Hampir Sebulan, Hasil Tim Investigasi Unhas Tewasnya Virendy Belum Diungkap

  • Bagikan
Suasana Pembongkaran Makam Mahasiswa Unhas Tewas saat Diksar. (A/Isak)

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Hasil penyelidikan Tim Investigasi yang dibentuk Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar atas tewasnya Virendy Marjefy Wehantouw (19) saat mengikuti Pendidikan Dasar (Diksar) Mapala 09 Unhas belum diungkap pada publik.

Tim Investigasi sendiri diketahui melibatkan tiga unsur untuk melakukan investigasi terpadu. Tiga unsur yang terlibat ini semuanya berasal dari internal Fakultas Teknik Unhas Makassar yaitu unsur Komisi Disiplin Fakultas Teknik, unsur Direktorat Kemahasiswaan dan Bimbingan Karir, serta unsur Program Studi Psikologi Unhas.

Kepala Humas Unhas Makassar, Supratman saat dikonfirmasi Rakyat Sulsel menyebut hingga saat ini dirinya belum menerima hasil dari penyelidikan Tim Investigasi.

"Belum ada disampaikan (hasilnya) oleh tim yang memeriksa itu mahasiswa," kata Supratman, Kamis (2/2/2023).

Supratman juga mengatakan bahwa hingga saat ini informasi apakah Tim Investigasi yang dibentuk telah selesai melakukan pemeriksaan atau belum. Diapun menyarankan untuk mengkonfirmasi langsung kepada Dekan Fakultas Teknik Unhas Prof Muhammad Irsan Ramli akan perkembangan investigasinya.

"Sampai sekarang belum diberitahu bahwa sudah selesai kerjanya tim (investigasi). Mungkin bisa kita hubungi dekannya (Prof Muhammad Irsan Ramli)," ucapnya.

Sementara Prof Muhammad Irsan Ramli yang ikut dikonfirmasi akan hasil investigasi tidak memberikan respon.

Terpisah tim kuasa hukum keluarga almarhum Virendy, Yodi Kristianto memberikan keterangan terkait kasus yang menimpa kliennya. Dia menyampaikan keluarga korban telah menyampaikan sejumlah kejanggalan atas meninggalnya Virendy.

"Mulai dari informasi yang simpang siur mengenai bagaimana proses evakuasi dan penanganan kesehatan Virendy pada waktu kritis, hingga indikasi ada upaya untuk menghalang-halangi keluarga untuk mengetahui bagaimana sebenarnya situasi dan kondisi di lapangan," kata Yodi.

Yodi menyebut kejanggalan pertama dalam kasus ini di mana saat korban berada di RS Grestelina Makassar pihak keluarga hanya diberitahu penyelenggara bahwa kondisi Virendy kritis sehingga keluarga mencari sendiri di Ruang IGD, tetapi akhirnya mendapati almarhum telah berada di kamar mayat.

"Ada ketidak konsistenan informasi yang diberikan pihak Mapala 09 Unhas saat diberondong pertanyaan oleh pihak medis RS Grestelina maupun pihak keluarga yang ingin mengetahui secara pasti penyebab kematian Almarhum," tutur Yodi.

Selain itu, informasi yang disampaikan Ibrahim selaku Ketua Mapala 09 Unhas atau perwakilan panitia Diksar mengatakan kepada keluarga korban bahwa panitia dan peserta yang lain tetap melanjutkan kegiatan Diksar.

Namun faktanya setelah ditelusuri, semua peserta telah dipulangkan ketika proses evakuasi Virendy. Demikian juga ketika dicecar pertanyaan oleh pihak medis RS Grestelina mengenai keberadaan panitia yang menurut Ibrahim sedang menuju Polres Maros saat mereka mengantarkan Virendy ke RS Grestelina. Padahal menurut ayah korban, James, tidak ada laporan polisi mengenai adanya korban dalam pelaksanaan Diksar. "Itu bohong belaka," ucapnya.

Keluarga korban dinilai wajar menaruh kecurigaan bahwa panitia menyembunyikan sesuatu atas kasus ini. Apalagi pernyataan bahwa korban berada dalam kondisi kritis saat evakuasi, tetapi bukannya dievakuasi ke rumah sakit terdekat, malahan korban di bawa ke RS Grestelina Makassar.

"Saat ditanyai keluarga korban, Ibrahim (ketua Mapala 09 Unhas) menjawab itu keputusan rapat. Apakah anda harus merapatkan dahulu saat seseorang sudah hampir meregang nyawa? Bukankah ada berapa rumah sakit yang anda lewati saat perjalanan dari Maros ke Makasaar? Dan mengapa harus RS Grestelina, sedangkan anda tahu seberapa jauh jarak Maros dengan Makassar?," tuturnya.

Sejak awal Yodi menganggap ada yang tidak beres dalam pelaksanaan kegiatan Diksar, mulai dari tidak adanya izin kegiatan dari pihak kepolisian, tidak ada pendamping dari pihak kampus, tidak mengikutkan tim medis dalam proses Diksar, hingga keberadaan ketua panitia yang hingga hari ini belum jelas untuk dimintai keterangan.

"Sejauh ini tidak ada satupun dari pihak kampus yang datang secara kelembagaan, menyampaikan dukacita atau santunan secara langsung ke pihak keluarga. Bagaimanapun almarhum adalah bagian dari keluarga besar kampus Unhas, mengapa dari dekanat hingga Rektorat tidak satupun yang memiliki waktu untuk menemui keluarga Virendy," sebutnya.

Berdasarkan dua alat bukti yang cukup, pihak penyidik Polres Maros seharusnya sudah menetapkan tersangka. Apalagi keluarga korban selaku pelapor telah membeberkan bahwa luka-luka lebam di kepala, tangan dan kaki korban, serta bukti foto yang menunjukkan kondisi korban, sudah dapat dijadikan bukti petunjuk, ditambah keterangan saksi-saksi untuk menetapkan tersangka, berdasarkan pasal 184 KUHAP.

Bahkan kata dia jika terbukti ada upaya untuk menghalang-halangi proses hukum dalam penanganan kasus Virendy, juga bisa dijerat pidana berdasarkan pasal 221 KUHP.

"Saya bahkan dengan melihat foto-foto jenazah saat dimandikan dapat menyimpulkan, setidaknya korban mendapat pukulan benda tumpul dengan adanya luka lebam di kepala, korban mungkin juga dianiaya dan diseret yang dibuktikan dengan adanya luka lebam di bagian punggung, tangan dan kaki. Penyidik sepatutnya menduga bahwa telah terjadi tindak pidana pembunuhan dan memenuhi unsur pasal 338 KUHP. Pembunuhan adalah delik biasa dan tidak dibutuhkan aduan untuk bisa memprosesnya," kuncinya. (isak/B)

  • Bagikan