Satu Dari Tiga Terdakwa Kasus Korupsi Anggaran Rutin DPRD Jeneponto Divonis Bebas 

  • Bagikan
Situasi sidang putusan kasus Anggaran Rutin DPRD Jeneponto tahun anggaran 2021, Jumat (14/7/2023) malam.

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Hakim Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Makassar menjatuhkan vonis bebas terhadap Muh Fachry Fatta, salah satu terdakwa dalam kasus dugaan korupsi Anggaran Rutin DPRD Jeneponto tahun anggaran 2021. 

Dalam sidang putusan yang digelar di PN Makassar, Jumat (14/7/2023) malam, Majelis Hakim memutuskan kasus yang menjerat mantan Pejabat Pengguna Anggara (PPA) Sekretariat DPRD Jeneponto itu bukan merupakan tindak pidana. Sehingga terdakwa Muh Fachry Fatta dinyatakan bebas dari tuntutan yang didakwakan.

"Terhadap terdakwa (Muh Fachry Fatta) menjatuhkan putusan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van recht vervolging),” ucap Majelis Hakim, Purwanto S. Abdullah dalam sidang.

Selain itu, Majelis Hakim juga memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk membebaskan Muh Fachry Fatta dari segala tuntutan hukum, dan memerintahkan untuk membebaskan terdakwa dari tahanan setelah putusan sidang dilaksanakan.

"Keempat memulihkan hak-hak terdakwa Muh Fachry Fatta dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya," sebutnya.

Sementara dua terdakwa lainnya yang juga ikut dibacakan putusannya masing-masing, Freman bin Bonto selaku mantan bendahara DPRD Jeneponto dan Muh Asrul selaku Sekwan sekaligus Pengguna Anggaran (PA) dijatuhi hukum pidana penjara. 

Hakim menyebut, berdasarkan pada bukti dan fakta-fakta sidang, keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana secara bersama dalam kasus korupsi Anggaran Rutin DPRD Jeneponto tahun anggaran 2021. 

Mereka disebut terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam  Pasal 2 Ayat (1)  Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001  tentang Perubahan  atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  Jo  Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. 

Untuk itu terdakwa Freman bin Bonto harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, dengan pidana penjara selama 7 tahun denda Rp500 juta subsider lima bulan kurungan. Kemudian memberikan tambahan pidana berupa uang pengganti sebesar Rp3,7 miliar subsider empat tahun penjara. 

Begitu juga dengan Muh Asrul, Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun denda Rp300 juta subsider tiga bulan kurungan.

Sementara tim JPU yang ikut hadir secara virtual dalam sidang menyebut masih pikir-pikir atas putusan Majelis Hakim tersebut.

“Kami menyatakan pikir-pikir dulu yang mulia,” ucap JPU lewat video zoom.

Terpisah, Yusuf Laoh selaku kuasa hukum terdakwa Muh Fachry Fatta menyatakan, pihaknya tetap menyiapkan upaya hukum lanjutan jika JPU melayangkan kasasi.

"Pasti kita bikin kontra memori kasasi. Kan pastinya jaksa melakukan kasasi," ujar Yusuf usai sidang digelar.

Yusuf membeberkan, dari awal pihaknya tidak yakin jika kliennya ikut terlibat dalam kasus korupsi ini. Ditambah lagi fakta sidang atau berdasarkan pada keterangan saksi-saksi menyebutkan bahwa dokumen yang menyeret kliennya benar dipalsukan.

"Dari awal jaksa membaca dakwaannya, saya sudah berpikir, apa perannya dia (Muh Fachry Fatta), apakah dia sebagai pelaku, turut serta, atau membantu melakukan. Itu tidak jelas di situ," ungkapnya.

"Ketika masuk dalam proses pembuktian, semua saksi mengatakan banyak dokumen yang dipalsukan. Utamanya PPK, tandatangannya dipalsukan," sambungnya.

Selain itu, fakta lain yang memperkuat Muh Fachry Fatta tidak terlibat yakni selama kasus korupsi itu berlangsung dirinya mengalami sakit keras sehingga jarang masuk kantor. 

Dan ketidakberdayaan Muh Fachry Fatta itulah yang disebut dimanfaatkan terdakwa lainnya untuk memalsukan tanda tangannya.

"Kemudian, terbukti juga dia sakit lama. Hampir semua saksi menyatakan dia sakit lama. Itu ketika saksi mahkota masuk, ketika diperiksa (di persidangan), terungkap bahwa sebenarnya dia itu Freman itu ketika stok kas, kasnya dia stok, ada selisih Rp2 miliar. Dasar itu pada Desember, dia melakukan rekayasa. Memanfaatkan kondisi Fachry yang sedang sakit," tuturnya.

"Dibuatlah stempel palsu. Jadi ada dua stempel, besar dan kecil. Dalam fakta persidangan terungkap. Kemudian ada juga tanda tangan hampir semua PPTK dari perkara ini mengatakan, tanda tangan saya dipalsukan. Ada 11 PPTK, hanya satu yang mengatakan tidak dipalsukan (tanda tangannya)," pungkas Yusuf. (Isak/B)

  • Bagikan