Beda Nasib ‘Putra Mahkota’

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Beberapa anak kepala dan mantan kepala daerah berhasil meraih kursi pada pemilihan legislatif tahun ini. Infrastruktur kekuasaan yang dimiliki sang bapak dimanfaatkan oleh anak-anaknya untuk meraih suara signifikan.

Meski begitu, tidak semua putra mahkota--sebutan bagi anak kepala dan mantan daerah- ini sukses melenggang ke parlemen. Ada yang kandas dan tak mampu mengkonversi kekuasaan bapaknya menjadi satu kursi di lembaga wakil rakyat tersebut.

Keberhasilan putra/putri kepala daerah ini meraih kursi tentu tak lepas dari peran ayahnya yang sedang atau pernah menjabat sebagai kepala daerah di tengah tahapan pemilu. Anak kepala daerah yang ikut meramaikan bursa Pileg 2024 ada yang berhasil terpilih di DPR RI, provinsi hingga kabupaten kota.

Dari 13 orang yang ikut bertarung, hanya tiga yang gagal meraih kursi. Label sebagai putra mahkota tak mampu dimanfaatkan untuk terpilih sebagai wakil rakyat.

Andi Muhammad Ikram salah satu yang berhasil meraih kursi di DPRD Sulawesi Selatan. Putra Bupati Soppeng Andi Kaswadi Razak itu mengatakan akan fokus mengawal aspirasi masyarakat dari daerah pemilihan Soppeng-Wajo.

"Jika saya sudah dilantik jadi anggota dewan, insyaallah akan memperhatikan aspirasi masyarakat. Saya memiliki visi dan misi membentuk sumber daya manusia dan akan kami kawal melalui program pemerintah," kata Ikram.

Menurut dia, dirinya maju sebagai calon anggota legislatif karena merasa terpanggil untuk membangun daerah. Dia mengatakan, rencana-rencana yang telah disusun mustahil terwujud tanpa dukungan dan aspirasi dari masyarakat khususnya di Soppeng dan Wajo.

Caleg terpilih untuk DPRD Maros, Muhammad Gemilang Pagessa mengatakan, selain program di masyarakat, pihaknya juga berusaha melakukan hal untuk menunjang generasi milenial.

"Kami akan banyak melibatkan diri dalam organisasi kepemudaan. Dan saya akan sering-sering turun mendengarkan masyarakat. Jangan sampai lain yang diinginkan masyarakat, saya juga membuat yang lain," kata anak dari Bupati Maris, Chaidir Syam itu.

Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin Andi Ali Armunanto mengatakan, tidak terpilihnya beberapa anak kepala daerah sebagai legislator karena cakupan daerah pemilihan sangat luas. Sementara, wilayah kekuasaan orang tua mereka hanya satu daerah saja.

“Permasalahanya karena dapil di Sulsel bukan hanya satu kabupaten atau kota saja, tapi mencakup beberapa daerah sehingga perolehan suara putra mahkota kalah bersaing di internal partai," ujar Andi Ali.

Beda halnya dengan anak kepala daerah yang cakupan wilayah hanya sedikit, dipastikan mampu meraih suara yang signifikan. Salah satunya adalah putri Penjabat Bupati Bone Andi Islamuddin, Andi Tenri Abeng Salangketo yang berhasil meraih kursi ke DPRD Sulsel.

"Itupun karena Bone itu satu dapil saja. Jadi perolehan suaranya mudah dikontrol oleh unsur kekuasaan," kata Andi Ali.

Dirinya juga menyebutkan penyebab tidak terpilihnya beberapa anak kepala daerah karena banyaknya orang-orang dekat mereka yang maju. “Tapi di level tingkat kabupaten mungkin semuanya terpilih. Kalau level provinsi dan DPR RI bisanya suara mereka terbagi,” kata dia.

Pengamat politik lainnya dari Unhas, Rizal Pauzi mengatakan, pada prinsipnya dukungan dari orang tua yang menjabat maupun yang pernah menjabat sebagai kepala daerah menjadi satu faktor dari beberapa modal yang menentukan keterpilihan seseorang dalam pemilihan legislatif.

"Jadi yang perlu digarisbawahi adalah anak mantan dan kepala daerah itu adalah salah satu variabel dari banyak variabel yang menentukan orang terpilih menjadi anggota legislatif," ujar Rizal.

Menurut dia, salah satunya tentu tidak bisa dipungkiri bahwa selain dukungan struktur tim dan nama besar dari orang tua. Selain itu, voters atau pemilih juga tetap melihat pada kapasitas individu. Dai mengatakan, caleg bisa membangun citra merakyat, bisa door to door ke masyarakat dan mengkapitalisasi hal itu menjadi suara.

"Dan jaringan dari orang tuanya itu dimanfaatkan untuk kemudian bisa terpilih. Tapi yang gagal melakukan itu saya pikir itulah yang akhirnya tidak bisa lolos ke parlemen," imbuh Rizal.

Di sisi lain, kata dia, hasil ini menandakan bahwa dari semua kepala daerah dan mantan kepala daerah yang menjabat, tentu tantangannya adalah Pileg ini tolak ukur dari kekuatan politiknya melangkah ke pilkada November mendatang.

