Indahnya Memaafkan

  • Bagikan
Darussalam Syamsuddin

Idulfitri dan silaturahim adalah dua hal yang mengandung makna universal. Seluruh umat Islam dimana pun berada mengenal dan memahami Idulfitri sebagai sesuatu yang bernilai universal demikian halnya dengan silaturahim.

Sementara lebaran dan halal bihalal adalah nilai yang kita berikan kepada Idulfitri dan silaturahim. Karena itu, jangan cari dalil berupa ayat Alquran atau hadis nabi tentang lebaran dan halal bihalal. Tapi cari dalil tentang Idulfitri dan silaturahim, karena kedua hal ini bersifat universal, sedang lebaran dan halal bihalal bersifat lokal.

Idulfitri 1445 Hijriyah telah kita lewati, salah satu konsepsi yang dimaksudkan Allah melalui Idulfitri adalah memaafkan. Maaf-memaafkan merupakan salah satu metode sosial yang ditawarkan untuk mengubah relasi sosial boleh jadi belum saling menghalalkan, karena satu dan lain hal menuju hubungan atau relasi sosial yang bersifat halal.

Relasi sosial antara A dan B disebut halal, jika antara A dan B tidak ada keburukan, kezaliman, kejahatan, ketidakbenaran, ketidakadilan yang belum dibereskan. Jika A mengambil hak B. Sedang B tidak ada masalah atau kesalahan dengan A, maka yang harus dilakukan adalah A meminta maaf kepada B serta mengembalikan hak yang diambil dari B, hingga B berada pada posisi obyektif untuk memaafkan A.

Tanpa melalui peristiwa Idulfitri dan halal bihalal, Allah telah menyiapkan empat sifat pemaaf-Nya: At-Tawwab (Maha penerima Taubat), Al-Afuwu (Maha memaafkan), Al-Gafur dan Al-Gaffar (Maha mengampuni). Bagaimana mungkin manusia memiliki kepantasan untuk tidak memaafkan sesamanya. Karena itu, memaafkan lebih utama dari pada menunggu orang lain mengulurkan tangan memohon maaf.

Seorang suami yang bekerja keras mencari nafkah, bahkan keringat dan air mata boleh jadi menyertai, kepingan demi kepingan uang dikumpulkannya. Hingga akhirnya menyerahkan hasil usaha dan kerja kerasnya kepada istrinya. Suami tersebut merasa bahagia karena dapat memenuhi kewajiban kepada keluarganya. Demikian halnya dengan pelaut yang rela mengarungi samudera, para anggota legislatif rela bertengkar diruang sidang semua itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan demi membahagiakan keluarga.

Namun, ketika sang suami menyerahkan hasil jerih payah kepada istrinya, justru istrinya menepis uang yang diserahkan suaminya karena terlalu kecil untuk memenuhi kebutuhan hidup yang diharapkan, bahkan istrinya berteriak histeris minta cerai. Demikian halnya dengan apa yang kita saksikan di layar kaca, publik figur yang senantiasa mempertontonkan kemesraan dan kebahagiaan di depan khalayak.

Boleh jadi dibalik tembok rumahnya dia menangisi kehidupan keluarganya, harta beserta anak dan istrinya, alih-alih mendatangkan kebahagiaan justru menjadi musibah dalam kehidupannya.

Mari kita hitung dan renungkan, berapa banyak kita berbuat salah dan menyinggung perasaan orang setiap harinya. Entah kepada keluarga, sahabat, teman, mitra kerja, atasan atau bawahan. Kemudian jumlahkan kesalahan itu pada setiap akhir pekan atau akhir bulan. Bayangkan sekiranya tidak ada kata maaf, entah dalam konteks minta maaf atau memberi maaf, betapa tidak nyamannya suasana dan relasi sosial di antara kita.

Memaafkan berarti melupakan, Anda belum memaafkan istri Anda jika Anda masih menyebut-nyebut kesalahannya. Anda belum memaafkan suami Anda, jika Anda masih mengungkit-ungkit masa lalunya. Anda belum memaafkan orang yang telah berbuat zalim kepada Anda, jika Anda masih menghujatnya, mengingat-ingat makiannya, mengorek keburukannya. Memaafkan adalah memperlakukan orang-orang yang berbuat salah kepada kita, sebagaimana Yusuf ‘Alaihissalam memperlakukan saudara-saudaranya. Dulu, saudara-saudara Yusuf karena kedengkiannya, melemparkan Yusuf ke dalam sumur.

Setelah Yusuf berjuang akhirnya Yusuf memperoleh jabatan tinggi dalam pemerintahan. Saudara-saudaranya datang meminta tolong dan memohon maaf atas kesalahan mereka. Yusuf berkata: “Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu, semoga Allah mengampuni kamu, dan Dia Maha Penyayang di antara yang Menyayangi”. (*)

OLEH:
Darussalam Syamsuddin

  • Bagikan