Danny-Azhar Belum Aman

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Partai Kebangkitan Bangsa mengusung Danny Pomanto an Azhar Arsyad untuk maju di Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan. Pasangan ini disiapkan untuk berhadap-hadapan dengan Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi, sekaligus mematahkan wacana hadirnya kolom kosong.

Namun, 'euforia politik' menyambut rekomendasi PKB tersebut jangan berlangsung lama. Pasangan ini sejatinya belum aman sebelum resmi mendaftar di Komisi Pemilihan Umum. 'Begal' partai dan 'jegal' kandidat pada Pilgub Sulsel 2018 membayangi langkah Danny-Azhar untuk naik ke panggung kontestasi.

Danny Pomanto akan leluasa maju ke Pilgub Sulsel apabila partai-partai yang telah menyatakan sikap tetap solid. Secara resmi, Danny baru mengantongi satu rekomendasi dan dua surat tugas.

Rekomendasi yang dikantongi Danny berasal dari DPP PKB yang ikut mengajukan Ketua PKB Sulsel Azhar Arsyad sebagai bakal calon wakil gubernur. Adapun Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) baru mengeluarkan surat tugas tanpa menyodorkan figur pasangan. Dengan komposisi partai pengusung ini, Danny bisa meraih dukungan 22 kursi, melebihi syarat 17 kursi untuk maju di Pilgub Sulsel.

Mencermati dukungan tersebut pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Prianto menyatakan Danny Pomanto telah membuat satu langkah penting di Pilgub Sulsel. Setidaknya, kata dia, Danny bisa mencegah terjadinya kolom kosong akibat upaya borong partai dari kubu Sudirman-Fatmawati.

"Secara substantif, penyerahan surat rekomendasi dari PKB bisa mencukupkan terbentuknya poros baru," kata Luhur, Kamis (1/8/2024).

Dia mengatakan, hadirnya figur lain yang dapat mengantongi tiket, akan menjadikan Pilgub Sulsel lebih kompetitif. Calon pemilih akan punya ruang atau pilihan alternatif di arena kontestasi di tingkat lokal. Syaratnya, kata Luhur, Danny dan siapa pun pasangannya serta partai pengusung bisa solid hingga penetapan kandidat dari Komisi Pemilihan Umum.

Menurut Luhur, posisi Danny dan partai yang akan mengusung sepenuhnya belum aman. Dia mengatakan, tsunami politik kerap hadir di detik-detik akhir waktu pendaftaran. Salah satunya,upaya membegal atau mensubstitusi dukungan partai dan figur sebelum pendaftaran dilakukan.

"Perlu waspada dan wanti-wanti karena jelang pendaftaran itu biasanya ada hal-hal yang mendadak terjadi di partai politik dan kandidat yang akan maju," kata Luhur.

Dia memberi catatan pada insiden politik yang terjadi pada Pilgub Sulsel 2018. Kala itu pasangan Nurdin Abdullah-Tanribali Lamo tiba-tiba berubah. Tanribali Lamo terlempar dari sisi Nurdin Abdullah dan digantikan oleh Andi Sudirman Sulaiman. Tanribali Lamo akhirnya memilih berpasangan dengan Agus Arifin Nu'mang.

Di sisi partai politik juga terjadi turbulensi. PAN dan PPP-yang kala itu mengalami dualisme kepengurusan- tak satu suara dalam mengusung calon. Polemik ini yang memaksa Ichsan Yasin Limpo yang berpasangan dengan Andi Mudzakkar akhirnya memilih jalur independen.

Sebelumnya, Danny-Azhar telah mendapatkan rekomendasi DPP PKB di Jakarta, Kamis (1/08/2024). Ketua Desk Pilkada PKB, Abdul Halim Iskandar yang menyerahkan langsung kepada Danny yang didampingi oleh Azhar. Rekomendasi ini bisa mencukupkan kursi Danny bila PPP dan PDIP solid membangun koalisi.

Sekretaris PKB Sulsel, Muhammad Haekal mengatakan rekomendasi itu setara dengan surat format B1-KWK yang ditandatangani oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Sekjen PKB.

