Ini Plus Minus Paket Prabowo-Gibran Kata Direktur Profetik Institute

  • Bagikan
Direktur Profetik Institute, Muh Asratillah

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Prabowo Subianto saat ini telah resmi berpaket dengan Gibran Rakabuming Raka. Namun pastinya ada kelebihan dan kekurangan setelah ketua umum Gerindra tersebut menggandeng putra Presiden Indonesia Joko Widodo.

Direktur Profetik Institute, Muhammad Asratillah mengatakan setiap paket tentu memiliki kekuatan dan kelemahannya, peluang dan tantangannya masing-masing, begitu pula dengan paket Prabowo-Gibran. Adapun kekuatan paket ini adalah. Pertama, paket ini merupakan gabungan dari dua gerbong politik besar.

"Kita ketahui Prabowo memiliki gerbong politik yang sumber dayanya cukup besar dan terpelihara hingga saat ini, begitu pula dengan gibran yang merupakan representasi gerbong Jokowi," katanya, Senin (23/10).

Kedua, paket ini disokong oleh mesin koalisi yang cukup besar, jika ini bisa dioptimalisasi maka bukanya figur capres-cawapres yang mewakili dua gerbong besar. "Tetapi juga mengendarai mesin kendaraan politik yang besar," lanjutnya.

Ketiga, dengan hadirnya Gibran sebagai pasangan Prabowo, maka ini akan menjadi magnet sendiri bagi pemilih milenial yang jumlahnya sangat signifikan. "Namun ini tergantung bagaimana Prabowo-Gibran mengemas pesan politik yang mereka tunjukan pada segmen pemilih muda," ujarnya.

Adapun kelemahan atau tantangan yang mungkin dihadapi oleh pasangan ini adalah ; Pertama, pasangan ini akan menjadi sasaran empuk isu-isu yang menyudutkan mereka sebagai pasangan yang tidak pro-demokrasi.

"Prabowo rentan akan isu kejahatan HAM di masa lalu, sedangkan Gibran akan diterpa isu dinasti politik, apalagi pasca putusan MK lalu yang dianggap menguntungkan Gibran," bebernya.

Kedua, mesti ingat gerbong Prabowo dan Jokowi bertarung sengit di 2019. "Saya yakin residu ketajaman perbedaan kepentingan masih ada walaupun tak nampak, ini bisa menjadi batu sandungan saat proses kontestasi. Ketiga, Sosok Gibran belum begitu populer di kalangan pemilih muda, model komunikasinya yang kaku dan cukup formal, belum tentu bisa menarik atensi pemilih milenial yang jumlahnya banyak," jelasnya. (Fahrullah/B)

  • Bagikan