Masa Jabatan Kepala Daerah Dipangkas, Pengamat: Ini Konsekuensi Demokrasi

  • Bagikan
Ilustrasi

"Ini adalah konsekuensi demokrasi, bagi mereka siapa untung dan buntung? Karena Pilkada serentak sudah disepakati dari November maju ke September 2024," ujarnya, Minggu (1/10/2023).

Menurut akademisi Fisipol Unhas itu, karena ini konsekuensi dari pillkada serentak 2024 yang pelantikannya di 2025. Jadi ini kata dia, memberikan konsekuensi juga bahwa kepala daerah yang dilantik di 2021 itu seharusnya berakhir di 2026 masa jabatan 5 tahun.

"Tapi ada masa transisi dari penyelenggaraan pilkada serentak akhirnya masa jabatannya itu kemudian berkurang dari 5 tahun menjadi hanya kurang lebih 3,5 atau 5 tahun," jelasnya.

Lanjut dia, artinya yang pertama untuk kepala daerah hasil pilkada 2021 yang berkurang masa jabatannya ini. Walaupun kemudian secara kompensasi pendapatan gaji tetap diberikan sesuai dengan hak 5 tahun yang dimiliki.

Tapi ada aspek yang sifatnya kepala daerah ingin memangku jabatan, mereka ini justru dirugikan karena mereka masih bisa selama kurang lebih 1 tahun untuk mengelola program.

Untuk menjalankan program-program strategis, mengelola APBD pokok 1 tahun dan APBD Perubahannya. Nah, ini menjadi hilang. Artinya, ini masa jabatan kurang lebih 3 atau 4 tahun.

"Jadi, waktu yang sangat sedikit dan singkat bagi kepala daerah yang hasil pilkada 2020 ini bekerja untuk merealisasikan semua program-program yang mereka sudah janjikan merealisasikan semua apa yang tertuang di dalam RPJMD nya," tutur Andi Lukman.

Selain itu kata dia, jika kepala daerah hasil pilkada 2020 memasifkan kinerja, maka di 2024 mereka kemudian berikhtiar untuk maju kembali masyarakat betul-betul bisa merasakan dampak bahwa kepala daerah ini betul-betul menjalankan semua program yang ada di RPJMD.

Program strategis yang kemudian sudah diperjanjikan dan sehingga mereka ini juga walaupun hanya 3 atau 5 tahun mereka bekerja, tapi masyarakat tetap berada pada tingkat kepuasan yang tinggi.

  • Bagikan