Dapil “Neraka” di Sulsel Dua

  • Bagikan
karikatur/rambo

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Rivalitas paling kompetitif dalam memperebutkan kursi ke Senayan akan tersaji di Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan Dua. Peluang petahana cenderung terbuka. Tapi, kans penantang juga tak bisa dipandang sebelah mata. Panasnya persaingan memperebutkan suara rakyat dalam tiap kontestasi, membuat daerah pemilihan ini kerap dijuluki dapil "neraka".

Sulawesi Selatan Dua merupakan dapil yang menyiapkan kuota paling banyak yakni sembilan kursi. Besarnya peluang untuk terpilih membuat dapil ini diperebutkan oleh tokoh-tokoh potensial yang merasa paling berpengaruh untuk mendulang suara.

Atmosfer perebutan kursi di dapil ini juga sulit diterka. Menyandang status petahana bukan jaminan bakal mendulang banyak suara. Tak jarang, figur-figur baru membuat kandidat incumbent harus tumbang.

Politikus Partai Golkar Syamsul Bachri dan politikus Partai NasDem Akbar Faizal pernah merasakan itu pada Pemilu 2019. Karier politik keduanya di parlemen harus terhenti akibat dominasi pendatang baru.

Pada Pemilu 2024, delapan dari sembilan petahana akan kembali mencalonkan diri. Mereka di antaranya yakni Andi Iwan Darmawan Aras dari Gerindra, Andi Rio Idris Padjalangi dan Supriansa dari Golkar, Akmal Pasluddin dari PKS, dan Samsu Niang dari PDIP, -selengkapnya lihat grafis. Satu petahana yakni Hasnah Syam dari Partai NasDem memilih tak maju kembali.

Para incumbent ini akan mendapat lawan-lawan tanggung yang berstatus sebagai pendatang baru. Wakil Ketua DPP Golkar Nurdin Halid, Ketua Golkar Sulsel Taufan Pawe, Ketua Demokrat Sulsel Ni'matullah, dan kader Partai Gerindra Andi Amar Ma'ruf.

Bahkan, Andi Amar yang merupakan putra sulung mantan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman diprediksi akan menjadi rival internal terberat bagi Ketua Gerindra Sulsel Andi Iwan Aras. Di internal Partai Golkar, Bupati Bone Andi Fahsar Padjalangi akan menjadi pembeda dalam kontestasi kali ini.

Analis sosial politik dari Universitas Hasanuddin, Ishaq Rahman menyatakan secara umum, tingkat kompetisi pada setiap daerah pemilihan dipengaruhi oleh faktor determinasi yang sama berupa modal politik, modal sosial, dan finansial.

"Dapil II Sulsel memang menampilkan karakter figur yang memiliki keunggulan pada masing-masing faktor tersebut. Dan, tampaknya hanya sedikit figur yang memiliki ketiganya secara sekaligus," ujar Ishaq, Kamis (18/5/2023).

Menurut dia, memang ada figur yang unggul pada satu faktor, namun pada faktor lain lebih diungguli oleh figur lain. Dia menyebutkan, Taufan Pawe dan Iwan Aras yang merupakan pimpinan partai bisa dikatakan unggul dari segi modal politik.

"Namun pada faktor modal sosial atau modal ekonomi, ada calon lain yang lebih menjanjikan," tutur dia.

Ishaq menilai, pertarungan di Dapil Sulsel Dua akan diwarnai oleh adu strategi dengan mengoptimalkan keunggulan pada modal yang dimiliki, yang dapat memberi efek berantai berupa mendongkrak kenaikan modal lainnya. Itu sebabnya, dia wanti-wanti, pertarungan yang sengit ini jangan sampai menodai proses demokrasi.

"Kita berharap para kandidat bertarung dengan mengoptimalkan potensi dan keunggulan dirinya, bukan dengan cara melemahkan lawan politik. Beri kesempatan seluasnya kepada masyarakat dan pemilih untuk mengambil keputusan secara rasional dan independen. Hindari politik uang, black campaign, dan politik identitas," ujar Ishaq.

Pengamat politik dari Universitas Bosowa Makassar, Arief Wicaksono menyatakan Dapil Sulsel Dua dari dulu memang terkenal sebagai medan tempur yang keras karena kehadiran figur-figur andal. Ditambah, kata dia, cakupan wilayah yang cukup menantang berupa delapan kabupaten plus satu kota.

Menurutnya, para newbie atau pemula pasti akan berpikir seribu kali untuk dapat menggaet suara sebanyak-banyaknya bila tak punya jejak pengabdian di dapil ini. Arief menilai, melawan para incumbent raksasa dengan suara besar dan punya pemetaan dapil serta modal kapital yang telah dikumpulkan selama mereka menjabat, memang amat sulit.

