Hindari Kampanye di Masjid!

  • Bagikan
karikatur/rambo

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Bulan Ramadan menjadi momentum bagi pelaku politik praktis untuk meraih simpati demi mengerek elektabilitas pada Pemilu 2024. Pengurus masjid diminta selektif dan menolak tokoh-tokoh politik yang hendak melakukan kampanye terselubung.

Dua hari sebelum puasa, Ketua Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla alias JK telah mengeluarkan seruan untuk menolak upaya kampanye di masjid selama bulan Ramadan. Para politikus diminta menahan diri dan tidak melakukan upaya propaganda agar pelaksanaan ibadah di masjid dapat berjalan lancar.

Menurut JK, bila masjid dipergunakan untuk berkampanye politik praktis akan menjadikan tempat ibadah umat muslim itu sebagai tempat untuk menyanjung dan menjelekkan pihak lain.

“DMI sudah mengeluarkan edaran masjid itu harus steril dari politik praktis tidak boleh berkampanye di masjid. Karena kalau semua boleh dipakai oleh 24 parpol nanti bingung masyarakatnya, yang ada masjid jadi tempat menyanjung dan menjelekkan orang. Kalau di lapangan silakan tapi tidak di masjid, siapapun tidak boleh kampanye di masjid”, ujar JK.

Meskipun melarang masjid untuk dijadikan tempat berkampanye politik praktis, tapi JK mempersilakan masjid digunakan sebagai wadah untuk melakukan sosialisasi politik. Dalam hal ini masjid boleh dijadikan tempat bagi petugas pemilu untuk mengajak masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya atau memberikan sosialisasi tentang tata cara pelaksanaan pemilu.

“Kalau berbicara politik boleh, misalnya, mengajak jamaah untuk mendaftarkan diri jadi pemilih, boleh saja karena itu demokrasi. Termasuk mengajak masyarakat pada tanggal 14 Februari 2024 ke TPS, itu boleh karena mendukung pemilu yang jujur dan adil," ujar JK.

Pengamat ilmu komunikasi politik dari Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Firdaus Muhammad mengatakan Komisi Pemilihan Umun dan Badan Pengawas Pemilu perlu mewanti-wanti pengurus partai politik maupun bakal calon legislatif agar tak manfaatkan bulan Ramadan untuk ajang kampanye terselubung.

"KPU dan Bawaslu tidak sekadar mengingatkan parpol atau bakal calon, tapi perlu pengawasan dan ancaman sanksi tegas kalau ada yang ditemukan melakukan kampanye di masjid," ujar Firdaus.

Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi dan Dakwah UINAM itu menyatakan, upaya tersebut dilakukan sebagai mitigasi atau pencegahan agar partai dan calon tidak menodai bulan Ramadan dengan melakukan kegiatan yang melanggar aturan Pemilu.

"Mitigasi perlu, agar puasa Ramadan tidak menjadi momen yang berpotensi terjadinya pelanggaran. Sehingga dalam konteks ini Bawaslu dan KPU berkepentingan melakukan upaya pencegahan sejak awal," ujar Firdaus.

Dia berharap melalui upaya ini, bulan suci Ramadan menjadi sepi dari dugaan pelanggaran Pemilu. Jangan sampai hanya sebatas imbauan sehingga ada upaya kampanye terselubung yang kemudian berpotensi terjadi politisasi identitas dan politisasi SARA.

"Perlu juga sanksi tegas agar partai politik tidak curi start kampanye sebelum tanggal 28 November 2023. Biasanya kalau Ramadan ada saja orang-orang politik yang memanfaatkan momen ini untuk kampanye terselubung," imbuh dia.

Direktur Profetik Institute, Muhammad Asratillah mengatakan, semua pihak setidaknya bisa menahan diri untuk melakukan politisasi agama dan rumah ibadah. Menurut dia, secara umum pada pengalaman sebelumnya dan beberapa kasus di negara lain bahwa politisasi agama berpotensi menciptakan konflik horizontal di antara warga masyarakat. Ini karena wacana politik dibungkus dengan wacana agama yang sakral, sehingga politik yang berkarakter kompromi menjadi hitam-putih secara etis.

"Ini akan berkonsekuensi kepada cara pandang warga negara kepada yang berbeda pilihan, alih-alih yang berbeda pilihan atau kandat lain sebagai kompetitor malah dipandang sebagai musuh," ujar dia.

Asratillah mengatakan, rumah ibadah adalah fasilitas umum, sehingga akan miris rasanya jika dikapling untuk mensosialisasikan profil kandidat atau kelompok politik tertentu. Bukan berarti rumah ibadah menjadi kedap sama sekali terhadap isu-isu politik, tetapi isu politik yang bisa masuk ke rumah ibadah adalah yang masuk dalam kategori 'high politice'.

"Seperti isu hak-kewajiban politik warga negara, etika politik, kepemimpinan politik dalam perspektif agama masing-masing dan sebagainya," ujar dia.

Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin, Andi Ali Armunanto menyebutkan walau sudha ada seruan dari Dewan Masjid Indonesia, namun hampir dipastikan para bakal calon legislatif memanfaatkan Ramadan untuk kampaye.

