'eksodus' di Gelora dan Ummat.

Figur-figur di partai baru sedikit banyaknya mengetahui isi 'dapur' strategi pemenangan parpol lama mereka. Pola digunakan untuk pendekatan ke masyarakat dan strategi menarik simpati pemilih juga akan relatif mirip. Basis suara pun tidak menutup kemungkinan akan saling beririsan.

Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Andi Ali Armunanto menilai munculnya partai baru yang merupakan 'pecahan' akan mengancam eksistensi partai-partai lama. Hanya saja, kata Andi Ali, partai baru relatif tidak memiliki institusionalisasi partai yang matang dibanding partia yang sudah lama ada.

"PAN, misalnya, punya institusi yang matang sampai ke daerah. Proses pembangunan identifikasi kepartaian juga sudah berjalan. Begitu juga dengan PKS, sehingga ini akan membuat PAN dan PKS terinstitusionalisasi secara kuat," ujar Andi Ali kepada Harian Rakyat Sulsel, Rabu (1/2/2023).

Berbeda dengan partai baru, lanjut Andi Ali, walaupun dihuni oleh eks kader lama, tetapi belum melakukan apa yang disebut identifikasi kepartaian. Hal ini dipicu karena butuh sosialisasi lagi dengan membawa bendera yang baru.

Belum adanya identifikasi kepartaian bagi parpol baru, sambung dia, tentu akan menjadi pertimbangan bagi pemilih. Menurut Ali, kemungkinan besar partai baru nantinya akan menyasar kepada pemilih mengambang dan menyasar segmen tertentu.

"Saya rasa strateginya seperti itu, karena akan susah bagi mereka menarik massa partai lama karena persoalan identitas kepartaian yang sudah terbentuk," imbuh Andi Ali.

Andi Ali mengatakan, walaupun sebagian kader partai baru adalah mantan kader partai lama, perpindahan basis massa hanya terjadi secara personalitas. Secara total, pergeseran basis suara partai, kata Andi Ali, relatif minim terjadi.

Itu sebabnya, kata Andi Ali, basis partai berkembang berdasarkan identifikasi kepartaian di kalangan pemilih. Sehingga, untuk menarik massa partai tak bisa dilakukan jika tidak menggunakan jaringan personal.

"Partai sendiri harus mengembangkan identifikasi kepartaian yang baru dan itu tidak bisa dilakukan dalam jangka waktu yang singkat," imbuh dia.

Adapun Manajer Strategi dan Operasional Jaringan Suara Indonesia (JSI), Nursandy Syam menilai, hadirnya Partai Gelora sedikit banyaknya akan mengganggu agenda kepartaian PKS.

"Terutama soal rekrutmen politik. Kami bisa melihat kepengurusan Gelora diisi oleh eks kader PKS," kata Nursandy.

Hanya saja, sambung Nursandy, irisan pecahan basis suara mungkin tidak besar, sebab PKS dikenal telah memiliki kader yang militan. Loyalitas PKS dikenal sangat konsisten sebagai oposisi dari pemerintah.

"Sedangkan Gelora dalam kerja-kerja politiknya tidak hanya berfokus pada ceruk pemilih yang sama dengan PKS. Gelora lebih terbuka menjangkau banyak segmen pemilih," kata dia.

Begitu pula dengan Partai Ummat. Menurut Nursandy, PAN sebagai cukup terancam dengan kehadiran partai yang didirikan oleh mantan pendiri PAN, Amien Rais.

"Partai Ummat menyasar ceruk pemilih yang hampir sama dengan PAN. Irisan kepentingannya lebih tebal," ujar Nursandy.

Meski begitu, kata Nursandy, sebagai partai baru, Partai Ummat harus perlu bekerja keras untuk mencapai target-target politik pada Pemilu 2024.

Sekretaris Partai Gelora Sulawesi Selatan, Mudzakkir Ali Djamil menanggapi santai beragam anggapan mengenai ancaman Gelora terhadap PKS. Menurut dia, Partai Gelora ingin menawarkan ide dan arah baru ke masyarakat, khususnya di Sulawesi Selatan.

"Partai Gelora ini didirikan bukan karena ingin menggembosi PKS. Bila ada pergeseran pemilih di masyarakat itu biasa terjadi," kata Mudzakkir.

Mantan kader PKS ini menilai, pergeseran pilihan merupakan hak calon pemilih. Pemicunya, kata dia, salah satunya adalah pemilih kerap tidak puas dengan partai lama sehingga menginginkan partia baru yang menawarkan ide-ide yang juga baru.