"Tetapi, petahana tidak bisa jumawa dan cenderung bersikap biasa-biasa saja," kata Arief.

Dia mengatakan, akan banyak faktor yang bisa memberi kejutan kepada incumbent. Salah satunya, situasi politik dengan dinamika yang sangat tinggi serta diikuti dengan ketidakjelasan konstelasi nasional dan keraguan terhadap kondisi penegakan hukum yang carut marut.

"Terkadang justru faktor penentunya adalah hal yang sepele dan cenderung terlupakan," kata dia.

Bagi newbies, ketidakpastian itu harusnya menjadi tantangan untuk menemukan pola dan metodologi bergerak secara cepat untuk berinovasi. Era disrupsi yang saat ini sedang melanda, harusnya memberikan kontribusi yang sifatnya out of the box, atau anti-mainstream bagi mereka.

"Penggunaan dan optimalisasi data dan teknologi sebisanya menjadi alat untuk dapat menciptakan peluang yang kiranya dapat meloloskan mereka ke Senayan," tutur Arief.

Berkaitan dengan peluang petahana untuk terpilih kembali, pengamat politik Ras MD mengatakan, petahana yang rentan terjungkal yakni Andi Muawiyah Ramly dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Direktur Parameter Publik Indonesia (PPI) itu berpandangan, ada tiga variabel sehingga posisi Muawiyah sangat rawan. Variabel pertama adalah histori suara pada Pileg 2019.

Muawiyah dalam rekapitulasi KPU Sulsel 2019, meraih kurang lebih 34 ribu suara atau peraih suara paling buncit dari sembilan anggota DPR RI yang dinyatakan lolos ke Senayan.

"Sehingga tergambar kekuatan elektoral petahana PKB ini bukanlah kategori tangguh. Bahkan, perolehan suara Muawiyah kurang lebih sama dengan suara Syahruddin Alrif sebagai caleg provinsi Dapil Sembilan dari Partai Nasdem," ujar dia.

Kedua, sambung Ras, adalah faktor kinerja. Sejauh ini, kinerja Muawiyah sebagai anggota DPR RI Sulsel dua tidak begitu nampak, bahkan cenderung tenggelam dibanding kinerja para anggota dewan lainnya. Padahal, salah faktor penilaian rasional publik kepada seorang petahana adalah berbasis kinerja.

Ketiga adalah hadirnya tokoh-tokoh penantang potensial di internal partai. Diketahui, tokoh penantang di PKB Sulsel yaitu mantan bupati Pangkep Muhammad Rahman Assagaf dan mantan Wakil Bupati Bulukumba Tomy Satria. Kedua orang ini, kata Ras, mampu menjaga basis elektoralnya.

"Menurut saya jika Muawiyah ia tidak melakukan upaya ekstra dalam menghadapi para penentangnya khususnya di internal partai, maka hampir dipastikan status sebagai petahana di ambang kekalahan," imbuh Ras.

Manajer Strategi dan Operasional Jaringan Suara Indonesia (JSI), Nursandy Syam menilai, pertarungan sengit akan tersaji di hampir semua daerah pemilihan. "Bahkan akan cenderung lebih terasa atmosfernya di antara sesama caleg di internal. Itu sebabnya caleg harus mampu mengelola kekuatan yang dimiliki untuk kepentingan elektoral," ujar Nursandy.

Menurut dia, partai yang mendorong figur-figur kuat dalam satu dapil akan punya peluang lebih besar mendapatkan kursi, bahkan menambah perolehan kursi.

"Sekalipun bukan satu-satunya jaminan, sebab dalam kontestasi pileg banyak variabel yang akan ikut menentukan capaian sebuah parpol," imbuh dia.

Olehnya itu, Nursandy menyebutkan, petahana akan kewalahan bila hanya bergerak sendiri sehingga tetap membutuhkan keberadaan caleg potensial lainnya untuk membantu keterpilihan.

"Bahkan potensi hilangnya kursi bisa terjadi andai caleg petahana bekerja tunggal," kata dia.

Pengamat politik dari Universitas Hasanuddin Profesor Sukri Tamma menilai pertarungan DPR RI di dapil Sulsel 2 ini akan sangat dinamis, sangat ketat, dan menjadi tantangan berat bagi petahana. Terutama, kata dia, internal Golkar yang bersaing.

"Jadi semakin banyak maju itu dianggap menguntungkan partai. Tapi, itu berat bagi calon karena harus berbagi suara," ujar Sukri.

Kondisi itu juga bisa menguntungkan partai lain untuk meraup suara karena banyaknya calon, seperti, Partai Golkar di Kabupaten Bone. Artinya, kata Sukri, suara akan terpecah, khususnya bagi Andi Fahsar dan Andi Rio yang merupakan satu rumpun keluarga. (suryadi-fahrullah/C)

  • Bagikan