MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Sembilan orang buruh yang dilaporkan PT Wika Beton ke polisi karena menggelar aksi unjuk rasa menuntut haknya tak dibayarkan perusahaan divonis satu bulan dan lima belas hari penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar.
Vonis atau putusan kesembilan terdakwa masing-masing Agus, Muhammad Yusran, Ismail, Muhammad Said, Syamsul, Muh. Saiful, Sulham, Zainal, dan Aris, dibacakan oleh hakim ketua, Eddy bersama Alexander Jacob Tetelepta dan Andi Nurmawati selaku hakim anggota, dalam sidang yang digelar di PN Makassar, Senin (25/9/2023) kemarin.
Dimana, putusan terhadap kesembilan Terdakwa itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut pidana penjara terhadap para Terdakwa selama 10 bulan, sebagaimana dakwaannya pasal 335 ayat (1) Jo. Pasal 55 (1) ke-1 KUHP atas kasus aksi unjuk rasa di depan Kantor PT Wika Beton, Jalan Kima 2, Kota Makassar, pada Juni 2022 lalu.
Penasehat hukum kesembilan terdakwa, Maemanah mengatakan, kliennya divonis majelis hakim lebih ringan dari tuntutan JPU karena beberapa alasan yang meringankan, salah satunya karena para Terdakwa merupakan kepala keluarga yang mencari nafkah untuk anak dan istrinya.
"Salah satu hal yang meringankan adalah para Terdakwa ini merupakan tulang punggung keluarga," ujar Maemanah.
Dijelaskan, meskipun satu bulan dan lima belas hari penjara yang diputuskan majelis hakim, namun para terdakwa hanya akan menjalani satu hari kurungan penjara karena telah dikurangi masa penahanan kota selama ini, sesuai dengan yang disampaikan majelis hakim dalam putusannya.
"Jadi untuk masa penahanannya hanya satu hari saja, mengingat selama ini mereka (Terdakwa) telah menjalani masa penahanan atau sebagai tahanan kota," sebutnya.
Adapun kasus ini bermula saat 93 pekerja termasuk para terdakwa yang bekerja di PT Wika Beton menuntut Tunjangan Hari Raya (THR). Untuk itu, mereka mempertanyakan hal tersebut kepada manajemen PT Wika Beton dengan melakukan aksi unjuk rasa.
Namun, kemudian mereka dijadikan tersangka oleh Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) usai dilaporkan Manager Teknik dan Mutu PT Wika Beton dengan tuduhan aksi unjuk rasa tersebut menghalang-halangi karyawan PT Wika Beton untuk masuk kerja di perusahaan.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pekerja Nasional (DPD SPN) Sulsel, Salim menegaskan, tindakan Manajemen PT Wika diduga terjadi kejahatan dan kesewenang-wenangan terhadap kaum buruh. Yang mana menurutnya, justru dilakukan oleh badan usaha yang didirikan dengan uang rakyat dan bertujuan mensejahterakan rakyat.
“Malah diduga keras telah melakukan kejahatan dan kesewenang-wenangan terhadap rakyat Indonesia. Yaitu buruhnya sendiri yang telah mengabdi bekerja pada perusahaan negara tersebut,” ungkap Salim.
Aksi unjuk rasa pekerja kata Salim merupakan hal yang wajar. Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia. Kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Bahkan kata dia, perjuangan para pekerja yang kemudian dijadikan tersangka merupakan salah satu tindakan kriminalisasi. Ditambah lagi dengan proses hukum yang panjang membuat para terdakwa merasakan kesulitan hidup sebab sulitnya mendapatkan pekerjaan karena tersandung masalah hukum.
“Ibarat sudah jatuh, ditimpa tangga pula. Itulah yang dialami oleh para pekerja dan buruh yang menjalani proses pidana kemudian di PHK tanpa pesangon oleh PT Wika Beton saat ini," pungkasnya. (Isak/B)