MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Memasuki hari-hari menjelang pemilihan, tensi pertarungan antar kandidat di pemilihan kepala daerah akan semakin tinggi. Tim pemenangan kandidat di pemilihan kepala daerah serentak patut menjaga ritme gerakan dalam meraih simpati pemilih.
Kerja keras menyajikan atau mengenalkan visi, misi, program kerja ke masyarakat harusnya dikedepankan. Betapa tidak, sejumlah pengalaman politik membuktikan bila ada saja "kejadian luar biasa" yang seketika dapat mengubah peta elektabilitas. Blunder dari tim pemenangan bisa mempengaruhi hasil akhir penghitungan suara.
Pernyataan Ketua DPW Nasdem Sulawesi Selatan (Sulsel), Rusdi Masse Mappasessu memicu kontroversi menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulsel 2024 setelah menyampaikan orasi politik yang dinilai menyindir dan merendahkan salah satu calon wakil gubernur (cawagub) Sulsel.
Dalam orasinya, Rusdi Masse berbicara lantang di hadapan para pendukung dan simpatisannya. Ia dinilai menyindir secara halus dan sarat pesan, yang dianggap sebagai upaya merendahkan lawan politiknya. Ucapan inipun memicu respons dari berbagai pihak dan dianggap memanaskan suasana perpolitikan menjelang Pilgub yang hanya tinggal beberapa minggu lagi.
Sebelumnya, Rusdi Masse melontarkan pernyataan yang terkesan menyudutkan kandidat lain. Hal itu disampaikan Rusdi Masse saat berkampanye untuk pasangan 02, Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi di Kabupaten Pinrang, pertengahan pekan lalu.
Dalam video yang beredar luas, Rusdi melakukan orasi menyinggung ada calon wakil gubernur yang mengaku orang Pinrang, tapi tidak ada apa-apa yang bisa dibawa ke Pinrang. "Sedangkan kau caleg saja terpilih apalagi mau jadi calon wakil gubernur," ketus Rusdi dalam orasinya.
Pernyataan Rusdi tersebut diduga merujuk kepada calon wakil gubernur nomor urut 01, Azhar Arsyad yang maju berpasangan dengan Danny Pomanto. Azhar merupakan putra asli Pinrang. Ketua Partai Kebangkitan Bangsa Sulsel itu gagal terpilih pada pemilihan legislatif tingkat provinsi yang digelar Februari lalu.
Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Profesor Sukri Tamma mengatakan, pernyataan semacam itu bisa membawa dampak pada elektabilitas kandidat yang disindir maupun yang menyindir. Ia menilai dampak pernyataan itu pada pemilih bisa beragam.
"Sebenarnya tetap butuh survei untuk melihat pengaruhnya secara akurat, tetapi jika pernyataan tersebut disampaikan dengan nada menyerang, tentu ada upaya untuk mempengaruhi pemilih," kata Sukri kepada Harian Rakyat Sulsel, Minggu (3/11/2024).
"Terkadang sindiran yang bernuansa negatif bisa menurunkan citra kandidat yang disindir, namun di sisi lain juga bisa menimbulkan simpati dari masyarakat karena dianggap sebagai serangan personal," sambung dia.
Menurut Sukri, pernyataan Rusdi Masse ini menyiratkan dua kemungkinan. Pertama bisa menurunkan elektabilitas Azhar di mata pemilih, atau justru sebaliknya menimbulkan simpati terhadap Azhar.
Sukri menyebut, dalam konteks politik, tindakan menyindir lawan politik memang sering digunakan untuk menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap kandidat yang diserang. Namun di balik itu, kata dia, dijelaskan bahwa juga terdapat risiko serangan itu justru bisa dianggap tidak etis oleh publik, yang kemudian bisa membuat pemilih bersimpati pada kandidat yang diserang.
"Mungkin pengaruhnya seperti yang dibayangkan orang itu. Mungkin akan menurunkan image dan mendompleng suara sehingga barangkali ada pemilihan yang akan merasa tidak usah dipilih karena ada informasi seperti itu. Tapi, sisi lain juga berbahaya karena kalau ada pernyataan seperti itu lalu kemudian menimbulkan simpati dari masyarakat bahwa itu dianggap menyerang personal dan menyerang personal itu dianggap kurang etis, maka itu justru bisa berpengaruh pada pemilih dan malah bersimpati. Tapi saya tidak bisa menyatakan secara tegas karena belum ada survei, tapi berpotensi berpengaruh itu bisa saja terjadi," urai Sukri.
Dia mengingatkan, di masa-masa terakhir kampanye seperti ini ada baiknya tim pemenangan atau simpatisan untuk berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan. Terlebih jika pernyataan itu bisa memicu kontroversi di masyarakat.
Terlebih di hari-hari jelang pencoblosan, ketegangan politik akan semakin meningkat. Untuk itu, jangan sampai cara-cara yang digunakan seperti menyindir atau merendahkan kandidat lain justru membahayakan kandidatnya sendiri.
