Lagi, TNI-Polri Jamin Netralitas

  • Bagikan
Suasana diskusi politik netralitas TNI, Polri dan ASN di Redaksi Harian Fajar, Selasa (6/2/2024).

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Tak henti-hentinya, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menjamin akan netral pada pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres). Hal ini disampaikan saat diskusi politik netralitas TNI, Polri dan ASN di Redaksi Harian Fajar, Selasa (6/2/2024)

Asisten Operasional (Asops) Kasdam XIV/Hasanuddin Kolonel Josep D.D. Surbakti, menyatakan sebagai personel TNI selalu back-up Polri dalam pengamanan dan ketertiban masyarakat. Bahkan pihaknya sudah melakukan pencegahan agar tidak terjadinya konflik sesama warga Indonesia walau beda pilihan.

“Kami sudah melakukan pendekatan agar terjadi pemilu damai. Alhamdulillah kedewasaan masyarakat agar terjadi pemilu damai sangat luar biasa,” kata Josep.

Dirinya juga menyebutkan netralitas TNI bisa dilihat melalui teknologi dan ini sudah disampaikan dari jajaran paling atas yakni Panglima TNI, jika seluruh prajurit tidak memiliki hak pilih maupun tidak mendukung.

“Membicarakan saja tidak boleh, tidak boleh upload yang ada hubunganya dengan pemilu dan Pilkada,” ujar dia.
Bahkan, kata dia, ada sanksi bila ada anggota TNI tak netral bahkan dia pastikan tidak ada satupun anggota TNI yang terlibat politik praktis.

“Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Maruli Simanjuntak sering menyampaikan, kalau ada bukti laporan bisa (diproses) kami sudah membuat laporan pengaduan jika ada masyarakat menemukan ketidak netralan,” beber Josep.

Untuk laporan, kata Josep, sampai dari tiga provinsi dibawa naungan Kodam XIV/Hasanuddin yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tenggara belum ada laporan maupun aduan masalah TNI yang tidak tetral. Apalagi TNI tidak memiliki hak memilih dan dipilih.

“Sampai saat ini belum ada, kan TNI tidak terlibat dalam politik praktis,” tutupnya.

Kepala Bagian Dalops Polda Sulsel AKBP, Sabil Umar mengatakan jika ada dugaan pelanggaran Pemilu itu diproses di Bawaslu dalam hal ini Sentra Gakkumdu yang didalamnya ada Bawaslu, Kejaksaan dan kepolisian dan dia pastinya mereka ini ternal.

“Sehingga terjadinya tembangpilih tidak mungkin, karena ada gabungan di Sentra Gakkumdu,” katanya.
Dirinya menyebutkan jika dikepolisian ada namanya propam di semua tingkatan. Mereka ini akan mengawasi anggota mereka jika melakukan pelanggaran.

“Ada aplikasi pengaduan masyarakat dan itu kami pasti proses. Tapi saat ini belum ada laporan (netralitas Polri) baik itu dilaporkan secara langsung maupun melalui aplikasi,” ucapnya.

Jika ada anggota Polri di tempat kampanye kata AKBP Sabil itu bertugas sebagai pengamanan dan pastinya ada surat perintah tugas dan keberpihak anggota Polri, kata dia pastikan tidak ada. “Netral itu harga mati bagi kami,” tegasnya.

Staf Ahli Gubernur Sulsel Bidang Kesejaterahaan Rakyat, Jayadi Nas mengatakan jika ASN bisa ikut kampanye tapi dia harus pasif atau hanya mendengar visi misi calon.

“Dia hanya mender, apa yang disampaikan peserta pemilu dan itu menjadi represi bagi kita memilih, yang salah itu ikut kampanye dan mengkampanyekan. Tapi sebaiknya tidak usah ikut kampanye,” kata Jayadi Nas.

