Mempertanyakan Kualitas PEMILU 2024

  • Bagikan
Mahydin Usman

Oleh: Mahydin Usman
(Dosen Universitas Teknologi Sulawesi (UTS)

TANPA terasa kita akan diperhadapkan dengan momentum periodic lima tahunan untuk memilih anggota DPD, DPR RI, DPRD, maupun Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2024 Nanti. Agenda ini sudah terpakem dalam PKPU No. 3 Tahun 2022 tentang tahapan dan jadwal penyelenggaraan PEMILU 2024 ini artinya proses dan tahapan PEMILU sedang berjalan. Pada tahapan PEMILU, UU mengamanahkan agar penyelenggara PEMILU yakni KPU, BAWASLU dan DKPP haruslah bekerja secara terukur dan Profesional.

KPU sebagai bagian dari lembaga yang menyelenggarakan PEMILU dituntut agar dapat melaksanaan tahapan dan jadwal PEMILU yang sudah ditentukan. Dalam proses ini KPU tidaklah bekerja sendirian melainkan dibantu oleh lembaga ad hoc yakni PPK, PPS dan KPPS. Sampai detik ini KPU dan jajarannya telah telah melewati beberapa tahapan dan verifikasi factual (verfak) untuk menentukan peserta pemilu 2024 tentu ini bukan pekerjaan yang mudah karena harus menguras tenaga, waktu dan pikiran tetapi apapun itu semua jerih payah dan upaya yang dilakukan haruslah terukur pada penilaian Pengawas PEMILU. Dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang PEMILU jelas fungsi Pengawas PEMILU melibatkan BAWASLU, BAWASLU Provinsi, BAWASLU Kabupaten/Kota ditambah dengan lembaga ad hoc Pengawasan, Pangawas Kecamatan (Panwascam), Pengawas Desa/Kelurahan dan Pengawas TPS. Kehadiran lembaga ini sebagai monitoring terhadap kinerja KPU dan jajarannya sampai pada level yang paling bawah.

Dalam pelaksanaan tahapan dan jadwal PEMILU yang dilakukan oleh KPU dan jajarannya kita masih menjumpai beberapa temuan pelanggaran sebagaimana dalam rilis media BAWASLU 20 Februari 2022, ketua BAWASLU RI Rahmat Bagja memaparkan sejumlah temuan dalam 2 hari pertama masa pencocokan dan penelitian (coklit) pada 12-13 Februari 2023. BAWASLU telah melakukan Pengawasan melekat pada 10,27 persen atau 56, 145 tempat pemungutan suara (TPS) dari total keseluruhan 546. 635 TPS yang tersebar di 23 Provinsi sampel. Temuan lain Pantarlih belum memahami tata cara mekanisme dan prosedur dalam pelaksanaan coklit, aplikasi e-coklit sering error, ada beberapa pemilih yang terpisah dari Kartu Keluarga induk dan masuk di TPS lain, dan ditemukan data warga yang telah meninggal tetapi masih tercatat sebagai pemilih.

Informasi ini mengindikasikan bahwa potensi temuan masih saja akan dijumpai dan jumlah yang tentu tidak sedikit. seperti wilayah yang akselerasi dan informasi susah untuk di jangkau, bagaimana kesiapan KPU dan jajarannya mengantisipasi hal tersebut dan monitoring dari pihak Pengawasan seperti apa?. Padahal sekarang kita saksikan berbagai terobosan telah dilakukan oleh penyelenggara tetapi toh masih saja ada problem dengan demokrasi kita.

Setiap momentum demokrasi atau PEMILU rasanya problem ini tak pernah usai mulai dari Proses Pendaftaran Pemilih, Pencocokan Data Pemilih, Berlangsungnya Pemungutan Suara, Proses Perhitungan Suara, Rekapitulasi Suara samapai dengan Penetapan hak mutlat peserta Pemilih oleh Penyelenggara tetap masih saja di complain. Apakah demokrasi yang berlangsung dari PEMILU tahun 1955-sekarang belum cukup bagi kita untuk dijadikan pelajaran?

Pengawasan partisipatif dengan pelibatan semua elemen termasuk masyarakat agar menjaga dan menciptakan PEMILU yang berkualitas toh juga masih dipertanyakan, bagaimana tidak sekarang ini anjuran dan harapan itu hanya sebatas media social dan tentu masyarakat yang melek teknologi tidak pernah akan tahu-menahu hal itu, yang mengetahuinya hanyalah segilintir orang tetapi sebagian besar tidak. Belum lagi anjuran partisipatif oleh masyarakat untuk melaporkan dugaan pelanggaran lewat akun digitalisasi oleh pelenyelenggara, lagi-lagi semua ini masih menjadi pertanyaan sebab edukasi itu tidak masif menyentuh mereka yang berada pada level grass roots.

Akhir kata semua PEMILU dan Demokrasi kita masih tetap menjadi evalusi, perenungan, memasukan, rekomendasi untuk perbaikan kearah yang berkualitas. (**)

  • Bagikan