Pemecatan PPK dan PPS Ujung Tanah Disebut Tak Adil

  • Bagikan
Ilustrasi

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar secara resmi telah memberhentikan satu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kecamatan Ujung Pandang karena dinilai terbukti melanggar kode etik.

Pemecatan itu tertuang dalam surat keputusan (SK) KPU Makassar nomor 500 tahun 2023 yang diterbitkan Jumat, (22/12/2023). SK itu masih ditandatangani Ketua KPU Makassar Farid Wajdi sebelum masa masa jabatan bersama komisioner lainnya berakhir pada Minggu, (24/12/2023).

Anggota PPK Ujung Pandang yak dipecat ialah Abd Gafur sedangkan anggota PPS Kelurahan Lae-lae bernama Risma Dewi Anugerah Wati, Sawerigading Nathaniel Mayor Andala (anggota PPS Kelurahan), Annisa Nurul Aulia (anggota PPS Kelurahan Maloku), dan Moh Firmansyah Azir (anggota PPS Kelurahan Mangkura).

Pencopotan itu dilakukan karena terbukti menerima Rp 200 ribu dari salah satu calon anggota legislatif (caleg). Meski demikian, mereka melakukan protes untuk diberikan kesempatan memberikan hak jawab atas keputusan tersebut.

Diketahui sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Makassar hanya memberikan rekomendasi kepada KPU Kota Makassar untuk diberikan sanksi terhadap PPK dan PPS Ujung Pandang karena mereka dianggap melakukan pelanggaran kode etik lantaran bertemu dengan salah satu calon legislatif.

Anggota PPS Kelurahan Lae-lae Risma Dewi Anugrah Wati menyebutkan, SK KPU Makassar terkait kasus pelanggaran kode etik terhadap penyelenggara pemilu tingkat PPK dan PPS Kecamatan Ujung Pandang tidaklah adil dan berpihak.

"Isi SK itu tidaklah adil, menodai, mencederai nilai dan tidak ada rasa keadilan, karena putusan tersebut seolah tebang pilih. Karena lima PPS lainnya tidak diberikan sanksi yang sama, melainkan hanya teguran," ungkapnya, Rabu (27/12/2023).

Sementara itu, Anggota KPU Sulsel Romy Harminto mengatakan, pihaknya akan mengkaji putusan KPU Makassar terhadap PPK dan PPS di Kecamatan Ujung Pandang yang dipecat.

Pihaknya akan memeriksa dokumen dan alat-alat bukti yang menghasilkan dua putusan berbeda. Kemudian akan ditindaklanjuti sesuai peraturan yang berlaku.

"Pada intinya kami KPU Provinsi mendengarkan saran dan hak jawab semua pihak. Sementara kita lihat surat keputusan komisioner KPU sebelumnya, jadi kita lihat lebih dahulu alat buktinya dan keputusannya," tuturnya.

Selain itu, Koordinator Wilayah untuk KPU Makassar ini juga mempersilahkan pihak yang dipecat mengajukan nota keberatan. 

"Setelah itu, kami akan memeriksa dokumen pendukung untuk merunut dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara ad hoc ini. Semua itu terbuka untuk nota keberatannya, makanya kita juga membutuhkan dokumen-dokumen pendukung yang telah dilakukan oleh KPU Makassar," tutup Romy. (Suryadi/B)

  • Bagikan