Terbukti Lecehkan Tahanan Wanita di Rutan Polda Sulsel, Seorang Polisi Disanksi Demosi 7 Tahun

  • Bagikan
Sidang etik Briptu S di Mapolda Sulsel (sumber: LBH Makassar).

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Oknum anggota Polisi Briptu Sanjaya terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap seorang tahanan perempuan yang mendekam di Rutan Dittahti Polda Sulsel inisial FM. Atas perbuatannya, Briptu Sanjaya dijatuhi sanksi mutasi bersifat demosi selama 7 tahun.

Sanksi yang dijatuhkan pada Briptu Sanjaya diputuskan dalam sidang etik yang digelar di ruang sidang Bid Propam Polda Sulsel, Jalan Perintis Kemerdekaan, Kota Makassar, pada Selasa (5/12/2023) lalu.

Kabid Propam Polda Sulsel Kombes Pol Zulham Effendi dikonfirmasi mengenai putusan tersebut membenarkan. Meskipun tak dijelaskan apa-apa saja alasan Briptu Sanjaya dijatuhi sanksi demosi.

"Benar sudah sidang kode etik," singkat Kombes Pol Zulham Effendi saat dikonfirmasi, Kamis (7/12/2023).

Sementara itu, Kepala Bidang Gender Lembaga Bantuan Hukum Makassar Mira Amin yang melakukan pendampingan terhadap korban mengaku kecewa dengan Propam Polda Sulsel. Pasalnya, kasus pelecehan seksual terhadap kliennya sudah lama terjadi.

"Bagi kami sebenarnya sangat mengecewakan. Pertama kasus ini sudah bergulir cukup lama dan banyak menjadi atensi publik," ungkap Mira.

Ia mengaku dalam sidang etik dan disiplin yang digelar beberapa hari lalu terungkap bahwa pelecehan seksual dilakukan Briptu S tidak hanya sekali. Ia pun merasa seharunya Briptu S mendapatkan hukuman Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) alias pemecatan.

"Dengan fakta persidangan yang hadir bahwa perbuatan pelecehan seksual itu bukan hanya sekali, tetapi sudah perbuatan berulang. Kami sangat bersepakat dengan tuntutan yang dibacakan jaksa penuntut untuk PTDH," bebernya.

Apalagi, Briptu S sebelumnya juga pernah menjalani sidang etik dan disiplin. Dengan putusan tersebut, LBH Makassar menilai sanksi yang diberikan kepada Briptu S tidak memberikan efek jera terhadap terduga pelaku itu.

"Si pelaku ini sebenarnya sudah pernah juga melakukan sidang etik sebelumnya. Jadi ini merupakan sidang kedua dan menurut kami sidang etik itu tidak selalu membawa efek jera kepada pelaku. Jadi harusnya memang pilihan terakhir terhadap pelaku adalah PTDH untuk memberikan keadilan kepada korban," sebutnya.

Sementara terkait laporan pidana, Mira mengaku masih belum ada perkembangan. LBH Makassar terus mendesak PPA Ditreskrimum Polda Sulsel agar proses pidananya dipercepat.

"Kami sudah mendesak ke Polda Sulsel untuk mempercepat proses pidananya. Sejauh ini prosesnya masih penyelidikan. Jadi sudah dilakukan pemeriksaan bahkan terhadap terduga pelaku. Tetapi sampai saat ini polda belum mau menaikkan statusnya ke penyidikan. Bahkan sampai saat ini belum ada penetapan tersangka," tutur Mira.

Dalam persidangan itu diketahui dihadirkan 7 orang saksi, yang terdiri 4 orang anggota Polda Sulsel dan 3 orang tahanan Rutan Polda Sulsel. Dari saksi yang dihadirkan, diperoleh keterangan Briptu S melakukan pelecehan seksual verbal dan nonverbal secara berulang terhadap FM.

Untuk itu, FM yang didampingi tim penasihat hukumnya dari LBH Makassar juga ikut mendengar dan menyaksikan jalannya persidangan dan mendengar putusan dijatuhkan mengaku sangat kecewa. Pasalnya, vonis yang diberikan kepada Briptu S dinilai sangat jauh dari harapannya korban.

“Kalau mengingat perbuatan pelaku kepada saya sudah berulang yang bahkan menyebabkan saya trauma dan harus bertemu psikolog, rasanya tidak adil kalau pelaku hanya dikasih sanksi ringan. Dia akan tambah seenaknya lakukan pelecehan ke tahanan kalau tidak dikasih efek jerah, dan mungkin saja akan ada korban lain,” tutur FM.

Sebelumnya diberitakan Rakyat Sulsel, seorang tahanan perempuan mendapatkan perlakuan tak senonoh oleh oknum Polisi yang bertugas di Polda Sulsel. Berdasarkan informasi yang diperoleh, dugaan pelecehan terhadap FM terjadi pada akhir Juli 2023 lalu.

Dimana Briptu S saat melancarkan aksi cabulnya, diduga dalam pengaruh minuman keras (miras) lalu masuk ke sel tahanan perempuan, atau tempat korban ditahan.

Saat masuk ke sel FM, Briptu S ikut berbaring tepat di belakang FM yang saat itu sedang tertidur, lalu memeluk FM dari belakang sambil memegang bagian sensitifnya.

Tidak hanya itu, Briptu S juga mengajak korban ke toilet tahanan, diduga untuk melakukan hubungan badan, namun korban menolak.

Bukannya berhenti, pelaku kembali membisikan kata-kata yang tidak pantas kepada korban. Lalu kemudian pelaku buka celananya dan memaksa korban untuk melakukan oral seks.

Hal itu diungkapkan kerabat dekat FM, H (29), kepada wartawan saat melaporkan kasus ini ke LBH Makassar.

"Jadi ada sebelumnya itu, dengan oknum polisi yang sama. Lebih dari satu (kali) yang jelasnya. Seringlah. Sudah saya tahu karena dia (FM) cerita semua. Tapi kali ini yang paling parahnya kali ini," ungkap H.

"Jadi yang kemarin-kemarin itu yang sering pelaku (SA) lakukan misalnya korban jalan langsung tiba-tiba dia pegang dadanya, ada juga langsung tiba-tiba pelaku ini pegang pantatnya," sambungnya.

Kata H, FM saat ini trauma dan takut atas kejadian yang dialaminya saat ditahan sejak 9 Mei di Dit Tahti Polda Sulsel. Karena beberapa kali Briptu SA keluar masuk sel perempuan.

"Selalu itu dia (FM) bilang trauma dan takut setelah alami beberapa kali kejadian itu, apalagi kalau sudah melapor langsung dikucilkan di sana, sama polisi lain. Dan tidak ada pendampingan," pungkasnya. (Isak/B)

  • Bagikan