Sulsel Wajib Surplus Beras

  • Bagikan
Seorang petani memegang pundak Presiden Jokowi di acara panen raya di Desa Baji Pamai, Kecamatan Maros Baru, Kamis (30/3/2023).

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Sulawesi Selatan masih menjadi salah satu daerah andalan untuk memasok kebutuhan beras Nasional. Keberhasilan Sulsel untuk menjadi lumbung beras menekan inflasi yang dipicu kenaikan harga bahan pangan.

Pada kunjungan hari kedua di Sulawesi Selatan, Presiden Joko Widodo dan rombongan mengunjungi Gudang Bulog Batangase, yang terletak di Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Kamis (30/03/2023) pagi.

Kehadiran Presiden Jokowi untuk memastikan serapan Perum Bulog terhadap hasil panen petani di provinsi yang menjadi salah satu lumbung beras nasional ini.

“Saya datang ke gudang Bulog di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan ini untuk memastikan atau membandingkan serapan Bulog tahun ini berapa dan tahun yang lalu seperti apa,” ujar Presiden usai peninjauan.

Jokowi mengakui adanya penurunan drastis tingkat serapan Bulog di tahun ini. Hal ini dipicu, salah satunya, oleh karena hasil panen petani di Sulsel juga mengalir ke daerah lainnya.

“Biasanya Maret itu serapan sampai 40 ribu, 50 ribu ton. Tapi, ini pada bulan yang sama baru 6 ribu ton. Ternyata beras di Sulawesi Selatan banyak diserap ke luar provinsi yang lain yang biasanya tidak sebanyak seperti tahun ini,” imbuh Jokowi.

Presiden pun meminta jajaran terkait untuk mengecek aliran tersebut dan memastikan suplai beras di seluruh tanah air berada pada kondisi normal.

“Ini tadi yang baru akan kita cari, provinsi mana dan kenapa. Sehingga kita harapkan stok di semua provinsi, persediaan beras di semua provinsi itu pada kondisi yang normal,” ujarnya.

Lebih lanjut, Presiden menyampaikan, belum optimalnya serapan Bulog juga dikarenakan karena masa panen raya di Sulsel belum usai.

“Beberapa kabupaten di sini memang baru pada proses panen raya seperti tadi di Maros dan kemudian nanti di Sidrap. Tapi apapun harus kita antisipasi, bukan untuk Sulawesi Selatan tapi provinsi-provinsi yang lain,” ujarnya.

Presiden menyampaikan, tiga bulan yang lalu dirinya telah memerintahkan Bulog untuk menyerap hasil panen petani sebanyak 2,4 juta ton.

“Kita lihat ini masih panen raya, tapi yang saya lihat kemarin di pasar di Maros sudah turun lebih Rp10.500, saya kira baik, tapi di wilayah yang lain masih lumayan tinggi,” ujar dia.

Sebelumnya, Jokowi turut meninjau panen raya di Desa Baji Pamai, Kecamatan Maros Baru. Presiden mengharapkan Sulsel sebagai lumbung pangan nasional dapat menyuplai beras ke daerah lainnya di tanah air.

“Saya datang ke Kabupaten Maros untuk memastikan bahwa sebagai lumbung beras Sulawesi Selatan, sekarang ini kita lihat Maros sudah mulai juga apa panen raya dan kita harapkan nanti hasilnya yang surplus itu bisa dibawa ke provinsi yang lain yang membutuhkan,” ujar Jokowi.

Dia menyampaikan, meskipun sempat terkena banjir, produktivitas pertanian di Maros yang menggunakan bibit padi hibrida Inpari 32 masih cukup tinggi.

“Ini kenapa 5,5 ton per hektare karena kena banjir dua kali, kerendem dua kali, sehingga agak menurunkan produksinya, tetapi 5,5 ton juga sudah hasil yang baik,” ucapnya.

Pemerintah, lanjut Jokowi, juga akan terus berupaya untuk mencegah terjadinya banjir yang akan berdampak pada produktivitas pertanian.

“Iya itu mengendalikan cuaca kan bukan barang yang mudah. Tetapi yang paling penting panen raya di Sulawesi Selatan ini betul-betul nanti bisa mendatangkan surplus yang banyak sehingga bisa dibawa ke provinsi yang lain,” ujarnya.

Dengan semakin banyaknya suplai beras di masa panen raya ini, Jokowi pun mengharapkan agar inflasi yang dipicu kenaikan harga bahan pangan dapat ditekan.

“Mulai panen, panen, panen, panen, kemudian masuk ke rice mill, kemudian keluar sebagai beras, segera masuk ke pasar. Artinya, kalau suplainya banyak, suplainya melimpah, ya itu sudah otomatis teorinya pasti harga turun. Kalau suplainya kurang, berarti otomatis harga naik,” ujarnya.

Terkait ketersediaan pupuk, Jokowi menyampaikan bahwa hal tersebut tengah menjadi kendala di semua negara. Namun, dia mengaku telah memerintahkan kepada Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memastikan kecukupan suplai pupuk bagi para petani.

“Masalah pupuk di semua negara, problemnya tidak hanya di negara kita, semua negara problem karena Rusia sama Ukraina sebagai produsen pupuk terbesar baru perang. Jadi memang, baik sebagai eksportir pupuk maupun eksportir bahan baku pupuk dari sana, itu yang menjadi problem. Tapi kemarin rapat terakhir Mentan akan mencarikan solusi,” kata Jokowi.

Sementara itu, sejumlah petani masih mengeluhkan harga beli gabah yang terbilang rendah. Muhammad Arafah, salah seorang petani di Maros mengungkapkan, seringkali harga jual gabah itu tak mampu memenuhi harapan yang telah di pupuk bersamaan penyemaian padi itu.

Menurut dia, harga jual gabah dengan kisaran Rp 52.000 per kilogram itu masih mencemaskan untuk para petani. Mereka menilai hasil jual gabah mereka kerap tak mampu menutupi biaya produksi dan operasional.

"Kalau misalnya menutupi produksi itu biasanya gabah basah yang kami jual. Harganya Rp5.200 per kilogram, itupun sangat murah. Pernah di awal panen pertama mencapai Rp5.700," kata Arafah.

"Ya kalau terus terang untuk membiayai produksi, untuk harga Rp5.200, ya sepertinya belum bisa," sambungnya.
Dia menuturkan, banjir yang sempat menggenang di kawasan tani sepanjang musim tanam hingga musim panen ini yang diperkirakan pada Maret-April itu, cukup memakan biaya bagi para petani yang berada di wilayah itu.

"Tanam pertama banjir, terus tanam lagi. Kerugiannya itu ongkos tanam itu mencapai Rp1 juta per hektare," beber Arafah.

Bahkan ia juga menyampaikan, apabila harga jual gabah terus rendah, sebagai solusi untuk mengoptimalkan biaya keuangan, mereka kadang kala memanfaatkan gabah kering secara langsung.

"Biasanya gabah kering kami langsung di pabrik, untuk kebutuhan makan," ucapnya.

Dia berharap, dengan hadirnya Presiden Jokowi dapat menjadi sebuah solusi sekaitan dengan kesejahteraan hidup para petani dengan meningkatkan harga beli pada kalangan petani.

"Jadi harapan kami, harga beli dari ke petani bisa tembus Rp 6.000," harap Arafah. (Abu Hamzah/B)

  • Bagikan