Satu atau Dua Putaran?

  • Bagikan
Ema Husain Sofyan

Oleh: Ema Husain

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Semua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden menargetkan Pilpres berlangsung hanya satu putaran. Tentu saja satu putaran tersebut untuk kemenangan masing-masing pasangan. Pastinya, dalam sebuah kontestasi hanya akan satu pemenang atau dengan kata lain jika satu putaran Pilpres tidak tercapai, maka akan ada dua pasangan yang nantinya akan berlanjut pada putaran dua. Dengan catatan tidak ada satu pasangan pun yang sanggup meraih suara 50 persen plus satu suara.

Klaim sebagai strategi kampanye tentu sah-sah saja. Namun, ada sejumlah indikator prasyarat kemenangan yang mendukungnya. Apalagi, saat ini adalah tahapan kampanye, para capres-cawapres lagi menawarkan visi dan misi serta program kerja lima tahun ke depan. Dari kampanye diharapkan ada penambahan suara dari para kandidat.

Undang-undang Pemilu menegaskan dalam Pasal 416: “pasangan capres dan cawapres terpilih mendapatkan lebih dari 50 persen jumlah suara, dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih setengah jumlah provinsi Indonesia”.
Jika ketentuan tersebut tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara, maka akan dilanjutkan pada putaran dua, mengingat kandidat saat ini ada tiga pasangan.

Dengan jumlah pemilih pada Pileg dan Pilpres tahun 2024 yang berjumlah 204,8 juta yang tersebar pada 38 provinsi. Dengan jumlah provinsi yang cukup banyak dan letak geografis yang berjauhan tentu saja ada tim pemenangan yang dibentuk. Termasuk strategi untuk memilih kantong-kantong dengan jumlah pemilih terbanyak, seperti pulau jawa yang jumlah pemilihnya lebih besar dari pulau manapun. Jadi jika ingin memenangkan Pilpres maka raihlah suara pada Jatim, Jabar dan Jateng.

Pengalaman Pilpres 2009, juga diikuti tiga pasangan calon dan penentuan Pilpres cukup satu putaran dan perolehan suara terbanyak diraih oleh SBY dan Budiono mengalahkan pasangan JK-Wiranto dan Mega-Prabowo.

Ada keuntungan dari Pilpres yang dilakukan hanya satu putaran. Pertama, tentu saja biaya menjadi lebih irit dibandingkan dua putaran. Kedua, potensi konflik dan pembelahan sosial bisa dihindari sebab tidak ada lagi mobilisasi para pendukung utamanya pada saat memasuki masa kampanye.

Namun, demokrasi tidaklah bisa dinilai hanya dari biaya semata. Yang terpenting suara rakyat yang akan menentukan apakah akan dilanjutkan pada putaran kedua, ataukah cukup satu putaran saja.

Untuk menentukan apakah Pilpres kali ini satu atau dua putaran? Semuanya masih sulit diprediksi, sebab masa kampanye masih baru tahap awal, ada segmen dalam kampanye yang juga masih akan menentukan Pilpres satu atau dua putaran. Yaitu tahapan debat antar capres dan cawapres.

Rilis lembaga survei juga menjadi barometer untuk menentukan Pilpres satu atau dua putaran. Sampai saat ini lembaga survei belum ada yang memastikan salah satu paslon mampu unggul dengan satu putaran. Bandingkan pada 2009 saat Pilpres juga diikuti tiga pasangan calon. Rilis survei dua bulan sebelum hari 'H' sudah menyatakan SBY-Budiono menang hanya dalam satu putaran dan terbukti.

Waktu dua bulan sebelum hari 'H', segala sesuatu masih bisa terjadi, termasuk skenario siapa yang akan masuk dalam putaran dua nantinya. Kerja keras capres dan cawapres beserta tim sukses dan parpol pengusung masih harus kerja ekstra untuk dapat mengantar jagoannya menjadi juara. (*)

  • Bagikan