Terdakwa Kasus Pencabulan Anak Divonis Bebas Hakim PN Makassar, Padahal Dituntut JPU 15 Tahun Penjara

  • Bagikan
ILUSTRASI

MAKASSAR, RAKYATSULSEL -- Salah seorang terdakwa kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur berusia 16 tahun, divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Makassar, pada Senin (26/7/2023) lalu.

Putusan terdakwa atas nama Asdar Muhammad dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Hakim, Purwanto S Abdullah dengan hakim anggota, Muhammad Asri dan Luluk Winarko.

Sebelum dijatuhi vonis bebas, terdakwa sebelumnya dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Makassar, Andi Muhammad Akram dengan tuntutan maksimal 15 tahun penjara karena dinilai terbukti telah melanggar Pasal 81 ayat 1 Jo Pasal 76D Undang-Undang RI No.17 2016 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI No 01 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak sebagaimana dakwaan.

"Menjatuhkan pidana oleh karena itu dengan pidana penjara selama 15 tahun dan densa sebesar Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan dikurangi masa penangkapan dan atau penahanan yang telah dijalani," ujarnya saat dikonfirmasi, Kamis (27/7/2023) siang.

Salah satu alat bukti yang menguatkan tuntutan JPU tersebut adalah hasil visum yang sebelumnya dilakukan. Juga pemeriksaan psikologis dan hasil dari dokter forensik.

"Semuanya itu mendukung pembuktian. Jadi saya tuntut 15 tahun. Ada juga restitusi Jadi biaya ganti rugi ke korban. Cuma majelis tidak pertimbangkan hingga divonis bebas Kemarin," jelasnya.

Kata dia, dalam menjatuhkan vonis bebas, majelis halim dinilai tidak mempertimbangkan keterangan korban, saksi dan bukti visum.

Alasan majelis hakim memvonis bebas, kata dia, karena ayah kandung korban yang merupakan saudara dari terdakwa tersebut hadir sebagai saksi meringankan.

"Karena bapak kandungnya korban hadir sebagai saksi meringankan untuk terdakwa. Bapak kandung korban bilang tidak ada persetubuhan sama pencabulan, karena dia tanya anaknya, cuma ibu kandung korban, tantenya, sama neneknya dan tetangganya justru bilang ada persetubuhan. Ada pencabulan dan ada pengancaman," jelasnya.

Tak terima putusan tersebut, pihak JPU Kejari Makassar pun akan melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

"Kasasi. Secara hukum, saya jaksanya tidak terima, jadi upaya hukum kasasi. Saya sudah ajukan kasasi, tinggal putusan lengkap saya tunggu karena saya mau sesuaikan di memori kasasi untuk mengajukan apa-apa saja pertimbangan untuk majelis," ujarnya.

"Jadi inilah yang bisa kita lakukan, karena kita sebagai Penuntut Umum mengajukan saja," tandasnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejari Makassar, Asrini As'ad mengatakan, upaya kasasi tersebut dilakukan karena JPU menilai sudah lebih dari dua alat bukti dalam perkara tersebut.

Di mana, ada bukti visum, bukti psikologi serta ada pendampingan juga dari lembaga perlindungan saksi dan korban.

"Makanya mungkin hasil dari ini itulah pertimbangan kami, karena ada LPSK, ada Bukti visum dan bukti psikologi. Itulah kami beranggapan bahwa sudah cukup lebih dua bukti," sebutnya.

Terpisah, ibu kandung korban, Iramaya (33) mengaku syok mendengar putusan majelis hakim yang memvonis terdakwa dengan putusan lepas.

"Saya (sebagai ibu korban) tidak terima. Bisa-bisanya pelecehan, persetubuhan dibebaskan. Tidak ada yang seperti itu," ungkapnya saat dikonfirmasi, Rabu (26/7/2023) kemarin.

Untuk itu, dia berharap dengan JPU yang melakukan upaya kasasi bisa perkara tersebut.

"Tidak ada orang tua yang mau anaknya dikasi begitu. Anaknya saja orang dikasi begitu (cabuli). Di bawah umur malah," kuncinya.

Awal Mula Kasus Dugaan Pencabulan Terjadi

Kasus pencabulan yang diduga dilakukan Asdar Muhammad terhadap keponakannya sendiri aau korban terjadi pada tahun 2020 lalu.

Di mana, semenjak ayah dan ibu korban bercerai, korban ikut bersama ayahnya. Di mana, saat itu ayah korban menitipkan anaknya untuk disekolahkan oleh terdakwa.

Korban dicabuli dengan cara dipaksa oleh terdakwa. Di mana, korban diremas payudara serta alat kelaminnya ikut dipegang oleh terdakwa.

"Cuma baru dilapor tahun 2022. Karena korban diancam untuk tidak disekolahkan. Karenakan korban ini numpang di rumahnya terdakwa. Dia om-nya, dan diancam untuk tidak dibiayai sekolahnya," ujar Andi Akram.

"Jadi baru bicara tahun 2022 bersamaan dengan waktu dia dicabuli, dipegang payudaranya sama dipegang alat kelaminnya," sambungnya.

Karena sudah tak tahan dengan perlakuan terdakwa, korban akhirnya ke rumah tetangga untuk menceritakan kejadian tersebut.

"Tetangganya itu yang suruh melapor ke orang tuanya dan akhirnya terungkap mi," pungkasnya. (Isak Pasabuan/B)

  • Bagikan