MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Skandal uang palsu (upal) yang melibatkan Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, terus menjadi perhatian publik. Salah satu nama yang disorot dalam kasus ini adalah Annar Salahuddin Sampetoding (ASS), seorang pengusaha sekaligus politikus yang kini menjadi buronan polisi.
Annar Sampetoding diduga terlibat dalam sindikat uang palsu yang melibatkan lingkungan kampus tersebut. Namun, hingga kini, ia mangkir dari panggilan penyidik Polres Gowa untuk menjalani pemeriksaan yang dijadwalkan pada Senin (23/12).
Nama Annar juga muncul dalam Surat Keputusan (SK) Tim Pemenangan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman (ASS) dan Fatmawati Rusdi, sebagai salah satu Dewan Penasehat. SK bernomor IST/KPTS/ANDALAN-HATI/IX/2024 tertanggal 17 Agustus 2024 itu menempatkan Annar pada urutan ke-24 dari total 26 anggota Dewan Penasehat.
Namun, Juru Bicara Tim Andalan Hati, Muhammad Ramli Rahim, membantah keterlibatan Annar dalam struktur tim pemenangan. Ia menegaskan bahwa Annar tidak pernah hadir dalam pergerakan atau pertemuan selama masa kampanye.
"Kami tidak tahu soal nama Annar Salahuddin Sampetoding di tim Andalan Hati. Tidak ada keterlibatan Annar di lapangan selama proses pilgub berjalan," ujar Ramli, Kamis (26/12).
Wakil Ketua Tim Andalan Hati, Rahman Pina, turut menguatkan bantahan tersebut. Menurutnya, nama Annar hanya tercantum dalam susunan awal yang kemudian direvisi. "Nama itu mungkin ada di struktur awal-awal, tapi belakangan tidak aktif sehingga dicoret," jelasnya.
Selain disebut dalam tim pemenangan Andalan Hati, Annar juga dikaitkan sebagai kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Namun, Sekretaris PKS Sulsel, Rustang Ukkas, menegaskan bahwa Annar tidak terdaftar dalam sistem data kader internal PKS.
"Nama Annar tidak ada di database kami, baik sebagai kader maupun Dewan Pakar PKS. Pernah memang disematkan jas PKS secara simbolis dalam sebuah dialog, tapi itu hanya penghormatan," ujar Rustang.
Kasus ini memasuki tahap serius dengan sejumlah nama masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Para tersangka dijerat Pasal 36 ayat 1, 2, 3, serta Pasal 37 ayat 1 dan 2 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dengan ancaman pidana 10 tahun hingga seumur hidup.
Polisi terus mendalami jaringan sindikat uang palsu ini dan mencari keberadaan Annar Salahuddin Sampetoding, yang hingga kini belum memenuhi panggilan hukum. (Yadi/B)