Petahana Minim Suara

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Sejumlah petahana legislator Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) asal Sulawesi Selatan terancam tidak lolos ke Senayan pada pemilu kali ini. Perolehan suara mereka jeblok di basis suara yang dikuasai pada Pemilu 2019. Meski begitu, dominasi suara petahana lainnya juga masih terlalu tangguh di sejumlah daerah pemilihan. Sulsel bersiap mengirim wakil wajah baru mendampingi muka-muka lama ke parlemen Senayan.

Dari perhitungan riil Komisi Pemilihan Umum, sudah tergambar perolehan suara masing-masing calon anggota legislatif DPR RI asal Sulawesi Selatan. Sejumlah wajah baru bisa diprediksi akan meraih kursi. Pun, calon petahana juga masih terlalu tangguh untuk tumbang di daerah pemilihan masing-masing.

Di Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan Satu, perolehan suara beberapa petahana sangat jeblok. Beberapa di antaranya adalah Haruna dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Aliyah Mustika Ilham dari Partai Demokrat. Sementara petahana lainnya, relatif memperoleh suara yang bisa menjamin mereka kembali ke Senayan.

Sebaliknya, beberapa pendatang baru meraih suara yang sangat signifikan untuk meraih kursi. Sebut saja Fatmawati Rusdi dan Rudianto Lallo dari Partai NasDem, Syamsu Rizal dari PKB, dan Meity Rahmatia dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Direktur Saksi Partai NasDem Sulsel, Maroi David mengatakan, NasDem berhasil meraih 314 ribu suara di Dapil Sulsel Satu. Hal itu berdasarkan perhitungan riil dari internal partai.

"Artinya, kami optimistis bisa meraih dua kursi," ujar Mario, Minggu (18/2/2024).

Mario meminta seluruh kader, relawan, dan saksi NasDem di wilayah Sulsel 1 untuk bekerja dan terus mengawal rekapitulasi suara yang segera bergerak ke KPU kabupaten/kota.

Di Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan Dua, pendatang baru seperti Taufan Pawe dan Nurdin Halid (Golkar) Ismail Bahtiar (PKS), Andi Amar Ma'ruf AS (Gerindra), Teguh Iswara Suwardi (NasDem), dan Andi Muzakkir (Demokrat), berpeluang ke Senayan. Petahana yang masih kokoh yakni Andi Iwan Darmawan Aras (Gerindra), Supriansa (Golkar), Andi Yuliani Paris (PAN), dan Muh Aras (PPP).

Sementara petahana yang terancam gagal adalah Andi Akmal Pasluddin (PKS), Andi Rio Padjalangi (Golkar), Andi Muawiyah Ramli (PKB), dan Samsu Niang (PDIP).

Sementara, di Dapil Sulsel Tiga, para petahana masih terlalu kuat untuk dilawan. Rusdi Masse (Nasdem), Sarce Bandaso (PDIP), dan Muh Fauzi (PDIP) mendominasi perolehan suara. Petahana yang perolehan suara anjlok yakni Muh Dhevy Bijak (Demokrat) dan La Tinro La Tunrung (Gerindra).

Adapun pendatang baru yang berpotensi terpilih adalah Unru Baso (Gerindra), Muslimin Bando (PAN), Frederik Kalalembang (Demokrat), dan Darwis Ismail (PPP).

Direktur Profetik Institute Asratillah mengatakan, peluang petahana untuk terpilih kembali masih sangat terbuka berdasarkan hitungan sementara. Begitu pula, gambaran petahana yang kandas juga sudah terlihat.

Namun, kata dia, publik bisa melihat pola yang sama, bahwa incumbent yang duduk kembali adalah mereka yang cukup intens menjangkau konstituen dan tetap merawat tim selama menjabat.

Sedangkan pendatang baru yang berhasil lolos adalah figur yang memiliki dua hal. Pertama, kata Asratillah, memiliki modal politik besar misalnya berlatar belakang ketua partai dan mantan kepala daerah, atau merupakan anak dari kepala daerah dan pejabat negara.