"Blunder di akhir masa kampanye bisa berdampak serius pada hasil pemilu, terutama ketika isu-isu yang digunakan menyinggung aspek psikologis atau etika," imbuh Sukri.
Sukri mengingatkan bahwa pemilih akan semakin fokus pada program dan rekam jejak kandidat ketika hari pemilihan semakin dekat. Oleh karena itu, ia menyarankan tim sukses agar menghindari strategi menyerang secara personal, terutama saat hanya tinggal menghitung hari menuju pemilihan.
“Tentu kita semua ingin suasana kampanye yang sehat. Persaingan harusnya diisi dengan program dan visi misi, bukan pada serangan pribadi yang bisa berujung kontraproduktif,” ujar dia.
Menurut Sukri, menjelang masa tenang yang akan dimulai pada 24 November mendatang, setiap tim pemenangan sebaiknya berhati-hati.
"Semakin hari semakin penting untuk fokus pada program. Pemilih sudah mulai mengerucut pada pilihannya, dan biasanya mereka lebih selektif dalam menanggapi isu-isu," kata dia.
Dalam pandangan Sukri, kampanye yang terkesan menyerang pribadi seringkali memicu reaksi negatif di kalangan masyarakat. Ia juga menambahkan bahwa masyarakat kini lebih selektif dalam menilai setiap informasi, terutama terkait fitnah, korupsi, atau isu sensitif lainnya. "Kampanye yang menyerang pribadi, apalagi yang tanpa bukti, bisa menjadi bumerang," tutur Sukri.
Sukri mengungkapkan bahwa pilgub kali ini seharusnya bisa menjadi wadah pendidikan politik yang baik bagi masyarakat. Untuk itu, hal ini penting terutama untuk menjaga moral dan citra positif dalam politik dan di mata pemilih.
“Pendidikan politik yang baik adalah melalui adu gagasan, bukan serangan personal. Masyarakat ingin melihat siapa yang punya program terbaik, bukan siapa yang paling keras menyerang,” ujar Sukri.
Dia menyarankan masyarakat Sulsel untuk lebih teliti dan kritis dalam menyerap informasi selama masa kampanye. "Kita tentu ingin persaingan program, persaingan visi misi. Jadi barangkali secara strategis hal-hal seperti ini dihadiri oleh kedua pasangan calon dan untuk masyarakat juga saya kira bisa lebih selektif, lebih evaluatif melihat informasi-informasi yang ada," kata dia.
Adapun, Wakil Ketua Bidang Media NasDem Sulsel Mustaqim Musma mengatakan, Rusdi Masse tidak bermaksud menyinggung siapapun dalam orasinya.
"Tidak ada unsur menyinggung, Gaya bahasa itu sebagai salah bentuk komunikasi politik RMS sebagai seorang politisi yang mengungkap realitas atau fakta politik hasil pemilu lalu," kata Mustaqim.
Pernyataan Rusdi Masse yang viral itu mendapat kecaman dan sorotan dari berbagai kalangan. Pendiri gerakan NU kultural, Mustafa Irate menilai dari pernyataan Rusdi itu menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak punya kualitas yang memadai.
"Pernyataan dia sangat ngawur," ujar Mustafa.
Dia membenarkan bahwa Azhar Arsyad memang gagal terpilih di Pileg. Namun, perolehan suara pribadi Azhar tetap melampaui perolehan suara dari beberapa caleg PKB Sulsel lainnya. "Pun, dengan hasil itu tidak boleh juga dianggap tidak layak untuk maju di Pilgub Sulsel 2024," imbuh dia.
Mustafa juga menyinggung Rusdi Masse yang seharusnya bersyukur dan berterima kasih pada masyarakat Kota Makassar yang masih mau menerima Fatmawati Rusdi jadi wakil wali kota Makassar di Pilwali 2020. Padahal jelas-jelas, kata dia, Fatmawati sempat kalah di Pilkada Sidrap 2018 saat melawan Dollah Mando.
"Kalau merasa diri kuat dan dikuatkan oleh dukungan partai yang banyak, relasi politik, dan amunisi finansial yang besar, kenapa mesti gelisah hanya karena seorang Azhar," tutur dia.
"Saya anggota partai yang mengusung pasangan Sudirman-Fatma tapi pernyataan Rusdi tetap pernyataan ngawur, sembrono, dan kekanak-kanakan," sambung Mustafa.
Sementara itu, Koordinator Generasi Muda Nahdlatul Ulama (GMNU) Sulawesi Selatan, Dzulfi menilai sindiran yang dilontarkan Rusdi Masse merupakan tindakan yang tidak menunjukkan etika politik yang sepatutnya. Menurut dia, Azhar layak maju di Pilgub Sulsel dengan berbagai pengalaman panjang di berbagai organisasi dan lembaga legislasi.