"Mungkin ada ketidakpuasan dengan partai yang ada sekarang, atau lebih tertarik dengan keberadaan partai baru dengan ide yang baru. Bila Partai Gelora mendapat respons yang bagus di masyarakat, tentu saja capaian suara di pemilu akan signifikan," imbuh Mudzakkir.

Sementara itu, juru bicara Partai Ummat Sulsel, Syahruddin Yasen mengatakan, meskipun kader partai berasal dari PAN, namun pihaknya yakin partai ini tetap memiliki basis suara sendiri. Menurut Syahruddin, masyarakat telah dewasa dan cerdas sehingga tanpa dipengaruhi pun sudah bisa menentukan pilihan yang terbaik.

"Partai Ummat hadir untuk seluruh umat. Tentu masyarakat cerdas memilih tanpa harus dipengaruhi dengan berbagai macam. Persoalan isu suara PAN tergerus atas keberadaan Partai Ummat, kami kembalikan ke masyarakat," ujar Syahruddin.

Menurut dia, walaupun Partai Ummat identik dengan Muhammadiyah, tetapi pihaknya juga membuka ruang kepada siapapun untuk bergabung.

"Kader dari Nahdlatul Ulama malah banyak bergabung ke Partai Ummat. Jadi ada tambahan basis tanpa mengganggu basis PAN di Muhammadiyah," ujarnya.

Lantas bagaimana respons kader dan pengurus PKS dan PAN Sulawesi Selatan?

Ketua Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan PKS Sulsel, Ariyadi Arsal menyatakan tidak terganggu dengan kehadiran Partai Gelora, meskipun orang-orang Gelora di Sulsel dominan kader utama PKS.

"PKS posisinya berada di papan atas, bersaing dengan Golkar, Nasdem, dan Gerindra. Kami sudah melakukan koordinasi internal dan sudah melakukan survei intens yang menunjukkan hal tersebut," kata Ariyadi.

Dia mengatakan, partai besutan Ahmad Syaikhu telah berubah total pascamundurnya kader utama PKS yang kemudian ramai-ramai mendirikan Partai Gelora. Aryadi menyatakan, kehadiran Partai Gelora sama sekali tidak mengganggu basis PKS.

"Insyaallah tidak mengganggu. Justru tantangan besar PKS terjadi pada Pemilu 2019. PKS pada Pemilu 2024 akan lebih siap dan bertekad menjadi salah satu pemenang di Sulsel," imbuh tegas mantan legislator DPRD Sulsel itu.

Sekretaris PKS Sulsel, Rustam Ukkas menyatakan PKS tak ingin menanggapi pernyataan wacana yang memperkirakan pemilih basis PKS akan beralih ke partai lain pada Pemilu 2024. Menurutnya, itu hanya prediksi publik. Faktanya, pemilih dan basis PKS di daerah masih solid bersama dalam menghadapi Pemilu 2024.

"Biarkan penilaian publik seperti apa. Yang jelas basis PKS masih tetap solid dan di daerah kader kami di parlemen DPRD tetap menjaga suara mereka," ujar Rustam.

Dia menegaskan, sebaiknya setiap pihak menunggu hasil Pemilu 2024 dari pada berspekulasi terlalu dini. "Kalau ada pandangan bahwa basis PKS akan pecah atau tergerus oleh hadirnya partai lain, lihat saja nanti hasil Pemilu 2024. Itu akan jelas," timpan dia.

Adapun Wakil Ketua PAN Sulsel, Usman Lonta menegaskan PAN tak khawatir bila pemilihnya akan beralih ke Partai Ummat. Dia meyakini, pemilih PAN di akar rumput masih tetap solid memilih kader dan figur dari PAN pada 2024.

"Kami akui memang PAN ada irisan massa dengan partai lain, namun tidak signifikan. Kami tak khawatir karena basis PAN di akar rumput masih solid," ujar Usman.

Menurut dia, PAN dan Partai Ummat berbeda perspektif mengenai ideologi partai. PAN, kata dia, nasionalis-religius, sedangkan Partai Ummat itu Islam. Anggota DPRD Sulsel itu menyebut perbedaan ideologi partai tak akan memengaruhi basis pemilih. Meski demikian, Usman tak menampik akan ada irisan pemilih di Partai Ummat dengan PAN.

"Tapi, seluruh partai politik di antara mereka juga ada irisan massa," imbuh dia. (*)

  • Bagikan