"Rekomendasi PKB sudah final. Silakan manfaatkan rekomendasi itu untuk menjaga amanah rakyat," kata Haekal.

Dalma rekomendasi yang diterima Danny, DPP PKB menyertakan beberapa hal yakni mengesahkan Danny-Azhar sebagai pasangan di Pilgub Sulsel, memberikan tugas dan tanggung jawab untuk bekerja dengan sungguh-sungguh dalam memenangkan Pilgub Sulsel dan berkoordinasi serta melibatkan struktur partai dalam penyusunan program kerja, pembentukan tim pemenangan, dan rekrutmen saksi. Selain itu, DPP PKB juga meminta struktur PKB untuk memenangkan pasangan tersebut.

Adapun Danny meyakini PDIP dan PPP akan solid berkoalisi di Pilgub Sulsel. "Sebelum deal dengan PKB, saya lebih dulu sepakat dengan PPP dan PDIP," beber Danny.

Danny memiliki keyakinan terhadap partai yang akan menjaga demokrasi. Menurut dia, partai-partai tersebut ingin menjaga demokrasi dan aspirasi masyarakat.

"Dalam waktu dekat administrasi dalam bentuk format B1-KWK akan rampung. PDIP dan PPP juga proses," ujar dia.

Setelah menerima rekomendasi dari di DPP PKB Jakarta, Danny bertemu dengan Wakil Ketua Umum PPP Amir Uskara. Keduanya bertemu di salah satu kafe di Jalan Sudirman, Jakarta. "Saya ngopi satu jam lebih," kata dia.

Rencananya, Danny juga akan menemui Ketua PDI Perjuangan Sulsel Ridwan Andi Wittiri, hari ini. "Setelah PKB dan PPP, saya janjian dengan Ketua PDIP Sulsel untuk melapor," ucap Danny.

Sementara itu, Amir Uskara yang dikonfirmasi membenarkan pertemuan dengan Danny Pomanto. Dia mengatakan, pertemuan tersebut dilakukan untuk menghadirkan Pilgub Sulsel tanpa kolom kosong. Amir mengatakan, kepastian final PPP untuk mengusung Danny baru akan dibicarakan dengan seluruh pengurus DPP.

"Mengenai rekomendasi final masih akan kami bicarakan di internal partai. Kebetulan petinggi-petinggi partai lagi di luar semua jadi nanti akan dijadwalkan untuk membicarakannya," beber Amir.

Dia memastikan, tidak akan ada kolom kosong di Pilgub Sulsel. "Kami ingin demokrasi ini jalan di Sulsel," imbuh dia.

Soal pasangan Danny-Azhar, Amir Uskara menyebutkan paket ini dianggap sudah bagus. "Keduanya tidak ada resisten," sambung dia.

Respons Senior Golkar

Sementara itu, politikus senior Partai Golkar yang saat ini menjabat sebagai senator Dewan Perwakilan Daerah Adjip Padindang merespons wacana kolom kosong di Pilgub Sulsel. Menurut dia, adanya koalisi gemuk dengan memborong partai akan mematikan proses demokrasi di daerah ini.

Dia menyatakan kolom kosong merupakan bencana politik jika terjadi di Pilgub Sulsel 2024. Apalagi jika itu diciptakan demi kepentingan klan tertentu.

"Kalau kolom kosong diciptakan karena kepentingan kelompok keluarga, itu tidak demokratis. Saya menyebut kalau ini terjadi di Pilgub Sulsel 2024 maka, ini bencana politik," kata Ajiep, dalam diskusi bertajuk Ngobrol Politik Untuk Pilkada 2024 di Cafe Kanrejawa Makassar, kemarin.

Adjip turut menyesalkan Partai Golkar bila mendukung kader lain dan mengabaikan figur internal partai. Menurut dia, beberapa kader Golkar cukup potensial untuk diusung.

"Seharusnya partai mengajukan kader internal sebagai calon karena banyak yang potensial. Celaka bila Golkar yang punya kursi 14 ternyata hanya mendukung figur lain," imbuh Adjip.

