Motif Sengketa Hasil Pilkada ke MK, Pengamat: Ulur Waktu Pelantikan Calon Terpilih

  • Bagikan
Direktur Profetik Institute, Muh Asratillah

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Selatan (Sulsel) kumpulkan seluruh anggota KPU daerah di Hotel Claro, Jalan AP Pettarani, Kota Makassar. Menurut informasi, mereka dikumpulkan untuk menggelar rapat koordinasi bersama, salah satunya adalah untuk membahas kesiapan bukti-bukti dalam menghadapi sidang gugatan perselisihan hasil pemilihan (PHP) Pilgub Sulsel di Mahkamah Konstitusi (MK).

Menanggapi persiapan KPU ini, pengamat politik, Muhammad Asratillah menilai langkah KPU Sulsel sangat penting dalam memastikan proses hukum berjalan sesuai ketentuan. Menurutnya, KPU harus mempersiapkan segala alat bukti dan argumentasi yang diperlukan guna mempertahankan hasil Pilkada Serentak 2024 yang telah dilaksanakan.

“Karena pihak yang menggugat itu pasti menyasar KPU, terutama terkait hasil Pilkada. Jadi, KPU harus dalam posisi bertahan dengan mempersiapkan bukti bahwa Pilkada yang mereka selenggarakan itu legitimate, sesuai prosedur, dan tidak melanggar regulasi,” ujar Asratillah saat dikonfirmasi lewat WhatsApp (WA), Minggu (15/12/2024).

Asratillah menekankan bahwa KPU perlu bersikap terbuka dalam menghadapi gugatan peserta Pilkada 2024 ke MK. Terlebih, menurut dia tidak ada penyelenggaraan Pilkada yang benar-benar sempurna karena akan selalu ada potensi kesalahan teknis, baik besar maupun kecil.

“KPU harus memandang gugatan ke MK sebagai instrumen evaluasi kinerja. Dengan demikian, Pilkada berikutnya bisa diselenggarakan lebih baik,” jelasnya.

Terkait potensi gugatan yang terkadang mental di MK, Asratillah menyebut hal itu bergantung pada persyaratan formil yang telah ditetapkan MK. Salah satu syarat yang sering menjadi penghalang adalah selisih suara maksimal dua persen antara pasangan calon.

“Kalau melihat Pilkada di Sulsel, hanya di Jeneponto yang selisihnya dalam batas 0,5 persen antara kandidat nomor dua dan tiga. Sementara untuk Pilgub Sulsel dan daerah lain, selisih suara cukup jauh," ungkap Asratillah.

Selain itu, gugatan ke MK ini menurut Asratillah ada beberapa alasan di balik pengajuan gugatan meskipun peluang untuk diterima si penggugat sangat kecil. Salah satunya adalah untuk memperlihatkan bargaining politik, baik untuk kepentingan partai maupun aktor politik tertentu.

“Jadi gugatan ke MK itu bisa menjadi alat bargaining politik agar beberapa aktor politik yang kalah tetap mendapat tempat di pemerintahan yang menang,” tuturnya.

Selain itu, Asratillah juga mencermati kemungkinan motif mengulur waktu pelantikan kepala daerah terpilih. Menurutnya, hal ini juga bisa saja salah satu motif utamanya oleh petahana yang masih memiliki agenda yang ingin diselesaikan sebelum masa jabatannya berakhir.

“Kalau misalnya pelantikan seharusnya Februari, tapi gugatan mereka diterima MK, pelantikan bisa mundur sampai Maret. Jadi, mereka masih punya waktu sekitar satu bulan untuk menuntaskan pekerjaan yang tersisa,” pungkasnya. (Isak Pasa'buan/B)

  • Bagikan