"Jadi kalau misalnya anaknya bisa lolos dan mendulang suara yang tinggi saya pikir itu menjadi bargaining tersendiri untuk maju ke periode berikutnya," ucap dia.

Dia mencontohkan, putri bupati Pinrang yang bisa menggaet suara yang cukup tinggi serta menandakan bahwa kekuatan elektoral dari Irwan Hamid lumayan tinggi di Pinrang. Sebaliknya, kata dia, yang menjadi tantangan kalau anaknya tidak lolos sehingga kekuatan politik bupati yang bersangkutan masih dipertanyakan.

"Saya pikir yang masih perlu dilakukan adalah bagaimana melakukan pembenahan supaya struktur tim itu bisa diperbaiki sebelum masuk tahapan pemilihan kepala daerah," kata Rizal.

Menurut dia, duduk tidaknya putra kepala daerah itu ditentukan oleh sejauh mana kapasitas dan kemampuan mengkapitalisasi nama besar dan jaringan yang dimiliki orang tuanya. Jadi kemampuan mengkapitalisasi juga itu ditentukan oleh bagaimana kerja kapasitas dirinya dan juga kerja-kerja tim yang dipilih.

"Karena ada juga percaya diri mengerjakan sendiri, ada yang menggunakan konsultan dan ada juga yang percaya diri saja dengan struktur yang dimiliki orang tuanya," ujar dia.

Pengamat komunikasi politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Profesor Firdaus Muhammad mengatakan, bahwa peluang kemenangan bagi anak petahana atau kepala daerah dalam kontestasi politik utamanya pemilihan legislatif (Pileg) yang baru saja digelar tidak dapat menjamin kemenangan, meskipun ada kekuatan orang tua yang berkuasa.

Menurutnya, faktor-faktor seperti popularitas sendiri, dukungan dari orang tua, dan reputasi politik keluarga dapat mempengaruhi hasil pemilihan.

"Tidak ada garansi anak petahana bisa terpilih dengan bayang-bayang orang tua jadi tergantung," kata Firdaus.

Firdaus menjelaskan bahwa terdapat beragam faktor yang dapat mempengaruhi kesuksesan politik seorang anak petahana, termasuk karisma pribadi, kemampuan politik, dan dukungan massa.

Ia juga mencatat bahwa tidak jarang anak petahana mengalami kegagalan dalam kontestasi politik, baik karena pesaing yang lebih kuat maupun karena kelemahan dalam kampanye.

"Ada beberapa faktor, salah satunya reputasi bapaknya misalnya yang sudah tidak lagi baik di masyarakat, itu juga bisa mempengaruhi. Atau memang kemampuan dari anak itu yang belum mumpuni. Kan ada juga anak bupati yang ketokohannya atau kemampuan politiknya sangat bagus," ujar dia.

Menurut Firdaus, penting bagi seorang calon politikus untuk dapat membangun citra dan reputasi politiknya sendiri, terlepas dari hubungan keluarga. Ia menekankan bahwa keputusan pemilih dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan, termasuk kualitas dan kinerja calon itu sendiri.

"Jadi ini lebih diperkuat dari sinergitas, ketokohan bapaknya, nilai jual, ketokohan dari anak itu juga sendiri. Sebenarnya pada saat dia sosialisasi masyarakat tahu akan maju pasti ada alasan, makanya tadi ada yang terpilih ada yang tidak karena masyarakat juga kan menyeleksi dan selektif dalam memilih pemimpin," kata dia.

"Jadi kalau dia yakin bisa melanjutkan karier bapaknya maka itu bisa lebih bagus dari bapaknya atau minimal bisa di backup dari bapaknya," sambung Firdaus.

Dalam menyikapi dinamika politik seperti ini, Firdaus mengatakan pentingnya sinergi antara ketokohan orang tua, potensi pribadi calon, dan dukungan dari massa.

Dia mencontohkan kesuksesan Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan yang berhasil meniti karier dalam politik melanjutkan warisan bapaknya yang juga mantan Bupati Gowa, Ichsan Yasin Limpo. Namun sisi lain, Adnan disebut secara karakter memang memiliki ketokohan dan memiliki daya tarik dan kapasitas politik yang kuat secara personal.

Dalam kesimpulannya, Firdaus menegaskan bahwa kesuksesan politik seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh hubungan keluarga, melainkan oleh sejumlah faktor yang kompleks, termasuk popularitas pribadi, kinerja politik, dan dukungan massa.

"Nah dari perhitungan masyarakat seperti itu kalkulasi masyarakat seperti itu justru bisa juga menguatkan, dianggap bisa mewarisi karter bapaknya. Makanya ketika maju bupati (Adnan Purichta Ichsan) masyarakat pilih karena melihat tra dari bapaknya, kemudian dia juga secara personal punya potensi hingga masyarakat pilih diperkuat bayang bayang dari orang tuanya," ucap Firdaus. (suryadi-isak pasa'buan/C)

  • Bagikan