MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Kementerian Agama Sulawesi Selatan telah melepas sebanyak 50 jemaah calon haji (JCH) khusus ke Tanah Suci. Ketatnya aturan mengenai penggunaan visa mengakibatkan Kementerian Agama terus mengingatkan agar berhati-hati pada upaya penyalahgunaan via non haji untuk menyelenggarakan rukun Islam kelima tersebut.
disampaikan Kepala Kementerian Agama Sulawesi Selatan, Muhammad Tonang mengingatkan jemaah haji khusus yang akan berangkat ke tanah suci agar memastikan visanya adalah visa haji. Imbauan itu sampaikan Tonanh pada prosesi pelepasan 50 jemaah haji khusus di salah satu kantor travel haji, Sabtu (18/5/2024.
“Kerajaan Arab Saudi memberlakukan aturan ketat terkait visa untuk meminimalisir penyalahgunaan visa non-haji dalam penyelenggaraan ibadah haji," ujar Tonang.
Menurut dia, visa haji merupakan satu-satunya visa yang diperbolehkan pemerintah Arab Saudi untuk melaksanakan ibadah haji tahun ini. Tonang juga mengingatkan masyarakat untuk waspada terhadap penawaran keberangkatan haji tanpa antrean, karena bisa jadi visa yang dijanjikan adalah visa pekerja atau visa ziarah yang tidak bisa dipakai untuk berhaji.
"Visa yang diakui untuk bisa melaksanakan ibadah haji adalah visa haji. Harus berhati-hati terhadap pihak-pihak yang mencari keuntungan di tengah tingginya animo masyarakat untuk berhaji," imbuh dia.
Selain itu, Tonang juga mengimbau jemaah untuk menjaga kesehatan dan mempersiapkan kebugaran fisik dengan baik mengingat suhu di Arab Saudi saat ini mencapai 50 derajat selcius.
“Saat ini suhu di Arab rata-rata 50-an, di sini cuma 30-an. Saya minta siapkan fisik dengan baik, jaga kesehatan dan jaga kebugaran. Apalagi saat Armuzna (Arafah, Muzdalifah dan Mina), itu benar-benar butuh kebugaran fisik,” ujar dia.
Suatu kesyukuran, kata Tonang, karena jemaah haji khusus dimanja dengan fasilitas yang memadai, seperti hotel berbintang lima termasuk fasilitas tenda yang istimewa selama Armuzna, serta tidak perlu antre puluhan tahun untuk berangkat haji.
“Haji khusus itu dapat fasilitas akomodasi hotel berbintang lima. Waktu berhajinya juga cuma 23 hari, beda haji reguler yang 42 hari. Mereka juga tidak perlu antre sampai puluhan tahun seperti haji reguler yang bisa sampai 49 tahun seperti di Bantaeng,” ujar Tonang.
Sementara itu, pemberangkatan JCH reguler sudah memasuki hari ke delapan. Sebanyak 4.268 jemaah sudah bertolak dari Makassar ke Arah Saudi.
Kepala Bidang Penyelenggara Haji dan Umrah Kemenag Sulsel, Iqbal Ismail menyampaikan Kloter 10 Embarkasi Makassar sudah bertolak dari Bandara Sultan Hasanuddin dari Gorontalo dibagi menjadi dua penerbangan.
Menurut dia, gelombang penerbangan itu di bagi masing-masing gelombang I itu terdiri dari 219 orang jemaah dan petugas yang dijadwalkan akan diberangkatkan pada pukul 10. 39 wita. Gelombang kedua itu terdiri 230 orang yang terdiri dari jemaah dan petugas dan dijadwalkan berangkat pada 11.20 wita.
Ikbal menjelaskan, embarkasi antara adalah embarkasi yang transit ke Makassar untuk melanjutkan penerbangan ke Saudi Arabia, dan mereka tidak masuk dalam Asrama Haji Sudiang, Makassar.
