OPINI: Mengenang Bapak Bangsa Syafi’I Ma’arif

  • Bagikan
Buya Syafi'i Ma'arif (Ist)

Beliau tampak lebih segar dibanding saat masih menjabat Pimpinan ormas besar pengusung slogan Umat Islam Berkemajuan.Beliau menunjukkan sikap hidupnya yang bersahaja, berbaur dengan mahasiswa di asrama yang sangat sederhana.

Setahu penulis sifat kesederhanaan itu memang merupakan jati diri beliau yang tampak dalam kesempatan manapun. Beliau tidak pernah penulis temukan naik pesawat pada kelas bisnis, beliau memilih berbaur dengan penumpang kelas ekonomi, merakyat dan ramah terhadap siapapun.

Buya Syafi’i juga dikenal mudah bergaul dengan ormas-ormas Islam lain bahkan ormas agama lain, sebagai bentuk kesadaran kebhinnekaan dalam berbangsa dan bernegara. Beliau sama sekali tidak menunjukkan fanatisme pada ormas yang pernah dipimpinnya.

Bahkan juga bergaul dengan parpol-parpol, termasuk parpol nasionalis, walaupun tidak menjadi anggota atau pengurus dari salah satu partai politik manapun, termasuk mungkin tidak dengan Partai Amanat Nasional (PAN) besutan Prof. Amin Rais.

Beliau tidak ingin menjadi politisi, tapi seorang negarawan yang fokus berpikir dan berkarya soal-soal kebangsaan pada lembaganya “Maarif Insstitut”.

Pada tahun 2006, bulan Ramadhan 1427 H, PDI Perjuangan membentuk ormas sayap Islam bernama Baitul Muslimin Indonesia (BAMUSI), yang diinisiasi Pak Taufiq Kiemas atas dukungan Prof. Din Syamsuddin dan Prof.

Kiyai Said Aqil Syiroj.Pak Taufiq minta kami pengurus Bamusi menghubungi Buya Syafi’i, memohon kesediaannya menjadi salah satu Dewan Pembina Bamusi bersama Ibu Megawati.

Buya menerima kami di kantornya, Ma’arif Institut yang cukup sederhana. Kami disuguhi gorengan dan air putih. Komentar beliau, kurang lebih berbunyi: “sedang di Majelis Tinggi Konghucu saya bersedia menjadi Pembina, apalagi Baitul Muslimin”.

Beliau hanya sebatas menjadi Pembina ormas Islam Bamusi, dan untuk menghormatinya kami tidak mengundang dalam kegiatan-kegiatan kepartaian. Buya selalu bersikap obyektif dan normatif dalam hal sosial politik.

Suatu saat, PDI Perjuangan melakukan tolk show di Gedung Kesenian Jakarta, beliau memberi support tapi tidak melibatkan diri dalam kegiatan partai. Walaupun beliau menjadi Pembina Bamusi PDI Perjuangan, jalan pikiran dan perasaan hati nurani beliau juga tidak selamanya sejalan dengan kebijakan partai, bahkan kadang berseberangan dan tidak segan-segan memberikan kritik tajam.

  • Bagikan