Pemkab dan Polda Diharap Hentikan Pembangunan Pabrik Aspal di Maros

  • Bagikan
KONDISI PEMBANGUNAN PABRIK ASPAL. Tampak kondisi proses pembangunan Asphalt Mixing Plant (AMP) yang ada di Desa Samangki, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros. (Isak/RakyatSulsel)

MAROS, RAKYATSULSEL - Proses pembangunan Asphalt Mixing Plant (AMP) yang ada di Desa Samangki, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros mendapat penolakan keras dari masyarakat sekitar.

Salah seorang warga dari Desa Samangki, Victor Muharram mengungkap terkait keresahan dan penolakan masyarakat sekitar serta potensi dampak yang akan ditimbulkan ketika pabrik aspal tersebut mulai beroperasi.

“Wilayah yang menjadi lokasi pembangunan pabrik aspal itu adalah daerah resapan air dari beberapa sumber mata air, dengan kontur tanah yang berpori. Selain itu, limbah dari pabrik jelas akan mencemari tanah dan sungai. Apalagi, sungai-sungai sekitar dimanfaatkan oleh petani untuk mengairi daerah persawahan di Desa Samangki," ungkapnya, Senin (3/7/2023).

Selain Victor Muharram, Arun yang juga merupakan masyarakat dari Desa Samangki mulai mengeluhkan terkait apa yang masyarakat rasakan saat berjalannya proses pembangunan pabrik aspal di desa mereka.

"Sekarang, proses pembangunannya saja sudah ada dampak yang dirasakan oleh masyarakat seperti debu dari aktivitas kendaraan proyek. Makanya kami sebagai Masyarakat Desa Samangki menolak pembangunan pabrik aspal," jelasnya.

Polemik serta dampak dari pembangunan pabrik aspal yang dirasakan oleh masyarakat Desa Samangki juga mendapat respon dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan.

Kepala Divisi Perlindungan Ekosistem Esensial WALHI Sulsel, Nur Asisah menyebutkan bahwa pabrik aspal yang dibangun oleh PT Delima Utama melanggar aturan karena tidak memiliki izin.

"Pabrik aspal yang dibangun oleh PT. Delima Utama tidak memiliki izin, makanya pemerintah dan aparat kepolisian harus tegas dan menghentikan proses pembangunannya," katanya.

Selain itu, kata dia, dari informasi mereka kumpulkan diketahui bahwa perusahaan melakukan aktivitas tanpa sosialisasi terlebih dahulu dengan masyarakat di Desa Samangki.

Sehingga, lanjut Nur Asusah, kehadiran perusahaan tersebut menuai protes karena mengganggu masyarakat sekitar. Tak hanya itu, pabrik ini akan berdampak pada ekosistem dan menghancurkan habitat hutan, lahan perkebunan, dan sawah milik masyarakat.

"Pembangunan pabrik aspal yang tidak memiliki izin dan kajian lingkungan jelas akan mengakibatkan kerusakan yang cukup masif. Jika kerusakan terjadi, maka akan berdampak pada wilayah kelola masyarakat, bahkan sungai yang berada dekat dengan pabrik jelas akan tercemar", tutup Kepala Divisi Perlindungan Ekosistem Esensial WALHI Sulsel ini.

Oleh karena itu, masyarakat dan WALHI Sulsel mendesak agar pemerintah daerah dan aparat kepolisian turun tangan untuk menghentikan pembangunan pabrik aspal secara permanen. Terlebih jika melihat dampak dan kerusakan yang ditimbulkan bagi lingkungan dan masyarakat di Desa Samangki serta Kabupaten Maros pada umumnya. (Isak/B)

  • Bagikan