MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Elektabilitas Prabowo Subianto-Gibran Rakambuming Raka diprediksi akan mengalami turbulensi pasca-putusan dari Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Stigmatisasi bahwa Gibran adalah bakal calon wakil presiden yang lahir dari putusan yang melanggar kode etik dinilai berimbas pada elektorat menjelang Pemilu 2024.
Direktur Profetik Institute Muhammad Asratillah menilai putusan MKMK tentu akan berpengaruh terhadap citra pasangan Prabowo-Gibran dalam Pemilu 2024. Menurut dia, putusan MK tentang batas usia presiden dan wakil presiden, selama ini dipersepsikan oleh publik dalam rangka meloloskan Gibran sebagai calon wakil presiden.
"Bahkan sebagian publik menilai putusan itu sebagai skandal hukum. Apalagi, publik mengetahui hubungan keluarga antara mantan Ketua MK Anwar Usman dengan Presiden Jokowi sehingga menimbulkan dugaan adanya nepotisme dalam putusan MK," kata Asratillah kepada Rakyat Sulsel, Rabu (8/11/2023).
Asratillah mengatakan, untuk mengetahui dampak elektabilitas atas putusan MKMK tersebut, sejatinya harus melalui survei nasional. Langkah itu untuk memotret persepsi pemilih terhadap kontestan bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden.
"Tapi, dengan ditetapkannya ketua MK melanggar kode etik, maka akan mempertegas dan mengkonfirmasi asumsi publik mengenai skandal hukum dan adanya nepotisme di MK," ujar Asratillah.
Menurut dia, langkah utama yang harus dilakukan oleh kubu Prabowo-Gibran dalam menyikapi putusan MKMK adalah menyiapkan counter-discourse atau wacana tandingan ke publik.
"Dengan menginventarisir segala isu dan rumors yang mungkin muncul pasca-putusan MKMK. Setelah itu mempersiapkan formulasi klasifikasinya serta cara yang tepat untuk mengkomunikasikan ke khalayak. Secara teoritik citra kandidat berkorelasi positif dengan elektabilitas saat pemilihan," imbuh Asratillah.
Dalam survei elektabilitas terbaru yang dilansir oleh lembaga survei Charta Politika Indonesia, pekan ini, sebelum putusan MKMK, menempatkan pasangan Prabowo-Gibran di urutan kedua dengan perolehan 34,7 persen. Pasangan ini kalah dari pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md dengan perolehan 36,8 persen.
Pengamat politik dari Universitas Bosowa, Arief Wicaksono mengatakan perkembangan yang terjadi di MKMK memiliki dampak langsung ke pasangan Prabowo-Gibran.
"Karena saat ini orang sudah mulai membicarakan soal itu baik di media sosial maupun forum-forum diskusi," ujar Arief.
Menurut dia, tim Prabowo-Gibran harus segera dan cepat menyikapi agar elektabilitas mereka tidak terjun bebas, mengingat pemilihan sisa menghitung bulan.
"Kalau tidak diantisipasi sekarang, pasti akan berpengaruh sedikit atau banyaknya," imbuh dia.
Sementara itu, Sekretaris Partai Gerindra Sulawesi Selatan, Darmawangsyah Muin menyatakan tidak mempermasalahkan bila publik beranggapan bahwa putusan MKMK akan menyebabkan elektabilitas Prabowo-Gibran akan turun.
"Tapi, kami pastikan bahwa di Gerindra baik-baik saja. Artinya, kami tidak terpengaruh pada persoalan itu. Kami fokus saja pada kerja-kerja pemenangan," ujar Darmawangsyah.
Wakil ketua DPRD Sulsel ini menyebutkan permasalah tersebut merupakan 'bumbu-bumbu' dalam pertarungan demokrasi terutama menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden. Dia mengatakan, tak ingin terpengaruh pada isu-isu negatif.
"Tapi kami tetap yakin, percaya diri, maju terus untuk memenangkan Prabowo-Gibran. Kami tetap fokus, tidak usah menoleh ke kiri dan kanan, kita harus jalan tegak lurus," imbuh dia.
Adapun pengurus Partai Golkar Sulsel, Rahman Pina menyatakan putusan MKMK malah sebaliknya menguntungkan pasangan Prabowo-Gibran. Alasannya, publik akhirnya mengetahui bahwa ada pihak-pihak yang ingin berusaha menjegal Gibran untuk maju melalui instrumen hukum tapi rencana tersebut gagal total.
"Yang mengembangkan isu negatif adalah tim sukses pendukung capres lain, bukan masyarakat umum. Sekarang ini, kami hanya fokus untuk memenangkan Pilpres satu putaran," ujar legislator DPRD Sulsel itu.
Di Jakarta, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Utje Gustaaf Patty, mengatakan putusan MKMK tidak berpengaruh terhadap status pencalonan Gibran Rakabuming Raka, yang berpasangan dengan Prabowo Subianto di Pemilu 2024.
"Enggak. Kan kita yang taat hukum tahu bahwa putusan Mahkamah Konstitusi itu final dan mengikat," kata Utje.
MKMK, yang dipimpin Jimly Asshiddiqie, baru saja memutuskan Anwar Usman, eks Ketua Mahkamah Konstitusi akibat melakukan pelanggaran etik dalam mengabulkan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan itu perihal uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 7 huruf q tersebut mengatur batas minimal usia calon presiden dan wakil presiden 40 tahun. Dalam perkara nomor 90, pasal itu mendapat tambahan frasa "sedang menjabat kepala daerah". Sehingga orang yang berusia di bawah 40, tapi sedang dan pernah memimpin suatu daerah bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden.
Putusan MK menuai kontroversi. Hakim MK diadukan ke MKMK dengan total 21 laporan. Sebagian besar aduan menyasar Anwar Usman. Setelah diperiksa lembaga ad hoc, Anwar Usman diputuskan bersalah dan melepas jabatan sebagai ketua MK. Namun, Utje mengatakan kesalahan hakim tidak dapat mengubah putusan nomor 90.
"Kalau dikatakan ada kesalahan hakim, itu tidak mengubah keputusan. Kami prihatin terhadap Pak Anwar Usman, tapi putusannya tidak bisa diubah," tutur Utje. Tak hanya dampak pencalonan Gibran, kata Utje, putusan MKMK tidak mempengaruhi elektabilitas Gibran. (suryadi-fahrullah/C)