Eks Koruptor Terancam Tak Nyaleg

  • Bagikan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Mantan narapidana kasus korupsi terancam tidak dapat maju sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2024. Mahkamah Agung memerintahkan Komisi Pemilihan Umum mencabut dua pasal yang "mempermudah" para eks koruptor ini duduk sebagai wakil rakyat di parlemen.
Kedua pasal tersebut adalah Pasal 11 Ayat 6 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 dan Pasal 18 Ayat 2 PKPU Nomor 11 Tahun 2023.

Perintah MA itu didasarkan pada dikabulkannya uji materi oleh MA atas Pasal 11 Ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 dan Pasal 18 Ayat (2) PKPU Nomor 11 Tahun 2023. Adapun uji materi diajukan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), serta dua eks pimpinan KPK yakni Saut Situmorang dan Abraham Samad.

"Memerintahkan kepada Termohon (KPU) untuk mencabut Pasal 11 ayat (6) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang pencalonan anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dan Pasal 18 ayat (2) Peraturan KPU Nomor 11 Tahun 2023" demikian bunyi keterangan tertulis MA, seperti dikutip, Senin (2/10/2023).

Dua ketentuan tersebut dipersoalkan karena dinilai membuka pintu bagi mantan terpidana korupsi untuk maju sebagai caleg tanpa menunggu masa jeda selama lima tahun. Padahal merujuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) seorang bekas narapidana korupsi baru bisa mengajukan diri sebagai caleg setelah melewati masa 5 tahun usai dipenjara.

Dalam putusan, MA pun menyatakan Pasal 11 Ayat (6) PKPU 10/2023 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yakni Pasal 240 ayat (1) huruf g UU Pemilu juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 87/PUU-XX/2022. Sementara, Pasal 18 Ayat (2) PKPU 11/2023 bertentangan dengan Pasal 182 huruf g UU Pemilu juncto Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-XXI/2023.

MA menyatakan kedua pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Dalam pertimbangan hukum, MA menilai perlu ada syarat ketat dalam menyaring para calon wakil rakyat demi mencegah terjadinya tindak pidana korupsi oleh para wakil rakyat yang terpilih dari hasil pemilu.

MA menyebut tindak pidana korupsi sebagai sebuah kejahatan luar biasa sehingga tidak adanya persyaratan ketat dipandang bakal mengakibatkan proses pembangunan yang terhambat dan tidak tepat sasaran, mempengaruhi kebijakan publik dan produk legislasi yang koruptif.

Sementara itu tujuan pemilu adalah sarana perwujudan kedaulatan rakyat untuk menghasilkan wakil rakyat dan pemerintahan negara yang demokratis. Dalam putusannya, MA berpandangan bahwa KPU seharusnya menyusun persyaratan yang lebih berat bagi pelaku kejahatan yang dijatuhi pidana pokok dan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik.

Menurut MA, pedoman jangka waktu lima tahun setelah terpidana menjalankan masa pidana adalah waktu yang cukup bagi eks terpidana kasus korupsi untuk introspeksi dan beradaptasi dengan masyarakat lingkungan. Keluarnya putusan MA berdampak pada sejumlah nama mantan narapidana korupsi yang telah masuk dalam daftar caleg pada pemilu 2024 mendatang.

  • Bagikan