Mantan komisioner KPU Sulsel ini menyatakan dengan kemajuan teknologi sebagainya para ASN tersebut menggunakan media-media sosial. “Cukup di rumah saja jangan sampai ada hal-hal tidak inginkan lebih baik tidak usah (hadiri kampanye) karena visi misi calon bisa kita dapatkan melalui media sosial,” ujar Jayadi.

Sementara itu, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, membuat posko pengaduan dugaan kecurangan terkait pelaksanaan Pemilu yang digelar 14 Februari mendatang.

"Menghadapi pemilu 2024 ini, DPD RI perwakilan Sulsel membuka posko dugaan pelanggaran Pemilu 2024 setiap hari mulai pukul 08.00 sampai 16.00 wita," kata Kepala Kantor Perwakilan DPD RI Provinsi Sulsel, Victor Pualillin, Selasa (6/2/2024).

Adapun tujuan dibuka posko pengaduan berdasarkan kondisi kekinian dan berbagai aspirasi masyarakat. Pada prinsipnya, posko ini membentuk pengawasan dugaan pelanggaran terkait dengan Pemilu yang bertentangan dan tidak sesuai dengan perundang-undangan.

"Dari berbagai dinamika yang berkembang. Maka sesuai sidang paripurna DPD RI, tanggal 3 Januari telah diputuskan agar membuka posko pengaduan pelanggaran Pemilu di seluruh daerah," ujar Victor.

Adapun lokasi posko pengaduannya ialah di Kantor Perwakilan DPD RI Sulsel di Jalan Nuri Makassar. Bisa juga mengadukan di rumah aspirasi empat anggota DPD RI di daerah.

"Jadi, posko ini telah dibuka sejak 10 Januari sampai 20 Maret mendatang," imbuh dia.

Dia melanjutkan, tiga jenis pelanggaran pemilu yakni pelanggaran administrasi, yang berkaitan dengan tata cara, mekanisme dalam pelaksanaan Pemilu. Kedua, pelanggaran kode etik, yang terkait terhadap etika penyelenggara Pemilu yang berpedoman pada sumpah dan janji. Serta pelanggaran yang masuk pidana, seperti suap menyuap dan sebagainya.

"Adapun syarat formil dan materi penyampaian laporan ialah identitas penemu dugaan pelanggaran pemilu, identitas pelaku, uraian kejadian hingga bukti pelanggaran," jela dia.

Pihaknya mengajak masyarakat agar melaporkan dugaan pelanggaran pemilu, jangan melebihi 7 hari saat menemukan pelanggaran. Baiknya, harus pada saat hari itu juga.

"Semenjak terbukanya posko, memang belum ada laporan. Makanya kami sangat senang dengan kegiatan ini, agar terpublikasi lagi sekaligus mengajak masyarakat untuk mengawasi jalannya Pemilu," jelas Victor.

Sedangkan, anggota DPD RI, Tamsil Linrung mengatakan pihaknya sangat konsen supaya Pemilu yang diselenggarakan betul-betul jujur dan adil, serta menjadi pesta rakyat yang menggembirakan. Sebagai lembaga negara, di DPD ingin menunjukkan keseriusan mengawal pemilu 2024 yang jurdil, maka terlibat melakukan pengawasan Pemilu.

"Bukannya kami tidak percaya pada lembaga terkait. Tapi tetap ada keluhan dari masyarakat, ada banyak pelanggaran tapi seolah didiamkan saja," beber Tamsil.

Tamsil melanjutkan, DPD RI tidak memutuskan dugaan pelanggaran yang masuk sebagai laporan. Melainkan akan membawanya ke paripurna dari keputusan politik ke keputusan hukum.

"Kami akan tetapkan di paripurna DPR RI. Kami juga akan teruskan kepada lembaga terkait. Mislanya Bawalsu atau Gakumdu bisa melakukan dan proses pelanggaran jika ada laporan atau aduan masyarakat," imbuh Tamsil. (fahrullah-suryadi/B)

  • Bagikan