MAKASSAR, RAKYATSULSEL – Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XX/2022 yang dibacakan pada hari Selasa, 20 Desember 2022 di Gedung MK, Jakarta pada pokoknya menyatakan Pasal 187 ayat (5), Pasal 189 ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dan lampiran III dan VI bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Sejak tahun 2009, Daerah Pemilihan (Dapil) memang diambil alih oleh DPR RI karena menjadi lampiran UU, demikian juga sejak Pemilu 2009 Dapil untuk DPR RI dan DPRD Provinsi menjadi bagian dari lampiran Undang-Undang hingga saat ini. Termasuk ketika penyusunan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Peneliti Hukum Lembaga Penelitian Sosial dan Demokrasi (LPSD), Muslim Haq menyambut baik Putusan MK tersebut. Menurutnya, putusan tersebut sudah tepat sebab sejatinya penataan dan penyusunan Dapil merupakan bagian dari kewenangan KPU.
“Tidak elok rasanya, kok pemain ikut-ikut mengatur ruang kontestasinya (Dapil), sehingga sudah tepat MK memutuskan menyatakan batal Pasal 187 ayat (5) dan Pasal 189 ayat (5) serta lampiran III dan IV, dan implikasinya KPU harus mengaturnya seperti pada Pemilu 2004 yang lalu,” jelas alumni Departemen Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin ini.
Menurut Muslim, panggilan akrabnya, pihaknya mengkalkulasi dengan waktu yang tersisa hingga Februari tahun depan, KPU bisa menyusun peraturan teknisnya untuk segera bisa dilakukan penyusunan Dapil DPR RI dan DPRD Provinsi.
“Kami yakin, KPU bisa menyiapkan peraturan teknisnya dengan cepat. Sehingga KPU dan KPU Provinsi bisa menyusun detailnya hingga draft policy papernya selesai. Apalagi dukungan sumberdaya manusia KPU saat ini jauh lebih kuat, alumni-alumni S2 tata kelola pemilu yang ada di KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota saya yakin bisa mensupport lembaga penyelenggara pemilu tersebut,” terangnya.
Menurutnya, KPU harus membuka ruang kepada publik. KPU sebaiknya mengajak para ahli dan peneliti yang concern dengan isu-isu Pemilu untuk terlibat memberikan masukan, termasuk stakeholders Pemilu pada umumnya.
“Agar waktu yang tersedia berjalan efektif, KPU perlu membuka ruang bagi para ahli, akademisi dan peneliti yang concern dengan isu Pemilu, dan stakeholders pada umumnya,” pungkas Muslim. (*)