Dipimpin Rusdi Hidayat Jufri, BARA IKAN Siap Bangun Kekuatan Ekonomi di Sektor Perikanan

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Masyarakat Indonesia kembali mendapat tekanan ekonomi dengan naiknya harga sejumlah bahan pangan dalam sepekan terakhir. Salah satu yang kenaikannya paling signifikan dirasakan masyarakat saat ini adalah beras. Dan persoalannya, kenaikan harga bahan pokok ini juga ber-efek pada kenaikan harga sejumlah bahan lainnya, seperti minyak goreng, garam, dan lain-lain.

Di tengah ancaman efek domino lonjakan harga pangan ini, beberapa pelaku ekonomi sumber daya laut di Makassar menggagas lahirnya perkumpulan BARA IKAN, sebagai sebuah gerakan yang mendorong lahirnya sebuah ekosistem bisnis, guna menopang ketahanan pangan laut di Indonesia.

Perkumpulan ini menunjuk salah satu pelaku usaha di Sulsel, Rusdi Hidayat Jufri sebagai ketuanya. Rusdi yang saat ini juga menjabat Ketua Komite Tetap Indusri kreatif di Kadin Sulsel menjelaskan, BARA IKAN adalah gerakan membangun interkoneksi kompetensi dengan memegang asas kesetaraan di kalangan anggotanya.

Menurut Rusdi, salah satu bentuk bisnis yang berkembang ke depan adalah bagaimana setiap pelaku usaha dapat bergerak dalam sebuah ekosistem bisnis yang saling menopang dan tumbuh bersama.

“Di dalamnya mengkoordinasikan kompetensi pasar, standar kualitas komoditas, kapasitas para penangkap ikan dan Quality Controll yang memenuhi standar pasar baik domestik maupun Internasional. Kami yang berkumpul ini memiliki kesamaan sikap soal potensi perikanan di Indonesia Timur yang sangat besar, yang bila dimanfaatkan dengan baik akan menjadi tulang punggung kemandirian ekonomi masyarakat pelaku ekonomi kemaritiman," ujar Rusdi.

“Bagaimanapun kalau daya beli masyarakat kita bagus, kenaikan harga bahan pangan, seperti dalam kasus beras sekarang ini, tidak akan menyebabkan tekanan ekonomi,” lanjutnya.

Rusdi menjelaskan, bahwa potensi hasil perikanan di Indonesia Timur, setara dengan 7 kali besaran Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Bila digarap dengan benar, sesuai kebutuhan pasar, hasil laut di Indonesia Timur berpotensi menghasilkan sebesar 39,6 juta dollar setiap tahun.

“Nilai ikan di dunia terkadang bisa menjadi sangat tinggi. Terutama beberapa jenis ikan yang diminati pasar karena menjadi makanan utama di negara mereka. Terlebih dengan isu tumpahan limbah nuklir di perairan Jepang mengganggu suply di beberapa negara. Maka nilai pembelian ikan yang triliunan rupiah yang selama ini mengalir ke Jepang, berpotensi beralih ke Indonesia, jika kita mampu bergerak cepat dan menangkap peluang," jelasnya.

Pihakny juga memproyeksikan, ke depan bisnis akan berkembang ke arah friend shore. Melihat pertumbuhan ekonomi di negara maju, sudah sangat rendah malah cenderung mengalami stagnan, maksimal hanya sebesar sekitar 3%. Sedangkan negara berkembang berpotensi bisa mencapai hingga 7%.

Artinya, kata Rusdi, sesama negara berkembang akan memilih berbisnis dengan sesamanya yang berkembang karena lebih menjanjikan. Hal ini disebabkan oleh sentiman pasar dunia yang berubah akibat kegagalan investasi negara maju termasuk bisnis start up. Hampir seluruh usaha mereka runtuh.

“Ini peluang, dan ini harus disambut baik. Dan, kesadaran tentang ini harus dibangun karena tidak ada dampak pada masyarakat luas kalau tidak ada inovasi dalam bentuk kerjasama ekonomi seperti ini,” jelasnya lagi.

“Dengan berbagai faktor tadi, kami melihat nilai tawar potensi laut dari wilayah Indonesia Timur saat ini sangat tinggi. Karena itu kami di BARA IKAN menggagas ekosistem ini, dengan segala optimalisasi jaringan dan sumber daya yang ada," pungkas Rusdi Hidayat. (*)

  • Bagikan