Kawan Lama jadi Lawan Baru

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pemilihan Presiden 2024 menjadi ajang sengit bagi tiga pasang kandidat. Khusus pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md dan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, momentum ini akan menjadi ajang pertarungan bagi kawan lama yang menjadi lawan baru. Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar bisa ketiban untung dari 'perang saudara' kompetitornya tersebut.

Perhatian publik dalam konstestasi pemilihan presiden dan wakil presiden akan tersedot pada rivalitas pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Kedua pasangan ini sama mengklaim sebagai 'penerus' Presiden Joko Widodo. Di satu sisi, majunya Gibran mendampingi Prabowo akan menguatkan persepsi sebagai anak biologis Jokowi.

Perpecahan di internal PDIP dan Jokowi pasca-membelotnya Gibran menjadikan tensi Pilpres 2024 makin tinggi. Publik pun akan dibuat 'bingung' untuk menentukan pasangan mana yang lebih 'sah' mengklaim sebagai suksesor Presiden Jokowi.

Ketua PDIP Sulawesi Selatan, Ridwan Andi Wittiri mengatakan situasi saat ini hanya hanya merupakan perbedaan pilihan politik saja.
"Sebenarnya, kondisi ini bukan berarti ada masalah antara Jokowi dan Megawati. Tetapi hanya berbeda pilihan politik saja, khususnya dalam Pilpres," imbuh Ridwan, Selasa (14/11/2023).

Meski begitu, legislator DPR RI itu mengatakan masing-masing partai punya pilihan capres-cawapres sehingga ke depan, PDIP dan koalisi partai lainnya hanya akan konsentrasi dalam memenangkan Ganjar-Mahfud.

"Bu Mega, kan, jelas mendukung Ganjar-Mahfud. Maka tugas kami di PDIP Sulsel bersama partai koalisi hanya konsentrasi untuk menang. Kami tidak mau mengurus hal di luar tugas kami," imbuh dia.

Di menegaskan, PDIP tidak akan mengubah strategi secara drastis. Apalagi tim pemenangan nasional dan daerah sudah terbentuk di seluruh Indonesia. Begitu juga di Sulsel tetap optimistis menangkan Ganjar-Mahfud.

"Tugas kami saat ini fokus pembentukan tim di tingkat kabupaten-kota yang hampir rampung. Nantinya kader PDIP bersama partai koalisi dan tim serta relawan masifkan sosialisasi Ganjar-Mahfud di Sulsel. Sekarang sudah jalan," kata Ridwan.

Kaitan basis PDIP akan tergerus karena faktor keretakan PDIP dan Jokowi, kata Ridwan, suara pemilih PDIP tidak akan goyang atas ketegangan yang terjadi saat ini.

"Basis kami tidak terganggu. Basis PDIP jelas dan konsisten. Soal sekarang perbedaan pilihan, kami biasa saja, PDIP terbiasa dengan yang begini. PDIP basisnya wong cilik," ucap Ridwan.

Ketua Gerindra Sulawesi Selatan, Andi Iwan Darmawan Aras enggan mengomentari mengenai soal retaknya hubungan Jokowi dengan PDIP. Ia menegaskan bahwa tugas kader Partai Gerindra adalah memenangkan pasangan calon Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.

"Kami tidak dalam perdebatan soal isu di luar partai kami. Tugas kami sebagai kader Gerindra bagaimana bekerja dan sosialisasi untuk memenangkan Prabowo-Gibran," kata Andi Iwan.

Dengan demikian, lanjut anggota DPR RI itu, pihaknya bersama partai koalisi sekarang fokus bekerja baik di tingkat pusat maupun daerah dalam rangka pemenangan capres diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM). Dia menegaskan bahwa dengan adanya penetapan capres-cawapres oleh KPU dan dilanjutkan dengan undian pencabutan nomor urut paslon maka dia optimistis Prabowo-Gibran akan mendapat kepercayaan masyarakat untuk memimpin Indonesia pada 2024.

"Bagi kami tidak ada lagi yang perlu dipermasalahkan, apalagi KPU sudah menetapkan paslon capres-cawapres dan nomor urut. Maka kami dan partai koalisi fokus memperkuat basis pemenangan dan target capaian," imbuh dia.

Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin Ali Armunanto, menilai sikap Jokowi sebagai bentuk perlawanan kepada PDIP.
"Hanya saja, dalam konteks politik semuanya bisa saja terjadi dan keadaan seperti ini sah-sah saja adanya," ujar dia.

Menurut Andi Ali, diusungnya Gibran sebagai pasangan Prabowo jelas mempertontonkan ketidakharmonisan hubungan antara Megawati dan Jokowi. "Hubungan mereka retak. Kawan lama kini jadi musuh. Sebelum Gibran diumumkan jadi cawapres, PDIP tidak mau frontal karena masih butuh Jokowi. Sekarang situasinya sudah lain," imbuh dia.

Ia menyebutkan, kendari begitu. Tentu dalam politik, tindakan yang diambil bukan berbasis etika, tetapi rasionalitas. "Kondisi sekarang memang sangat rasional bagi Jokowi untuk mendukung Prabowo, dengan kekuatan-kekuatan besar itu," Andi Ali.

Adapun Direktur Profetik Institute Muhammad Asratillah mengatakan untuk konteks Sulsel, Prabowo lebih memiliki peluang mendapatkan suara lebih banyak dibanding Ganjar-Mahfud yang didukung PDIP karena beberapa hal.

"Pertama, pada 2019 Prabowo menang di Sulsel dan kini berpeluang terulang kembali. Kedua, infrastruktur Gerindra jauh lebih solid di Sulsel dibanding PDIP," kata Asratillah. "Tentu ini akan berakibat pada peluang prabowo secara elektorat di Sulsel," sambung dia.

Selanjutnya, kata Asratillah, tokoh yang menjadi tim pemenangan Prabowo di Sulsel jauh lebih populer dibanding tokoh-tokoh yang terlibat dalam tim pemenangan Ganjar. "Namun tentu situasi masih cair sebelum Februari 2024," ucap dia.

Menurut dia, desar tidaknya capaian suara masing-masing capres di Sulsel tentu sangat ditentukan oleh momentum politik. "Manajemen citra kandidat, hingga kesolidan tim dan relawan di akar rumput," imbuh Asratillah.

Manager Strategi dan Operasional Jaringan Suara Indonesia, Nursandy Syam mengatakan dinamika politik Pilpres saat ini membuat pertarungan menjadi lebih dinamis. "Meskipun kecenderungannya Prabowo-Gibran masih leading dari Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud tapi posisi itu bisa saja mengalami pergeseran," kata dia.

Sandy melanjutkan ada beberapa hal yang bisa membuat situasi itu berpotensi berubah. "Pertama, preferensi pemilih dalam melihat personality figur capres-cawapres. Kedua, pengelolaan isu. Ketiga, intensitas pergerakan dari paslon dan tim-tim sukses. Keempat, strategi apa yang dilakukan," kata Nursandy.

Pencalonan Gibran Digugat

Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) digugat atas penetapan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Gugatan tersebut dilayangkan oleh seorang warga bernama Ahmad Syaifullah (28) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Ahmad Syaifullah menggugat lembaga negara tersebut ke PTUN Jakarta melalui kantor hukum SHM Law Office dan Partner, di Kota Makassar.

Penasihat hukum Ahmad Syaifullah, Muallim Bahar mengatakan, kliennya itu mengajukan objek gugatan di PTUN Jakarta terkait putusan KPU RI tentang penetapan dokumen persyaratan Capres dan Cawapres, Prabowo-Gibran. Gugatan itupun disebut telah didaftarkan ke PTUN Jakarta, Selasa (14/11/2023).

"Petitum yang kami layangkan di antaranya untuk mengabulkan permohonan penundaan yang diajukan penggugat," ujar Muallim Bahar.

Muallim menyebut, pihaknya selaku penggugat memerintahkan kepada tergugat dalam hal ini KPU RI untuk menunda pelaksanaan dan tindakan administrasi lebih lanjut dari keputusan objek sengketa ini.