"Seperti Taufan Pawe, Muslimin Bando, Fatmawati dan Syamsu Rizal, Teguh, dan Amar. Kedua, yakni para newcomer yang punya modal ekonomi sekaligus sosial yang cukup besar seperti Meity, Andi Muzakkir, dan Ismail Bachtiar)," imbuh dia.

Namun, kata Asratillah, semua pihak mesti menunggu sampai KPU rampung melakukan perhitungan. Setiap caleg dan partai juga mesti tetap mengawal proses rekap suara di setiap tingkatannya. Apapun hasilnya, semua mesti menghormati, jika ada yang keberatan bisa dibawa di Mahkamah Konstitusi.

"Kemudian yang jauh lebih penting, para caleg yang berhasil duduk mesti menunaikan segala janji-janji politiknya selama kampanye. Mereka mesti mempertanggungjawabkan secara moral amanat suara rakyat yang dititipkan ke mereka," kata Asratillah.

Pakar politik dari Universitas Hasanuddin, Tasrifin Tahara menilai Golkar masih kuat dalam menguasai kursi di sejumlah daerah pemilihan.

"Saya melihat figur-figur new comer dan figur lama masih bertahan. Meskipun tidak bisa dinafikan kekuatan Golkar masih konsisten dan mendominasi khususnya di Dapil Dua," ujar dia.

Menurut dia, mengenai figur yang lolos sebenarnya figur yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Sulawesi Selatan. Setidaknya keterpilihan mereka selama ini betul-betul bekerja dan berinteraksi langsung di akar rumpun.
Dari sisi partai-partai yang lolos terlihat jelas distribusi pemenang berkorelasi dengan partai pengusung capres cawapres Prabowo-Gibran seperti Gerinda, Golkar, dan PAN

"NasDem dan PKB sangat diuntungkan dengan posisi mereka yang mendukung capres cawapres Anies-Muhaimin," katanya.

Menurut Tasrifin, komposisi caleg yang lolos pun tidak bisa dipungkiri relasinya dengan kekuasaan elit lokal mantan bupati/walikota atau kerabat (suami/istri dan anak) yang selama ini memiliki peran penting dalam dinamika politik lokal di Sulawesi Selatan.

Pengamat politik dari Universitas Bosowa Makassar, Arief Wicaksono menilai dalam berbagai rilis hasil quick count kurang lebih nama-nama figur yang telah muncul di permukaan merupakan figur pemain lama.

"Dan ada juga beberapa figur baru, dengan demikian ada beberapa figur petahana yang berpotensi gagal," kata dia.

Wicaksono mengatakan, proses penghitungan suara belum selesai, belum ada penetapan sehingga potensi kegagalan petahana juga tidak bisa digeneralisasi dengan serta merta.

"Apalagi dalam berbagai pemberitaan sudah terdapat wacana penghitungan suara ulang (PSU) yang dapat menimbulkan riak-riak atau dinamika dikalangan para pendukung atau tim sukses masing-masing caleg," imbuh dia.

Tergerusnya suara petahana oleh pendatang baru dinilai oleh pengamat politik dari Unhas Profesor Sukri Tamma dipengaruhi beberapa aspek. Salah satunya, kata dia, mengenai strategi yang digunakan petahana dalam meyakinkan pemilihnya kalah jauh dari pendatang baru.

"Kedua barangkali mereka tidak memaksimalkan masa periodenya untuk betul-betul menjaga basisnya selama lima tahun ini," kata Sukri.

Selain strategi dan kurang masifnya petahana dalam menjaga basis pemilihnya selama menjabat, Sukri Tamma juga menyebut faktor lain terdapat pada modal politik, sosial dan ekonomi. Untuk modal politik sendiri tak lepas dari dukungan partai politik dan elit politiknya dalam memberikan dukungan yang bisa mempengaruhi keterpilihan seseorang sebagai calon legislatif.

Kemudian, lanjut dia, modal lain yang juga penting dalam sebuah pemilihan legislatif yaitu modal sosial. Modal sosial yang dimaksud adalah modal yang dimiliki seorang figur calon legislatif sehingga mendapatkan kepercayaan atau dukungan dari masyarakat.

