Sepanjang Tahun 2023, Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak Tahun Capai 1.606 orang

  • Bagikan
ILUSTRASI

MAKASSAR, RAKYATSULSEL.C- Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana (DP3A Dalduk KB) Sulsel menangani 1.606 orang yang menjadi kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang tahun 2023 lalu.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Bidang PPPA Dinas P3A Dalduk KB Sulsel, Meisy Papayungan saat dikonfimasi Rakyat Sulsel, Kamis (4/1/2024).

Kata dia, dari Jumlah tersebut, berdasarkan usia korban yang mengalami kekerasan ialah anak, 0-5 tahun sebanyak 132 kasus, usia 6-12 tahun sebanyak 316 kasus, 13-17 tahun dengan jumlah kasus 613 kasus, usia 18-24 tahun 188 kasus, usia 25-44 tahun sebanyak 282 kasus, usia 45-59 tahun sebanyak 65 kasus, dan usia 60 tahun keatas sebanyak 10 kasus.

“Kasus kekerasan itu mayoritas dialami oleh anak dengan usia 13-17 tahun,” ujarnya.

Ia menyampaikan jika berdasarkan jenis kekerasan yang dialami korban, kekerasan fisik itu sebanyak 616 kasus, kekerasan psikis sebanyak 535 kasus, kekerasan seksual 556 kasus, eksploitasi sebanyak 12 kasus, trafficking sebanyak 38 kasus, dan kekerasan lainnya itu sebanyak 184 kasus, total kasusnya 2.080 kasus.

“Jadi setiap orang itu tidak hanya menjadi korban satu kasus saja, ada juga yang sampai tiga jenis kasus bahkan lebih” sebutnya.

Ia menjelaskan, sebanyak 1.210 orang hanya mengalami satu kasus kekerasan, lalu 319 orang mengalami dua jenis kasus kekerasan, dan 76 orang mengalami tiga jenis kekerasan, dan satu orang mengalami lebih dari tiga jenis kekerasan.

Lanjut dia, mayoritas kasus kekerasan yang dialami oleh oleh perempuan terutama remaja itu pelakunya merupakan kenalan dari para remaja ini atau teman dekat. menurut klasifikasi yang dilakukan pihaknya, sebanyak 423 kasus kekerasan itu dilakukan oleh pacar atau teman, termasuk kekerasan seksual dan prostitusi online.

Ia juga mengatakan, korban yang mengalami kasus eksploitasi seksual itu ialah korban iming-iming dari seseorang dengan tawaran pekerjaan dengan gaji yang tinggi.

Untuk kasus prostitusi online modus awal yang digunakan pelaku ialah menjanjikan pekerjaan kepada para korbannya dengan gaji yang tinggi, yang secara tidak langsung menggiurkan para remaja ini.

“Jadi modus-modusnya itu kan biasanya ada anak yang dikirim ke luar kota untuk bekerja melalui kenalan pada situs online pas ditelusuri ternyata menjadi korban eksploitasi seksual, di iming-imingi gaji tinggi baik jadi waiter dan sebagainya, ada juga dilakukan oleh teman dekat,” sebutnya.

Bahkan kata dia, dari semua jumlah kasus yang ditangani oleh pihaknya, itu semua berkoordinasi dengan pihak kepolisian, dan jika memang terjadi di daerah kabupaten dan kota itu akan ditangani oleh masing-masing PPPA.

Beragam pendampingan juga telah dilakukan pihaknya, baik pendampingan untuk pemulihan psikologi bagi para korban kekerasan hingga pendampingan bantuan hukum.

Ia mengimbau para orang tua dan masyarakat untuk saling memantau dan mempererat empati terhadap sesama warga agar kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat dicegah sedini mungkin. (Abu Hamzah/B)

  • Bagikan