MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Harga minyak goreng di Makassar masih gaduh. Sejumlah pasar tradisional di Makassar belum menerapkan harga yang ditentukan pemerintah Rp14 ribu perliter. Berdasarkan pantauan RAKYATSULSEL di Pasar Pa’baeng-baeng, harga minyak goreng perliter Rp16 ribu.
Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Makassar, Arlin Ariesta tidak stabilnya harga di pasar tradisional disebabkan sejumlah faktor. Salah satunya masih adanya panic buying di masyarakat. Termasuk adanya dugaan permainan harga yang dilakukan oleh para sales.
“Ini jalur distribusinya yang mau diikuti (ditelusuri) karena pedagang juga mengaku mendapat dari sales dengan harga tinggi. Saat ditanya sales siapa itu (pedagang) mereka tidak mengetahui dari mana. Karen dari distributor sudah jelas (harganya) dan itu yang dikuti salesnya dia bawa kemana barangnya (minyak goreng),” kata Arlin pada Harian Rakyat Sulsel, Minggu (6/3).
“Ini yang mau kita lakukan pengendalian supaya semua terlaksana sesuai dengan mekanisme untuk masyarakat. Artinya oknum-oknum yang mau memanfaatkan program (minyak goreng) ini kita sudah koordinasikan dengan penegak hukum dalam hal ini Satgas Pangan Polda Sulsel,” tambahnya.
Berdasarkan pengawasan Disdag Kota Makassar, sambung Arlin, stok minyak goreng dari distributor tak ada masalah. Sebab, penyaluran ke toko dan pasar dinilai masih normal. Dirinya menjamin ketersediaan stok minyak goreng untuk kebutuhan masyarakat masih terpenuhi.
“Yang terjadi itu sebenarnya pertama, pola konsumsi masyarakat yang kita sebut panic buying. Itu masih merupakan faktor pemicu antrian yang biasa terjadi. Mereka mengaku membeli stok untuk bulan Ramadhan, jadi konsumen itu sudah beli sekarang. Konsumen dengan supplier barang dari distributor itu tidak seimbang,” ungkapnya.
Rencananya, Disdag Kota Makassar akan menggelar rapat dengan pihak terkait seperti Satgas Pangan Polda Sulsel dan Dinas Perdagangan Provinsi membahas terkait penerapan harga eceran tertinggi (HET) di pasaran, Senin (7/3).
“Kami akan koordinasikan karena ini pemantauannya di pasar tradisional masih sulit. Sementara di tokoh ritel itu kuotanya terbatas. Maksudnya itu stoknya kadang dua sampai tiga dus saja dalam per pekan,” ungkapnya. (Isak)