Koalisi Advokasi Jurnalis Sulsel Deklarasi Tolak Gugatan Perdata, Minta Sengketa Pemberitaan Dikembalikan ke Dewan Pers

  • Bagikan
Diskusi Publik Pembangkrutan Media dengan tema “Tantangan Perusahaan Pers dalam Menghadapi Gugatan Perdata” di Hotel Arthama, Jalan Haji Bau, Kota Makassar, Rabu (20/3/2024) .

MAKASSAR, RAKYATSULSEL -- Perlawanan terhadap gugatan media di Sulawesi Selatan (Sulsel) terus mengalir. Ada empat organisasi pers yang tergabung dalam Koalisi Advokasi Jurnalis (KAJ) Sulsel bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Makassar, menyatakan deklarasi penolakan atas gugatan perdata terhadap dua media online di Makassar, yakni Herald.id dan Inikata.co.id di Pengadilan Negeri (PN) Makassar.

Deklarasi tersebut disampaikan KAJ Sulsel bersama LBH Pers Makassar usai acara Diskusi Publik Pembangkrutan Media dengan tema “Tantangan Perusahaan Pers dalam Menghadapi Gugatan Perdata” di Hotel Arthama, Jalan Haji Bau, Kota Makassar, Rabu (20/3/2024) kemarin.

Dimana dalam diskusi yang dirangkaikan buka puasa bersama itu dihadiri berbagai jurnalis dan pimpinan media di Makassar.

“Kami AJI Makassar, IJTI Sulsel, PFI Makassar dan PJI Sulsel yang tergabung dalam Koalisi Advokasi Jurnalis Sulsel menyatakan menolak gugatan perdata dan meminta penyelesaian sengketa pemberitaan kembali menggunakan mekanisme di Dewan Pers sesuai yang diatur dalam UU No.40 Tahun 1999,” tegas Ketua LBH Pers Makassar, Fajriani Langgeng.

Sementara, Pengamat Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Judhariksawan yang hadir sebagai pembicara dalam diskusi publik tersebut mengatakan, bahwa pemahaman terhadap sistem hukum Pers sejauh ini belum merata di mata para penegak hukum.

“Ada sebuah prinsip yang seringkali menjadi bahan diskusi kami bahwa hakim itu dipandang tahu tentang hukumnya, maka jika ada yang meminta penyelesaian oleh pengadilan maka tidak bisa ditolak perkaranya. Tapi apakah benar semua hakim itu tahu semuanya, itukan jadi tanda tanya juga,” kata Prof Judhariksawan.

Menurut Prof Judhariksawan, bahwa gugatan terhadap dua media yang saat ini tengah bergulir di PN Makassar, harusnya dilihat dari prespektif hukum Pers (UU 40 Tahun 1999). Kendati gugatan tersebut menggunakan pendekatan KUH Perdata, namun Prof Judhariksawan meminta agar perkara ini ditempatkan secara proporsional.

“Tolong dilihat dari prespektif hukum Pers, apakah ini murni sesuatu yang quote and quote, hanya merupakan suatu gugatan perdata An sich? Apakah ini perbuatan melawan hukum semata-mata yang ada dalam Pasal 1365 atau 1372 KUH Perdata? Ataukah ini ada sesuatu yang lain perspektifnya. Ini harus diletakkan secara proporsional dulu,” ungkapnya.

Selain itu dijelaskan pula, bahwa jika perkara tersebut merupakan karya jurnalistik maka pihak pengambil keputusan dalam proses peradilan, seandainya melihat mekanismenya secara hukum seperti yang tertuang dalam SKB Tiga Menteri di UU ITE yang menyatakan sengketa pers sebagai lex specialis (hukum yang bersifat khusus).

“Dalam berbagai literatur bahwa UU Pers merupakan lex privi, harus didahulukan, kalau lex specialis bahkan dispesialiskan. Jadi tidak boleh lagi memproses karya jurnalistik itu di luar hukum yang lex specialis tadi,” sebutnya.

Prof Judhariksawan juga mendorong seluruh pembelajar hukum untuk memahmi bahwa karya jurnalistik merupakan lex specialis, dan melihat sengketa jurnalis tidak semata-mata sebagai gugatan kasus perdata.

Sementara Prof Firdaus Muhammad yang juga ikut hadir sebagai pembicara mengatakan, gugatan perdata terhadap dua media merupakan kecemasan yang berlebihan. Meski demikian, dia juga mengakui bahwa energi yang terkuras dalam menghadapi situasi tersebut bisa berdampak negatif bagi perusahaan Pers.

“Jadi, saya juga bertanya-tanya. Tingkat kerugian yang dialami itu, Rp700 miliar, Rp100 miliar setiap orang itu terlalu besar,” katanya.

Ia menyarankan untuk mengklarifikasi informasi yang tidak benar dan menggunakan hak jawab jika merasa dirugikan oleh pemberitaan media.

“Bangkrut itu bukan tentang berapa kerugian nominal, susahnya kita membangun media dan terverifikasi Dewan Pers, dan semau-maunya menyebut angka sekian ratus miliar,” ujarnya.

Prof Firdaus juga menyoroti perlunya mitigasi dan edukasi bagi media untuk meningkatkan pemahaman terhadap isu tersebut. Ia juga menekankan pentingnya kerjasama dengan pihak seperti kepolisian dalam menghadapi bahaya tersebut.

Untuk diketahui, gugatan dua media online, Herald.id dan Inikata.co.id di PN Makassar dengan nomor gugatan 3/Pdt.G/2024/PN Mks, bermula terkait pemberitaan tentang pemberhentian sejumlah pegawai Pemprov Sulsel, yang berjudul “ASN yang Dinonjobkan di Era Andi Sudirman Sulaiman Diduga Ada Campur Tangan ‘Stafsus’”

Adapun berita yang diterbitkan Herald.id pada 19 September 2023 lalu, telah memuat permintaan maaf disertai hak jawab. Namun, karena merasa tidak puas, eks pejabat publik yang merasa dirugikan atas pemberitaan itu kembali mengajukan gugata perdata di PN Makassar.

Adapun para penggugat, masing-masing Muh Hasanuddin Taiben, Andi Ilal Tasma, A Chidayat Abdullah, Arif dan Arman. Kelimanya merupakan eks Stafsus Gubernur Sulsel atau eks pejabat publik.

Para penggugat melalui kuasa hukumnya dalam tuntutan ganti kerugian dialamatkan tuntutan kerugian materil dari penggugat terhadap tergugat 3 dan 4 sebesar Rp100 miliar dan tuntutan kerugian in materil penggugat terhadap tergugat 1 sampai 4 senilai Rp 500 miliar. Begitu juga dengan tuntutan ganti kerugian terhadap tergugat 1 dan 2 sama dengan tuntutan kerugian tergugat 3 dan 4. (Isak/B)

  • Bagikan