Sementara untuk pokok perkara, Muallim menuturkan ada lima poin, di antaranya mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya. Selanjutnya, membatalkan berita acara hasil verifikasi administrasi keputusan KPU RI Nomor: 1589/PL.01.4-BA/05/2023 tentang penetapan dokumen persyaratan Prabowo-Gibran yang telah ditetapkan sebagai Capres dan Cawapres, pada Senin (13/11/2023) kemarin.

"Mewajibkan tergugat dalam hal ini KPU RI untuk mencabut SK KPU RI Nomor: 1589/PL.01.4-BA/05/2023 tentang penetapan dokumen persyaratan bacapres dan bacawapres atas nama Prabowo-Gibran yang telah ditetapkan sebagai capres dan cawapres. Mewajibkan tergugat untuk menerbitkan objek sengketa baru. Dan terakhir menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara," terangnya.

Lebih jauh, Muallim menjelaskan, sejumlah alasan kliennya menggugat penetapan pencalonan Prabowo-Gibran ke PTUN Jakarta diantaranya soal masih berlakunya PKPU Nomor 19/2023 tentang pencalonan peserta Pilpres.

Dia juga menilai pencalonan Gibran sebagai Cawapres masih dianggap tidak memenuhi syarat meski sudah ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat umur yang tertuang Pasal 13 ayat (1) huruf q dan Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017.

"Bahwa yang ditetapkan oleh KPU RI pada 13 November kemarin, soal memasukkan dokumen atau pendaftaran Prabowo-Gibran sebagai capres-cawapres tidak terikat pada PKPU Nomor 23 tahun 2023 tentang perubahan atas PKPU Nomor 19 Tahun 2023. Tergugat sewajarnya taat dan patuh pada PKPU Nomor 19 Tahun 2023 karena masih berlaku sampai tanggal 3 November 2023," ungkap dia.

Adapun terkait putusan MK nomor: 90/PUU-XX/2023 tanggal 16 November 2023, Muallim mengatakan seharusnya KPU RI masih tetap menggunakan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 untuk mengisi kekosongan hukum hingga keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) atau petunjuk teknis untuk melaksanakan putusan MK. Oleh karena itu, pemerintah dan DPR mengesahkan PKPU Nomor 23 Tahun 2023.

"Apalagi dalam pengambilan putusan hakim konstitusi dinyatakan ada pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim oleh Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Apalagi hakim ketua Anwar Usman mendapatkan sanksi pemberhentian dari jabatan sebagai Ketua MK," ucap Muallim.

Tidak hanya itu, Muallim juga mengungkapkan tentang adanya gugatan judicial review ulang Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 yang diajukan oleh mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia). Muallim mengkritik KPU RI yang seharusnya tidak tergesa-gesa untuk menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang sebenarnya batas waktu sampai tanggal 25 November 2023.

"Dan telah jelas dalam PKPU, bahwa jadwal penetapan peserta Pemilu Presiden dan wakil presiden itu paling lambat tanggal 25 November. Sekarang baru tanggal 13, harusnya diteliti dengan baik atau paling tidak menunggu putusan MK terkait judicial review PKPU Nomor 23 Tahun 2023," tegasnya.

Menanggapi gugatan itu, Komisioner KPU RI, Idham Holik yang dikonfirmasi mengatakan pihaknya sampai saat ini belum mendapatkan materi mengenai gugatan tersebut, sehingga dia belum memberikan banyak tanggapan.

"Mengenai informasi laporan gugatan ke PTUN Jakarta tersebut, KPU RI masih menunggu materi gugatan tersebut untuk didalami dan nanti KPU akan merespons dalam persidangan," ujar Idham Holik saat dikonfirmasi Rakyat Sulsel via WhatsApp.

Idham menjelaskan, jika dalam penyelenggaraan tahapan pencalonan peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) tahun 2024, ada terjadi dugaan sengketa proses, maka rujukan hukumnya adalah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 466 sampai dengan Pasal 472 UU Nomor 7 Tahun 2023.

"Dalam melaksanakan tahapan pencalonan peserta Pilpres ini, KPU harus melaksanakan prinsip berkepastian hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 3 huruf d UU Nomor 7 Tahun 2017 Jo Pasal 6 ayat 3 huruf a Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017," imbuh dia. (suryadi-fahrullah-isak pasa'buan/C)

  • Bagikan