MAKASSAR, RAKYAT SULSEL.CO - Stigma masyarakat bisa menjadi belenggu baru bagi warga binaan setelah bebas. Tanpa kendali diri yang kuat, kebebasan justru terasa seperti hukuman kedua yang tak kasat mata.
Melihat kemungkinan tersebut, mahasiswa KKN Universitas Negeri Makassar Fakultas Psikologi berkolaborasi dengan mahasiswa KKN Universitas Muslim Indonesia Fakultas Hukum menggelar 'Pelatihan Self-Control' yang berfokus pada penguatan mental dan pengendalian emosi bagi warga binaan Rutan Makassar.
Mengusung tema, "Pelatihan Self Control Warga Binaan Pemasyarakatan, dalam Menghadapi Stigma Masyarakat Pasca Bebas" kegiatan ini dirancang untuk membekali warga binaan dengan keterampilan psikis agar mampu merespons stigma secara bijak dan membangun kembali kepercayaan diri.
Dengan pendekatan praktis seperti manajemen stres, pengenalan diri, dan teknik mindfulness, pelatihan ini diharapkan dapat menjadi fondasi bagi mereka untuk bangkit dan kembali berdaya di tengah masyarakat.
Membuka kegiatan, Kepala Sub Seksi Bantuan Hukum dan Penyuluhan Rutan Makassar, Abdul Djalil menegaskan bahwa Rutan bukanlah tempat permanen, melainkan “persinggahan sementara” yang dapat diibaratkan sebagai pesantren kehidupan. Sehingga diperlukan adanya kesiapan emosional sebelum kembali ke masyarakat.
"Jadi stigma penjahat itu hilangkan jauh-jauh dari diri teman-teman, karena teman-teman bukan penjahat, hanya tersesat. Masih panjang perjalanan hidup, maka perlu disiapkan dari sekarang, tidak ada kata terlambat," ucapnya memotivasi. Selasa, (17/12).
Berlangsung di Ruang Kunjungan, Pelatihan ini menghadirkan Psikolog Ananda Zhafira, S.Psi., M.Psi. sebagai narasumber. Dalam sesi materinya, Ananda Zhafira membahas pentingnya memahami stigma, kontrol diri, dan praktik pengendalian emosi.
Menurutnya, stigma adalah label negatif yang secara alami muncul sebagai cara otak manusia mengelompokkan sesuatu, termasuk pandangan terhadap warga binaan.
“Stigma adalah hal yang normal, namun yang paling penting adalah bagaimana kita meresponnya. Kita tidak bisa mengontrol pikiran orang lain, tetapi kita bisa mengendalikan bagaimana kita menyikapi stigma tersebut,” jelasnya.
Ia menekankan bahwa setiap emosi yang dirasakan warga binaan, seperti rasa kecewa atau marah, adalah sesuatu yang wajar. Namun, kontrol diri menjadi kunci agar emosi tersebut tidak berujung pada tindakan merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Lebih lanjut, Ananda Zhafira menggarisbawahi bahwa stigma terhadap warga binaan pasca bebas tidak dapat sepenuhnya dihilangkan. Namun, stigma tersebut bisa diminimalisir melalui peran aktif dari kedua belah pihak, warga binaan dan masyarakat.
"Warga binaan harus membekali diri dengan kontrol emosi agar tidak kembali melakukan tindak pidana. Sementara itu, masyarakat juga perlu membuka diri dan memberikan kesempatan bagi mereka untuk kembali berkontribusi di tengah-tengah kehidupan sosial," tambahnya.
Untuk itu, Psikolog Ananda mengajak seluruh warga binaan peserta pelatihan untuk berupaya keras melatih diri dalam mengontrol emosi agar terhindar dari tindakan negatif yang dapat merugikan diri sendiri.
Menyambut baik hal tersebut, Kepala Rutan Kelas I Makassar, Jayadikusumah menyampaikan apresiasi kepada mahasiswa atas program kerjanya yang inovatif selama KKN.
"Pelatihan semacam ini diharapkan mendukung upaya dalam mempersiapkan warga binaan secara mental dan emosional, sehingga mereka lebih siap menghadapi realitas kehidupan dan stigma sosial setelah bebas," ujarnya. (Isak/B)