“Jadi prosesnya JCH diterbangkan dari provinsi masing-masing dan tiba di Bandara Sultan Hasanuddin pindah pesawat yang akan mengangkut dari bandara ke Saudi,” jelas Iqbal.
Iqbal mengatakan, embarkasi antara adalah embarkasi yang mampu dibiayai mandiri oleh pemerintah daerah untuk proses pemberangkatan dan ditunjang dengan fasilitas yang mumpuni dari masing-masing daerah yang menjadi embarkasi antara.
Adapun juru bicara Kementerian Agama Anna Hasbie menyampaikan pemerintah Arab Saudi telah mengeluarkan kebijakan bahwa jemaah umrah masih bisa masuk ke Arab Saudi sampai 15 Zulkaidah 1445 H. Namun, jemaah umrah harus meninggalkan Arab Saudi sebelum 29 Zulkaidah atau 6 Juni 2024.
Kementerian Agama meminta ketentuan Arab Saudi dipatuhi. Sehingga jemaah umrah Indonesia pulang ke Tanah Air sebelum masa berlaku visa habis.
"Jemaah yang menggunakan visa umrah agar mematuhi kebijakan Pemerintah Arab Saudi. Segera kembali ke Indonesia sebelum masa berlaku visa habis," kata Anna.
Dia mengatakan, Penyelenggaraan Ibadah umrah berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2019 dilaksanakan oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Dalam Pasal 94 disebutkan berbagai bentuk kewajiban yang harus diberikan oleh PPIU kepada jemaah umrah. Salah satu kewajiban tersebut berupa memberangkatkan dan memulangkan jemaah umrah sesuai masa berlaku visa umrah di Arab Saudi.
Menurut Anna, ada sejumlah risiko bagi jemaah umrah dan PPIU yang memberangkatkan jemaah umrah bila tinggal melebihi batas waktu yang ditetapkan Arab Saudi.
“Jemaah yang tinggal di Arab Saudi melebihi batas waktu tersebut dapat terkena masalah hukum, denda yang cukup besar, dan dideportasi dari Arab Saudi. Bila dideportasi maka jemaah tersebut akan dilarang masuk kembali ke Arab Saudi dalam waktu 10 tahun ke depan,” sebut Anna.
“PPIU yang memberangkatkan jemaah dan muassasah di Arab Saudi juga bisa kena denda oleh Pemerintah Arab Saudi. Kami sebagai pemerintah juga akan memberikan sanksi administratif kepada PPIU sampai dengan pencabutan izin berusaha. Ketentuan tersebut sebagaimana dimuat di dalam PP Nomor 5 Tahun 2021,” ujar Anna.
Anna juga mengingatkan bahwa visa umrah tidak bisa digunakan untuk berhaji. Pemerintah Arab Saudi saat ini juga tengah memperketat peraturan bahwa orang yang berhaji harus menggunakan izin resmi (visa haji). Dia menuturkan, Kementerian Agama akan mendata PPIU yang akan memberangkatkan Jemaah umrah dan yang masih berada di Arab Saudi.
“Kami sedang mendata PPIU yang masih akan memberangkatkan jemaah umrah di akhir musim dan PPIU yang masih memiliki Jemaah di Arab Saudi dan saat ini belum kembali,” ucap Anna.
“Kami juga akan memperketat pengawasan keberangkatan umrah di akhir musim sekaligus menyampaikan secara langsung kepada PPIU agar jemaah umrah yang diberangkatkan benar-benar Kembali paling lambat tanggal 29 Zulkaiah,” sambung dia.
Anna meminta kepada Asosiasi PPIU agar memberikan pembinaan yang lebih gencar kepada anggota melalui berbagai media.
“Kementerian Agama tentu akan melakukan pembinaan berupa sosialisasi kepada PPIU tentang kebijakan Arab Saudi tersebut. Kami juga meminta agar Asosiasi PPIU turut serta melakukan pembinaan yang lebih massif kepada anggota melalui berbagai cara baik pembinaan langsung maupun melalui media sosial,” imbuh Anna. (abu hamzah/B)