Turutama, kata dia, anggota DPRD petahana yang akan menentukan jadwal dengan melakukan safari Ramadan ke daerah pemilihan (Dapil) dengan mengujungi masjid-masjid.

"Setiap mereka ngomong pasti ada politik yang kental dibahas. Persoalanya bisakah para pejabat ini memisahkan antara dirinya sebagai pejabat publik atau sebagai calon legislatif, calon gubernur, atau calon walikota. Ini tidak bisa ada yang menjamin," ujar Ali.

Itu sebabnya, kata dia, Bawaslu harus mengeluarkan aturan siapa yang boleh dan tidak boleh berbicara dalam masjid.

"Jangan sampai Bawaslu bertindak kalau pejabat yang akan maju lagi, sementara caleg pendakwa dilarang. Jadi butuh kejelasan larangan kampanye di masjid," ujar dia.

Ketua KPU Sulsel Faisal Amir menegaskan bahwa dalam undang-undang pemilu melarang bakal calon atau calon eksekutif legislatif dan capres melakukan kampanye atapun promosi diri kepada jemaah di rumah ibadah.

Menurut dia, larang ini berlaku bukan hanya saat bulan Ramadan melainkan di luar bulan suci tersebut. Hal ini dengan tujuan agar rumah ibadah bebas dari kepentingan politik.

"Yang pasti dalam undang-undang dilarang kampanye di dalam rumah ibadah. Berlaku universal bagi calon atau bakal calon legislatif, eksekutif, kepala daerah dan capres," ujar Faisal.

Dia menegaskan, larangan kampanye di rumah ibadah serta menggunakan atribut parpol segala macam sudah ditegaskan oleh KPU dan Bawaslu serta pemuka lintas agama.

Kendati demikian, kata Faisal, ada juga PKPU melarang kampanye atau sosialisasi di beberapa titik. Misalnya peserta Pemilu 2024 dilarang menggunakan tempat ibadah, pendidikan serta fasilitas pemerintah untuk kepentingan kampanye. Itu diatur dalam Pasal 280 huruf h Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Para calon anggota DPR, DPD, DPRD serta calon presiden-wakil presiden bisa dikenakan sanksi berat jika melanggar aturan tersebut. Hanya saja sanksi diberikan Bawaslu.

"Pelaksana, peserta dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan. Itu bunyi Pasal 280 huruf h UU Pemilu. Yang jelas tidak boleh. Dilarang itu rumah ibadah, tempat pendidikan dan fasilitas pemerintah," beber Faisal.

Menurut dia, sesuai regulasi KPU, masa kampanye akan dilakukan selama 75 hari dari 28 November 2023 sampai 10 Februari 2024. Ini juga berlaku bagi bakal calon eksekutif dan legislatif. Dengan demikian, kata dia, para bakal calon sebelum ditetapkan sebagai calon wajib mematuhi regulasi tersebut. Apalagi belum masuk tahapan masa kampanye sehingga perlu menghindari kampanye terselubung atau disebut curi start.

"Selama belum ada penetapan dan tahapan kampanye. Tidak boleh ada yang curi start sosialisasi diri di tempat yang dilarang," tegas Faisal.

Dia berharap semua pihak memanfaatkan bulan puasa untuk beribadah. Aktivitas politik harus menonjolkan ibadah. Karena memang dilarang melakukan kampanye di rumah ibadah. Itu sudah ada aturan sejak tahun lalu.

"Kami berharap kepada semua peserta pemilu dan calon peserta Pemilu menggunakan momentum bulan Ramadan untuk fokus beribadah, bukan kampanye," kata dia.

Komisioner Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad mengimbau kepada peserta calon legislatif dan eksekutif tidak memanfaatkan masjid sebagai ruang berkampanye. "Tempat ibadah, menjadi ruang bersama yang tenang, damai, dan sejuk untuk semua," ujar dia. harapnya.

Dia menegaskan, aturan kampanye pemilu termuat dalam PKPU nomor 23 Tahun 2018 tentang kampanye pemilihan umum. Secara teknis dan menurut aturannya, kampanye pemilu 2024 dilaksanakan start pada tanggal 28 November 2023.

"Untuk masa kampanye pemilu 2024 berlangsung mulai tanggal 28 November 2023 sampai dengan tanggal 10 Februari 2024. Sehingga, total masa kampanye pemilu 2024 dilaksanakan selama 75 hari," jelasnya.

Di sisi lain, pihaknya tak melarang adanya aktivitas kebaikan yang dilakukan pada saat Ramadan ini. Bawaslu mengimbau silakan gunakan kesempatan ini untuk berbuat kebaikan tetapi sepanjang tidak menyalahi aturan yang diatur dalam Undang-undang nomor 7 tahun 2017.

Para peserta Pemilu 2024 tetap boleh mendatangi tempat ibadah, pendidikan, dan fasilitas pemerintah di masa kampanye. Akan tetapi, tidak boleh membawa atribut kampanye.

"Fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye. Jika membawa hal berupa kampanye, maka bisa digolongkan sebagai pelanggaran," jelasnya. (Suryadi-Fahrullah/B)

  • Bagikan