"Saya ingat Pilgub sebelumnya, selama tiga periode pilkada saya masuk jadi tim Golkar. Itu tradisi turun temurun bahwa Golkar selalu prioritaskan kader untuk maju di Pilgub," sambung dia.

Di zaman Orde Baru, kata dia, tidak ada namanya calon tunggal apalagi saat ini di masa Reformasi. Bahkan dia menyentil parpol yang mengorbankan kadernya untuk tidak maju.

"Memang politik itu rekayasa politik. Kok, bisa-bisanya sekarang parpol tidak mengajukan calon untuk bertarung. Contohnya Golkar. Ada beberapa figur yang rutin sosialisasi tapi tak dilirik partai," kata dia.

Dia menyebut demokrasi saat ini adalah liberal, meskipun secara yuridis Indonesia menganut demokrasi Pancasila. Tapi secara implementasi demokrasi liberal.

"Pada praktiknya muncul praktik transaksional. Sekarang yang muncul klan politik, karena punya uang maka menumbuhkembangkan keluarganya untuk mendapat jabatan politik," ujar dia.

"Kami akan deklarasi tanggal 2-3 Agustus di Malino, meminta partai ciptakan demokrasi sehat dorong kader maju pilkada baik Pilgub dan Pilbup," sambung dia.

Jegal Aliyah di Makassar

Sementara itu, Ketua Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sulsel, Amri Arsyid dan Ketua Partai Demokrat kota Makassar Adi Rasyid Ali sepakat untuk berpasangan untuk bertarung pada Pilwali Makassar. PKS saat ini memiliki 6 kursi sementara Demokrat memiliki 3 kursi. Jika dua Partai ini berkoalisi maka pasangan ini tinggal membutuhkan 1 kursi tambahan. Maju bertarung di Kota Daeng harus memiliki minimal 10 kursi dukungan dari parlemen.

Amri mengatakan dengan Adi Rasyid Ali untuk menjajaki koalisi dan menentukan poros baru setelah tiga pasangan calon dipastikan maju. "Jadi pertemuan ini kesempatan untuk berkoalisi.Insyaallah PKS dan Demokrat akan berkoalisi," ujar dia.

Untuk kekurangan satu kursi tambahan, Amri menyebutkan saat ini sudah membangun komunikasi dengan Hanura yang tidak memiliki kader untuk maju. Partai Oesman Sapta Odang ini memiliki 2 kursi di parlemen.

"Tentu kami berharap juga nanti Hanura kami berdua juga sudah mendapatkan surat tugas dari Hanura dan kalau dalam waktu dekat kita akan mengajak Hanura juga bergabung dalam koalisi," harap dia.

Siapa yang akan menjadi kandidat wali kota dan wakil wali kota? Amri menyebutkan ini tentu ada proses internal masing-masing partai. "Dalam waktu dekat akan ketemu di ujung. Karena ini politik jadi kita hargai proses ini, yang paling penting bagaimana komunikasi ini jalan," imbuh dia.

Adapun Adi Rasyid Ali mengatakan sepakat untuk berkoalisi. "Kesepakatan kami saya Partai Demokrat dengan PKS insyaallah kesepakatan ini bisa langgeng dan bisa sampai dengan B1-KWH," imbuh dia.

Mengenai Aliyah Mustika Ilham yang digadang-gadang berpaket dengan Munafri Arifuddin, Adi menyebutkan Demokrat itu punya mekanisme dan sistem.

"Sampai sekarang Ibu Aliyah tidak pernah mendaftar sebagai calon wali kota di Demokrat dan saya sebagai ketua Partai Demokrat Makassar sendiri yang menyaksikan tidak ada nama Ibu Aliyah mendaftar sebagai calon wali kota," kata Adi.
"Kami partai besar sama dengan PKS semua punya tahapan semua punya mekanisme dan saya yakin kita menjaga betul tahapan itu ini juga arahan dari ketua Demokrat Provinsi Sulawesi Selatan," sambung dia. (suryadi-fahrullah/B)

  • Bagikan