Andi Luhur : Netralitas ASN Masalah Serius yang Tak Pernah Usai

  • Bagikan
Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Andi Luhur Prianto

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI telah mencatat jika ada ada 999 dugaan pelanggaran Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Pemilu 2019 lalu. 89 persen kita rekomendasikan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Pilkada serentak 2020, secara nasional ada sekitar 1.536 dugaan pelanggaran Aparatur Sipil Negara melakukan pelanggaran, 91 persennya dia rekomendasikan juga ke KASN.

Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Andi Luhur Prianto melihat jika netralitas ASN merupakan masalah Pemilu yang tidak pernah serius diselesaikan.

"Dari Pemilu ke Pemilu, netralitas ASN semakin 'jauh panggang dari api'. Mobilisasi dukungan ASN adalah mesin politik yang paling efektif, selain faktor politik uang," katanya.

Dirinya menyebutkan penyebab ASN tak netral variabelnya banyak. Diantaranya kata dia setidaknya ada dua variabel penting. Pertama, karena faktor sejarah.

"Secara sosio-historis, korps ASN ini lahir untuk mengabdi kepada tuan atau pimpinannya. Di era demokrasi politik, ketika pimpinannya berpolitik, maka ASN harus bekerja secara politik pula," ujarnya.

"Kesanggupan bekerja politik itulah yang kadang disebut sebagai prestasi, kinerja dan loyalitas. Kalau kerja politik ASN berhasil, bisa menjadi basis reward untuk jabatan-jabatan strategis di birokrasi. Sebaliknya pun begitu, kalau tidak bekerja politik ASN akan memperoleh punishment berupa kehilangan jabatan penting di birokrasi," lanjutnya..

Kedua, mekanisme penegakan disiplin dan keteladanan pemimpin ASN juga lemah. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN-RB) yang mengurusi ASN, hanya sebatas memberi edaran dan himbauan.

"Tidak memastikan apakah edaran yang dibuat, bisa dijalankan secara penuh. Memang ada ancaman sanksi bagi yg melanggar netralitas, tetapi tidak didukung keteladanan pemimpin," tuturnya.

Pelajaran berharga dari Kasus keterlibatan 15 Camat di lingkup Pemkot Makassar di Pilkada lalu, semua telah diputuskan melanggar.

"Tetapi Walikota kemudian mengembalikan mereka ke jabatan-jabatan strategis," jelasnya. (Fahrullah/B)

  • Bagikan