Sektor Pertanian Terancam Redup, Digital Farming Jadi Solusi

  • Bagikan
Foto: HIKMAH/RAKYATSULSEL/A.

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Bank Indonesia (BI) Sulawesi Selatan menggelar Bincang Ekonomi Sulsel 2023 bertajuk "Peluang dan Tantangan Implementasi Digital Farming Dalam Mendorong Produktivitas Sektor Ekonomi di Sulawesi Selatan” di Grand Ballroom Hotel UNHAS Selasa (24/10/2023).

Dalam kegiatan tersebut, Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi Sulawesi Selatan, M Firdauz Muttaqin mengungkapkan saat ini ekonomi Sulawesi Selatan di topang 5 sektor utama yakni Pertanian, Perdagangan, Industri Pengolahan, Konstruksi, dan Infokom.

Sektor LU Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tersebut konsisten menyumbang sekitar 20 persen PDRB Sulsel dengan rata-rata pertumbuhan 3,88 persen dibanding tahun sebelumnya di periode yang sama dalam kurun waktu 3 tahun terakhir.

Meski demikian terdapat tantangan yang disinyalir dapat menghambat sektor pertanian untuk berkontribusi lebih baik dalam meningkatkan perekonomian Sulsel ke depan.

Menurut Firdauz berbagai tantangan yang dihadapi sektor pertanian yaitu luas lahan pertanian di Sulawesi Selatan cenderung mengalami penurunan dari tahun 2022 dibandingkan 2020, produktivitas produksi padi yang menurun dan penurunan jumlah petani.

"Data PS menunjukkan Luas lahan pertanian di Sulsel pada tahun 2022 adalah 3,652 Juta Ha, turun sebesar -0,09 persen dibandingkan 2020 yaitu 3,656 juta Ha. Kondisi ini dibarengi tingkat produktivitas produksi padi di Sulsel yang juga cenderung mengalami penurunan," ujarnya.

"Rata-rata produktivitas produksi padi terhadap lahan pertanian di Sulsel mengalami penurunan sebesar -0,23 persen per tahun dalam kurun waktu 2011-2020. Lebih lanjut, jumlah petani di Sulsel pada Periode Feb 2023 mencapai sebanyak 1,58 Juta orang, turun sebesar 0,03 juta atau -1,89 persen dibandingkan periode Februari 2022 yang mencapai 1,61 juta orang," sambungnya.

Melihat kondisi tersebut, diperlukan suatu strategi yang kiranya dapat mendorong sektor pertanian Sulsel untuk dapat berkembang dan berkontribusi lebih baik, salah satunya yaitu mengimplementasikan teknologi pertanian dan teknik digital farming.

"Melalui digital farming, petani diharapkan dapat meningkatkan akurasi dan presisi dari penggunaan sumber daya pertanian dengan menghasilkan output yang optimal dengan bantuan otomasi IoT (internet of Things). Melalui peralatan IoT yang digunakan dapat mengatur waktu dan kuantitas irigasi, penggunaan pupuk, sesuai dengan faktor cuaca, keadaan tanah, faktor lainnya sesuai dengan kebutuhan tanaman secara akurat. Platform Digital juga dapat memperluas akses petani baik dari sisi akses permodalan maupun akses pasar," jelas Firdauz.

Narasumber talkshow diseminasi LPP, Hikmatullah Insan Purnama dari Platform Agree Telkom menyatakan Riset yang dilakukan Telkom menyimpulkan Petani dapat meningkatkan Produktivitas sebesar 40 persen menurunkan penggunaan air dan nutrisi sebesar 40 persen, dan menurunkan 50 persen biaya operasional dengan menerapkan digital farming.

Sejalan dengan itu, narasumber praktisi digital farming dari PT Habibi Digital Nusantara, Irsan Rajamin menyatakan implementasi digital farming dari mitra platform tersebut secara rata-rata berhasil meningkatkan profit sebesar 67 persen dan produktivitas sebesar 19 persen.

"Capaian peningkatan produktivitas tersebut diperoleh karena petani dapat menghemat penggunaan sumber daya seperti Air, pupuk, dan saprodi oleh karena petani dapat menggunakan data yang diperoleh dari perangkat," ucap Irsan.

Lebih jauh teknologi digital IoT berguna juga untuk memenuhi kebutuhan tanaman secara akurat. Sehingga, petani tidak lagi menggunakan intuisi semata dalam melakukan budidaya.

Namun demikian, terdapat sejumlah tantangan dalam mengimplementasikan digital farming, khususnya di wilayah Sulawesi Selatan. Adanya kendala konektivitas dari petani yang tinggal di wilayah yang belum dapat dijangkau oleh sinyal BTS jaringan telekomunikasi, masih rendahnya literasi digital petani, perlunya pendampingan yang intensif pada awal mula penerapan digital farming, serta diperlukannya sinergi lintas Lembaga untuk memajukan sektor pertanian.

Saat ini Bank Indonesia terus mendorong 33 Kantor Perwakilan di daerah untuk mengembangkan Klaster Petani dan UMKM binaan dengan memberikan eksposur digital farming.

Hingga 2023 terdapat 93 UMKM atau Petani yang dilibatkan dalam program Digital Farming tersebut. Outcome yang diperoleh yaitu UMKM dan Klaster Binaan memperoleh akses pemasaran yang lebih luas dengan adanya peningkatan kualitas pada produk yang dihasilkan.

Firdauz mengungkapkan, khusus di Sulawesi Selatan, BI Sulsel memberikan pendampingan dan bantuan terhadap Gapoktan Harapan Jaya di Kabupaten Gowa sebagai produsen padi dengan luas lahan 270 Ha.

"Bantuan yang diberikan yaitu berupa bantuan teknis untuk penanaman menggunakan Pola Tanam Hazton, Alat Sensor, dan akses kerja sama terhadap platform digital mitra Bank Indonesia. Sejauh ini, dampak yang diperoleh Gapoktan yaitu adanya peningkatan produktivitas produksi padi, akses pasar yang lebih luas melalui online platform digital yang digunakan," ujarnya.

"Ke depan, BI Sulsel akan terus mendorong peningkatan sektor pertanian Sulsel melalui implementasi strategi yang tepat guna dan didukung oleh kebijakan yang berbasis riset dengan dukungan Lembaga universitas di daerah," tutup Firdauz. (Hikmah/B)

  • Bagikan