Ia menyebutkan, bahwa regulasi yang ada terkait jalur zonasi itu memang masih membuka ruang adanya kecurangan. Surat keterangan domisili yang diterbitkan oleh kelurahan dianggap rawan dimanipulasi.
"Status famili lain kita kaji ke depannya sebaiknya KK itu untuk anak dan cucu saja supaya tidak ada istilah pindah darurat. Memang persoalan kedua, orang tua/wali mencari cara-cara lain untuk bisa lolos," terangnya.
Ismu Ikandar membeberkan bahwa ada potensi hasil verifikasi laporan tersebut menimbulkan situasi di mana siswa yang melakukan kecurangan akan dikeluarkan dari sekolah dan digantikan oleh calon siswa yang secara kelayakan lebih berhak lolos jalur zonasi.
Meski demikian, untuk memastikan semua anak bisa sekolah, Ombudsman telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan agar melakukan kerja sama dengan institusi pendidikan swasta terkait siswa yang tidak tertampung.
"Arahnya ke situ (yang curang dikeluarkan dan digantikan oleh siswa yang layak) supaya juga ada efek jera agar kecurangan itu tidak lagi dilakukan. Mudah-mudahan waktunya terkejar, karena ini sudah masuk sekolah," tukas Ismu.
Sebelumnya, Ismu Iskandar menuturkan, juga ada laporan dari luar Kota Makassar. Namun, penyelesaiannya lebih cepat. Mengingat, di daerah jarang ada penumpukan pendaftar di satu sekolah. Berbeda dengan di Kota Makassar, di mana beberapa wilayah tidak terdapat SMA negeri.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Sulsel, Iqbal Nadjamuddin mengungkapkan, Pihaknya selama ini tidak pernah menerima laporan serupa. Namun, untuk ketujuh laporan yang tengah diverifikasi Ombudsman sudah sampai ke pihaknya.
"Sementara dirampungkan dulu korektifnya Ombudsman, nanti kami tunggu rekomendasinya," ungkapnya. (Abu/B)