Intuisi Lebih Tajam dari Logika? Ini Penjelasannya!

  • Bagikan
Ilustrasi Intuisi dan Logika

RAKYATSULSEL - Naluri yang juga disebut sebagai insting atau intuisi, adalah perasaan batin yang kuat dari dalam diri yang kita rasa harus diikuti.

Sementara itu, lawan dari intuisi adalah pikiran logis atau logika. Ini adalah sesuatu yang kita dapatkan dari proses berpikir panjang yang sering kita pakai untuk memutuskan sesuatu.

Meski kita tahu mana yang lebih akurat, terkadang, kita tetap saja memutuskan beberapa hal berdasarkan firasat dan intuisi kita.

Lalu, kenapa hal itu terjadi?

Seringkali, hal itu terjadi saat kita mulai mendengarkan dorongan untuk melakukan sesuatu tanpa pertimbangan dan pemikiran lebih lanjut, dan ajaibnya pemikiran kita itu tepat.

Begitulah cara kita mulai memercayai intuisi kita setelah menggunakan semua sumber daya yang kita miliki sebelumnya.

Dilansir dari seanpatrickdurham.medium.com, Selasa (26/3), psikologi menjelaskan bahwa, sebagian besar keputusan kita sebenarnya didasarkan pada respons emosional terhadap objek yang kita lihat.

Masalahnya adalah, masih banyak orang percaya bahwa firasat atau keputusan emosional akan membawa mereka ke dalam masalah yang lebih besar.

Dan di dunia seperti saat ini, hanya sedikit orang yang bisa mempercayai tentang keputusan yang di ambil didasarkan pada kebutuhan emosional bukan pemikiran logis.

Perasaan naluri merupakan hasil dari menyimpulkan sesuatu, perasaan intuitif yang kuat, dan suatu dorongan yang kuat dari dalam diri Anda.

Selain itu, kekuatan intuisi juga dapat dilatih seperti keterampilan lainnya. Ini adalah hasil dari banyak menimbang fakta dan angka pada kejadian-kejadian sama yang terjadi di sebelum-sebelumnya.

Jadi, memercayai keinginan kuat dari intuisi untuk melakukan sesuatu sering kali dapat menghasilkan keputusan yang baik.

Orang yang memercayai dirinya sendiri diketahui lebih banyak mendengarkan firasat atau intuisi mereka dibandingkan dengan mereka yang tidak.

Kepercayaan yang terus berkembang ini berasal dari pengalaman dan pengambilan risiko sebelum-sebelumnya yang memiliki hasil positif. Alhasil, mereka sudah terbiasa dengan hal itu.

Misalnya, orang yang bekerja di pasar saham, mereka dipaksa untuk harus mengambil keputusan dengan cepat.

Mereka tidak punya waktu untuk memeriksa setiap statistik yang ada, jadi mereka memercayai naluri mereka.

Mereka pun akan mulai melakukan perhitungan cepat yang tidak bisa mereka ungkapkan di atas kertas. Setelah itu, dengan segera langsung mengambil keputusan membeli atau menjual.

Para pedagang melakukan hal ini sepanjang waktu, dan mereka bertahan dengan kebiasaan itu selama bertahun-tahun. (jp/raksul)

  • Bagikan