Sidang Kasus PDAM Lanjut Pembuktian

  • Bagikan
Sidang Eksepsi Kasus Korupsi PDAM Makassar di PN Makassar, Senin (22/5). (Isak/A)

MAKASSAR, RAKYATSULSEL -- Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Makassar menolak eksepsi terdakwa kasus dugaan korupsi di Perusahaan Daerah Air Minum Kota Makassar. Dengan demikian, persidangan akan dilanjutkan ke proses pembuktikan dengan pemeriksaan saksi-saksi.

Ketua majelis hakim, Hendri Tobing mengatakan berdasarkan hasil musyawarah, majelis hakim memutuskan menolak eksepsi kedua terdakwa. Keberatan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima. Dakwaan JPU dinyatakan lengkap. Terkait adanya perbedaan pendapat nantinya akan dibuktikan dalam persidangan perkara utama.

Majelis hakim menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sulsel sudah tepat dan sudah sesuai dengan syarat formil.
Selain itu, majelis hakim juga menganggap eksepsi yang diajukan terdakwa HYL sudah masuk dalam materi pokok perkara. Untuk itu, hakim ketua Hendri Tobing meminta ke JPU untuk segera menghadirkan saksi di sidang berikutnya.

"Menyatakan bahwa surat dakwaan penuntut umum telah disusun secara cermat, jelas dan tepat. Kemudian memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan perkara ini dengan menghadirkan saksi dan ahli," sebut Hendri Tobing, Senin (29/5/2023).

"Sidang selanjutnya akan digelar pada Senin, 5 Juni dengan agenda mendengar keterangan saksi," lanjut Hendri.

Menanggapi penolakan eksepsi hakim, penasihat hukum terdakwa Haris Yasin Limpo dan Irawan Abadi, Yasser S Wahab menyatakan pihaknya patuh dan tunduk dengan putusan. Dia memastikan akan menyiapkan saksi dan ahli yang meringankan kliennya.

"Kami tetap menghormati putusan dari majelis hakim, mau tidak mau harus kita terima untuk lanjut ke pokok perkaranya. Tapi tetap kita punya pendapat sendiri soal itu," kata Yasser.

Yasser menuturkan, dalam sidang lanjutan nantinya, dia dan penasihat hukum lainnya bakal menghadirkan para saksi dan ahli sesuai permintaan majelis hakim. Dia juga mengaku akan menyusun dan ingin melihat siapa-siapa saksi yang akan dihadirkan oleh penuntut umum.

"Kalau itu sementara dilihat lagi dulu saksi-saksi yang akan diajukan oleh jaksa penuntut umum, nanti disesuaikan juga dengan saksi kami untuk saksi meringankan, termasuk ahli maupun alat bukti tambahan," tutur Yasser.

Adapun dalam sidang sebelumnya, JPU membacakan dakwaan terhadap dua terdakwa HYL dan Irawan Abadi terkait pasal primer 2 ayat 1 juncto pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) RI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana, telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Selain dakwaan primer, terdakwa juga didakwa dengan dakwaan sekunder Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Selain terdakwa HYL, eksepsi tersebut sudah mewakili terdakwa lainnya yakni Irawan Abadi yang juga ikut ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Sulsel karena diduga terlibat dalam kasus korupsi PDAM Makassar dengan kerugian negara sebesar Rp 20 miliar.

Sebelumnya, dalam eksepsi terdakwa disebutkan bahwa terdakwa hanya melaksanakan pengusulan/permohonan pembagian laba incasu Dana Tantiem dan Bonus/Jasa Produksi pada pembagian Tantiem dan Bonus/Jasa Produksi untuk periode tahun 2017.
Terdakwa mengusulkan dalam surat permohonannya kepada Wali Kota Makassar sesuai Surat No.104e/B.2/II/2018 tanggal 7 Februari 2018 tentang Permohonan Penetapan Penggunaan Laba Tahun 2017 in casu Tantiem dan Bonus/Jasa Produksi, dengan lampiran satu buku. Kemudian, mendapat persetujuan dari Wali Kota Makassar sesuai Surat Keputusan Wali Kota Makassar No.845/900.539/Tahun 2018, tanggal 13 Februari 2018.

"Uraian surat dakwaan Penuntut Umum tidak menyatakan dengan pasti berapa jumlah kerugian negara yang timbul akibat perbuatan terdakwa. Dengan demikian, kekaburan jumlah kerugian negara tersebut hanya bersifat asumsi (gelondongan) yang tidak dapat dibenarkan dalam konteks kerugian sebagaimana dakwaan penuntut umum," kata Yasser.

Dalam sidang terungkap, pembayaran Tantiem dan Bonus/Jasa Produksi Tahun 2017 yang dibayarkan pada Bulan Maret 2018 dengan total Rp3.910.036.592 dilakukan sesuai Perda No 6 Tahun 1974 sebagaimana pelaksanaan pembagian pembayaran Tantiem dan Bonus/Jasa Produksi Tahun 2016 yang dibayarkan pada tahun 2017 dan pembagian pembayaran Tantiem dan Bonus/Jasa Produksi Tahun 2015 dibayarkan Tahun 2016.

Demikian pula halnya dengan adanya uraian Pembayaran Tantiem, Bonus/Jasa Produksi Tahun 2018 yang dibayarkan tanggal 21 November 2019 berdasarkan Keputusan Kepala Daerah yang mewakili Pemerintah Daerah dalam Kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan pada Perusahaan Umum Daerah Air Minum Kota Makassar (KPM) No.002/KPM.MKS/XI/2019 tanggal 20 November 2019 tentang Penetapan Penggunaan Laba Bersih Perumda Air Minum Tahun 2018 yang ditandatangani oleh KPM Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Kota Makassar Dr Muh Ikbal Samad Suhaeb SE MT (tantiem 5%, bonus 5%), dimana pada saat itu terdakwa sudah bukan lagi menjabat sebagai Dirut PDAM sejak tanggal 25 September 2019.

"Dengan demikian, sangat tidak adil jika terdakwa yang harus bertanggungjawab untuk perbuatan yang bukan dilakukannya tersebut. Tegasnya, terdakwa sudah tidak memiliki kewenangan dalam pembayaran Tantiem dan Bonus 5% atas laba tahun 2019 ataupun tidak terdapat actus reus maupun mens rea dari terdakwa terhadap pembayaran Tantiem dan Bonus/Jasa Produksi tahun 2019 tersebut," urai Kuasa Hukum terdakwa dalam sidang.

Adapun kewenangan yang dilakukan oleh terdakwa adalah, pembayaran Tantiem Tahun 2017 senilai Rp3.910.036.592,00; pembayaran Jasa Produksi Tahun 2017 senilai Rp7.432.242.300,60.
"Sehingga, terdapat selisih Rp7.852.713.215 yang didakwakan kepada terdakwa, namun faktualnya bukanlah perbuatan terdakwa. Sehingga, dakwaan menjadi tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap, karena apa yang didakwakan pada Terdakwa tidak sesuai fakta yang sesungguhnya," tegasnya. (isak pasa'buan/B)

  • Bagikan