Selain dua modal itu, seorang calon legislatif juga disebut harus memiliki modal ekonomi dengan tujuan untuk memenuhi ongkos politik yang dibutuhkan selama proses kampanye. Modal ekonomi sendiri merujuk pada dukungan dana atau finansial berupa uang yang berasal dari pribadinya, ataupun dari partai politik dan pihak-pihak lainnya.

"Ketiga memang beberapa pendatang itu mereka punya daya saing yang kuat. Ada karena memang basis sosial kuat, ada juga yang memang basis ekonominya kuat. Beberapa contoh bisa kita lihat, karena memang yang pendatang baru ini beberapa mantan kepala daerah, seperti di Partai Golkar ada Taufan Pawe yang tentu punya basis sosial cukup kuat karena selama ini menjabat dua periode sebagai wali kota Parepare dan kemudian basis ekonominya juga tentu ada," ungkap dia.

Begitu juga dengan Caleg DPR RI dari Dapil Sulsel II yakni Andi Amar Ma'ruf Sulaiman. Menurut Sukri Tamma, perolehan suara putra sulung Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman itu termasuk mengejutkan publik sebab mendapat suara yang sangat signifikan, bahkan jauh unggul dari Ketua Gerindra Sulsel sekaligus petahana Andi Iwan Darmawan Aras.

Berdasarkan pantauan website resmi KPU, Minggu (18/2/2023) pukul 17.30 wita, perolehan suara Andi Amar Ma'ruf Sulaiman mencapai 74.880. Sedangkan petahana Andi Iwan Darmawan Aras memperoleh suara 71.113.

"Itu tadi saya katakan salah satu pengaruhnya karena basis sosial ekonomi politiknya sangat kuat sehingga bisa bersaing. Tapi sebenarnya prinsipnya kalau saya, para petahana ini kurang bisa menjaga basisnya selama masa periodenya misalnya 2019-2024. Karena ketika ada pendatang baru, pemilihnya tiba-tiba beralih," sebut Sukri.

"Mungkin mereka (pemilih) melihat petahana ini belum maksimal selama menjabat sehingga ketika ada tawaran atau kandidat pesaingnya yang dianggap punya potensi untuk melakukan lebih, ditambah dengan penguatan basis yang lain, yah akhirnya sulit untuk bersaing. Meskipun belum sampai 70 persen suara yang masuk ke KPU tapi saya kira persaingan sudah mulai kelihatan, petahana agak kerepotan untuk kembali karena diambil oleh pendatang baru," sambung Sukri.

Lebih jauh, Sukri Tamma menjelaskan, basis pemilih yang dimiliki seorang calon legislatif atau caleg juga sangat berpengaruh. Dicontohkan, untuk caleg DPR RI dari Dapil Sulsel I seperti Rudianto Lallo yang saat ini meraup suara sebanyak 33.791, menyusul Fatmawati Rusdi dengan perolehan suara sementara 37.643.

Rudianto Lallo yang termasuk pendatang baru dalam kontestasi politik Senayan dinilai diuntungkan oleh suara-suara di basis pemilih sebelumnya seperti Kota Makassar. Dimana politikus Nasdem itu sebelumnya menjabat sebagai Ketua DPRD Makassar yang kemudian melebarkan wilayah pemilihnya mencakup wilayah Makassar, Gowa, Takalar, Bantaeng, Jeneponto dan Selayar.

"Kalau misalnya mereka sebelumnya ada di posisi mungkin di DPRD Kabupaten/Kota atau DPRD Provinsi kemudian ke pusat itu basis suaranya tentu ada pada dapilnya. Artinya mereka berhasil bisa menjaga basis-basis setianya, bukan kemudian di level mana dia maju sebagai calon, mungkin salah satunya Pak Rudianto Lallo yang suaranya lumayan, meskipun kemarin basisnya hanya Kota Makassar. Artinya dia bisa mengambil secara luas, tapi kecenderungan suaranya memang di basis sebelumnya, apakah dia pernah menjadi kepala daerah di wilayah tersebut atau legislatif," imbuh dia. (suryadi-isak pasa'buan/C)

  • Bagikan