Dzulfi menekankan bahwa seharusnya perbedaan pandangan politik tidak mengarah pada sindiran pribadi yang dapat menimbulkan polemik di masyarakat.
"Sikap Rusdi dapat mencoreng prinsip etika politik yang seyogianya menjadi pondasi penting dalam menjalin hubungan antar-tokoh dan kelompok politik di Sulsel," imbuh dia.
Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor Kota Makassar, Muhammad Rizal Burahmat menilai "blunder" Rusdi Masse dapat memecah belah persatuan suku dan kedaerahan. "Saya kira pernyataan itu dapat memecah belah antara suku dan kedaerahan," sebut dia.
Dia pun mengatakan bahwa kata-kata tersebut tidak sepantasnya diucapkan oleh Rusdi Masse yang saat ini selain jadi ketua partai juga berstatus sebagai anggota DPR RI.
Menurut Rizal, pernyataan kontroversial Rusdi dinilai tidak etis sebab diucapkan di depan masyarakat Pinrang yang juga merupakan konstituen Azhar Arsyad saat menjadi legislator di DPRD Sulsel.
"Akan lebih baik ketika dia mengeluarkan kata-kata yang bijak untuk menjaga ketertiban, ketentraman, dan keamanan jelang pilkada nanti. Lontaran kata-kata itu bisa memicu riak-riak di kalangan masyarakat," kata dia.
Ketua Cabang Ikatan Mahasiswa DDI (IMDI) Kota Makassar, Ibrahim, mendesak Rusdi Masse meminta maaf atas pernyataan yang dianggap mengecilkan peran yang selama ini dilakukan Azhar Arsyad.
"Kami sangat menyayangkan pernyataan yang dikeluarkan oleh Rusdi Masse karena itu menandakan bahwa yang bersangkutan tidak memiliki cukup data sebelum berbicara di hadapan publik," ujar Ibrahim.
dia menegaskan, Azhar Arsyad adalah kader terbaik DDI, bukan hanya seorang politikus, tapi juga dikenal sebagai tokoh santri. Menurut dia, Azhar Arsyad menjadi salah satu politikus di Sulsel yang selalu hadir untuk kalangan menengah ke bawah, mulai dari pesantren, buruh tani, dan masyarakat miskin kota.
‘"Jarang ada politikus yang senantiasa memperjuang hak-hak buruh tani, apalagi pesantren," ujar Ibrahim.
Adapun Azhar Arsyad menyatakan menyerahkan kepada masyarakat untuk menilai. Sebab, kata dia, ruang kontestasi politik lima tahunan ini merupakan momentum untuk saling adu gagasan, bukan menyerang personal.
"Masyarakat tetap tenang. Inilah ruang edukasi dan menyerahkan kepada masyarakat untuk menilai," kata Azhar.
Ia mengatakan bahwa dalam politik, resiko paslon mendapat serangan baik secara personal maupun tindakan lain dari lawan politik tak dapat dihindari. "Tapi, kalau ada yang menyerang personal, ada yang menghina, ya, terima kasih saja," imbuh dia.
Waspada Kampanye Terselubung
Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulawesi Selatan mengimbau semua pihak, termasuk calon kepala daerah dan tim serta relawan agar tidak melakukan aktivitas kampanye terselubung di media massa yang terkesan mencuri start kampanye media sesuai waktu yang ditentukan.
Anggota KPU Sulsel, Hasruddin Husain mengatakan pihaknya melakukan sosialisasi iklan kampanye di media cetak dan elektronik. Hal itu bertujuan agar calon kepala daerah mematuhi aturan kampanye media yang telah ditetapkan. Jadwal kampanye di media baru dimulai pada 10 hingga 23 November 2024.
Tahapan kampanye melalui media diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) dengan penayangan iklan hanya diperbolehkan selama 13 hari sebelum masa tenang. "Pada masa tenang 24-26 November 2024, seluruh media cetak, elektronik dan daring, dilarang menayangkan iklan atau konten yang bisa menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon," kata Hasruddin.
Anggota Bawaslu Sulsel, Alamsyah menyampaikan pentingnya media dan para calon untuk mematuhi aturan kampanye guna menjaga integritas Pemilu. "Kami berharap semua pihak, termasuk media, mengikuti aturan dan menghindari konten yang mengarah pada hoaks atau isu SARA," ujar dia.
Bagi Alamsyah, sosialisasi ini menjadi langkah penting dalam mengedukasi media, agar turut mengawasi kampanye dan menyajikan berita dengan informasi yang faktual dan berimbang.
"Akan sangat membantu Bawaslu, dalam mencegah terjadinya pelanggaran kampanye di media massa," imbuh dia.
Dengan adanya sosialisasi ini, KPU dan Bawaslu berharap, seluruh media mampu menjalankan fungsinya sebagai pilar demokrasi, yang mendukung kampanye yang sehat dan informatif bagi masyarakat, sehingga Pilkada 2024 dapat berlangsung secara damai, adil, dan transparan. (suryadi-isak pasa'buan/C)