Polemik Eksekusi Lahan Eks Hamrawati Berlanjut, Pemilik SHM Surati Prabowo

  • Bagikan
Eksekusi lahan kosong beserta beberapa bangun ruko di Jalan AP Pettarani, Kelurahan Sinrijala, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, pada Kamis (13/2/2025) lalu,

MAKASSAR, RAKYATSULSEL -- Polemik eksekusi lahan kosong beserta beberapa bangun ruko di Jalan AP Pettarani, Kelurahan Sinrijala, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar, pada Kamis (13/2/2025) lalu, belum selesai. Sejumlah warga yang mengaku pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) lahan yang dieksekusi itu melakukan perlawanan.

Mereka meminta pertolongan kepada Presiden Prabowo Subianto karena menganggap putusan pengadilan berpihak kepada "mafia tanah". Sebagaimana diketahui, perkara ini melibatkan Andi Baso Matutu sebagai pemohon eksekusi melawan Saladin Hamat Yusuf dkk sebagai termohon eksekusi.

Kuasa Hukum Saladin Hamat Yusuf, yaitu Muh. Alif Hamat Yusuf mengatakan, selama ini opini yang muncul di permukaan seolah-olah sertifikat hak milik Hamat Yusuf yang merupakan orang tuanya, sudah dibatalkan. Tapi kenyataannya, kata dia, justru dikuatkan berdasarkan putusan PTUN dan berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI.

Adapun sertifikat yang dimaksud yaitu Sertifikat Nomor: 351/Tahun 1982, Surat Ukur Nomor: 294 tanggal 25 Februari 1982, dengan luas 42.083 M² atas nama Drs. Hamat Yusuf yang kemudian dipecah menjadi lima sertifikat, yaitu Sertifikat Hak Milik Nomor. 627, 628, 629, 630, 631, tahun 1994 yang kesemuanya atas nama Drs. Hamat Yusuf.

"Sehingga pernyataan yang disampaikan oleh Baso Matutu maupun kuasanya adalah fitnah dan pembohongan publik yang harus ditelusuri," kata Alif, kepada awak media, Minggu (16/2/2025).

Menurut Alif, sebelum eksekusi para ahli waris Hamat Yusuf telah menyampaikan situasi tersebut kepada semua pihak, namun sama sekali tidak didengarkan. Oleh karena itu, mereka akan menyampaikan keberatan kepada Presiden Prabowo Subianto.

"Kami sebelum eksekusi sudah menyurat ke bapak Kapolda, Kapolrestabes, Ketua Pengadilan, BPN, termasuk Presiden dan Wakil Presiden, termasuk instansi lainnya, namun eksekusi tetap dijalankan. Sehingga kami ini akan menyampaikan keberatan kepada bapak Presiden Republik Indonesia," ungkapnya.

Alif yang juga merupakan salah satu dari ahli waris menegaskan, bahwa objek tanah kepemilikan Saladin Hamat Yusuf dan kini sebagai ahli warisnya sebanyak 12 orang, telah didukung dengan bukti kepemilikan yang sah berupa sertifikat dan telah diperkuat dengan putusan-putusan pengadilan negeri, sampai tingkat banding.

Kemudian putusan Pengadilan Tata Usaha Negara, sampai pada tingkat banding, serta putusan Pengadilan Agama, sampai pada tingkat kasasi, dan beberapa bukti surat keputusan pemerintah setempat termasuk Dinas Tata Ruang dan Dinas Pendapatan Daerah yang berkaitan dengan pajak bumi dan bangunan.

"Berdasarkan hal-hal tersebut sudah sangat jelas bahwa eksekusi yang dilakukan oleh Andi Baso Matutu sebagai pemohon eksekusi yang sekarang masih berada dalam tahanan narapidana adalah tindakan mafia hukum, mafia peradilan, mafia tanah, dan merekayasa hukum," terangnya.

"Sehingga persoalan ini tidak boleh dibiarkan begitu saja dan harus diselesaikan sampai tuntas demi untuk menjaga bagaimana masyarakat Republik Indonesia sebagai negara hukum menjunjung tinggi hukum dan rakyatnya terlindungi sebagai warga negara," sambungnya.

Sebelumnya, ia juga melayangkan protes keras terhadap putusan pengadilan yang menjadi dasar eksekusi. Ia menilai majelis hakim tidak mempertimbangkan sejumlah bukti yang telah diajukan dalam persidangan.

"Majelis hakim memutus selama 12 bukti ada putusan KY, tapi tidak dipertimbangkan. Baso Matutu, tidak dipertimbangkan. Kita berbicara hukum, ada bukti, kenapa Baso Matutu yang dibenarkan?" ujar Alif sebelumnya.

Ia juga mengklaim telah menguasai lahan tersebut selama 84 tahun, serta rutin membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Bahkan menuding pihak pemohon eksekusi, Andi Baso Matutu, tidak memiliki dasar kepemilikan yang kuat.

"84 tahun saya kuasai, saya bayar PBB dan IMB-nya. Baso Matutu tidak pernah menguasai, tidak ada tanahnya di sini," tegasnya.

Selain itu, ia menyoroti dugaan ketidakadilan dalam putusan pengadilan, termasuk hilangnya barang bukti yang sebelumnya diajukan dalam proses hukum.

"Ada putusan KY bahwa hakimnya itu tidak adil memutus perkara, ada putusan pidana, bukti yang diajukan di persidangan ternyata palsu, tapi kenapa ini semua dibenarkan? Saya berbicara hukum, bukan pribadi dan ada bukti," lanjutnya.

Diapun mengaku telah mengajukan surat keberatan kepada berbagai pihak, termasuk Presiden, Wakil Presiden, serta sejumlah institusi pemerintah terkait. Namun, hingga saat ini ia mengklaim belum mendapatkan tanggapan atas aduan tersebut.

"Surat saya sudah masuk ke Presiden, Wakil Presiden, Istana, institusi pemerintah lainnya, BPN, Pengadilan, Kapolda, Kapolres, semuanya sudah tapi tidak ditanggapi," pungkasnya.

  • Bagikan