Sempat DPO, Mahasiswa Otak Kericuhan Demo Tolak Tapera di Depan Unismuh Makassar Ditangkap di Bulukumba

  • Bagikan
Delapan anggota organisasi KAMRI yang sebelumnya diamankan

MAKASSAR, RAKYATSULSEL -- Polisi berhasil menangkap seorang mahasiswa yang diduga menjadi otak aksi unjuk rasa berujung ricuh di depan Kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Senin (8/7) lalu.

Dalam aksi unjuk rasa menolak kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) itu ada seorang personel kepolisian yang menjadi korban akibat terjatuh ke aspal saat berusaha mengamankan massa aksi.

Personel polisi yang jadi korban itu merupakan Bhabinkamtibmas Kelurahan Kassi-Kassi, Polsek Rappocini bernama Bripka Sulaiman. Dia sempat dilarikan ke Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Makassar karena mengalami luka terbuka pada bagian kepalanya.

"Jadi untuk pelaku utama demontrasi yang berujung ricuh 8 Juli kemarin itu sudah kita amankan," ujar Kasat Reskrim Polrestabes Makassar, Kompol Devi Sujana saat diwawancara wartawan, Jumat (19/7).

Dijelaskan Devi, pelaku atas nama Marlo itu ditangkap Tim Jatanras Polrestabes Makassar di wilayah Kabupaten Bulukumba, Rabu (17/7/2024) lalu. Sebelum diamankan, Marlon disebut sempat menjadi buronan alias DPO kepolisian bersama seorang temannya.

Devi menyebut, Marlo langsung kabur usai aksi unjuk rasa yang merupakan skenario pengaderan organisasi Komite Aktivis Mahasiswa Rakyat Indonesia (KAMRI) yang direncanakan ricuh dan penangkapan terhadap delapan mahasiswa lainnya.

"Jadi pelaku ini (Marlon) memang yang melakukan setting perencanaan aksi," ungkapnya.

Ia juga mengungkapkan, perencanaan aksi unjuk rasa tersebut dibuat oleh Marlo, mulai membakar ban, kemudian juga menutup jalan, membajak truk kontainer, hingga menutup jalan dengan bambu.

"Memang semua sudah direncanakan dan atas instruksi dari Marlo sendiri," tutur Devi.

Kata Devi, pihaknya hingga saat ini juga masih mengejar satu orang pelaku atau DPO bernama Kifli yang juga otak dibalik aksi demontrasi yang merupakan pengukuhan organisasi ekstra kampus. Dimana demontrasi merupakan puncak dari pengukuhan sekolah demokrasi yang dibuat oleh organisasi KAMRI.

"Pengukuhan ataupun semacam bagian dari sekolah demokrasi, mungkin informal dan salah satu prakteknya kemarin yang berakhir adanya anggota terluka dan memang untuk chaos itu sudah dirancang oleh Marlo sendiri," ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, polisi menetapkan tersangka delapan orang mahasiswa yang diamankan saat demo menolak kebijakan Tapera di depan Kampus Unismuh Makassar. Kedelapan mahasiswa ini ditetapkan tersangka usai menjalani pemeriksaan di Satreskrim Polrestabes Makassar.

Devi mengatakan, delapan orang mahasiswa ini diamankan karena membuat kerusuhan saat melakukan aksi demonstrasi. Mereka dinilai sengaja memblokir jalan menggunakan bambu dan sebuah mobil kontainer yang ditahan sambil membakar ban bekas.

Termasuk, kata Devi, saat akan dibubarkan oleh petugas kepolisian, salah satu dari delapan mahasiswa ini berontak dan mengakibatkan seorang personel dari Polsek Rappocini terjatuh ke aspal dan mengalami luka robek pada bagian kepalanya.

"Juga ada yang melakukan perlawanan yang menolak dan berotak ketika akan diamankan oleh anggota kepolisian sehingga mengakibatkan satu personel Polsek Rappocini mengalami luka di kepala," terang Devi.

Devi bilang, berdasarkan hasil penyelidikan dan pemeriksaan saksi-saksi, termasuk hasil pemeriksaan grup WhatsApp (WA) kedelapan tersangka ditemukan jika demonstrasi yang itu adalah bagian dari tahapan pengkaderan organisasi KAMRI.

Demo berujung ricuh itu disebut sengaja disetting oleh anggota organisasi KAMRI dengan sasaran melumpuhkan arus lalulintas dan menunggu kedatangan personel kepolisian agar menarik perhatian masyarakat.

"Latihan demo. Itu pengkaderan kalau kita pelajari di group WAnya, salah satunya bakar ban dan sebagainya, itu sebenarnya bagian dari skenario. Karena ada yang ditugaskan untuk mengumpulkan ban, ada yang untuk mengkordinir massanya," tutur Devi.

"Targetnya demo di jalan dan melakukan pembakaran ban untuk menjadi pusat perhatian masyarakat. Mereka tidak akan bubar kalau belum ada caos dengan anggota polisi. Aksinya juga sengaja tidak memberitahukan polisi secara resmi. Mungkin mau memberikan kejutan kepada polisi," sambungnya.

Kedelapan tersangka ini, kata Devi, merupakan mahasiswa dari berbagai kampus di Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Sulawesi Barat (Sulbar) yang sementara menjalani proses pengkaderan KAMRI. Mereka disebut hanya menjadikan depan Kampus Unismu Makassar sebagai lokasi titik aksi. Mengingat di lokasi tersebut pada saat sore hari arus kendaraan dari Makassar menuju Kabupaten Gowa padat.

"Bukan (tidak semua mahasiswa Unismuh Makassar) ini kebanyakan dari luar. Unismuh itu TKPnya saja, mungkin karena di sana kalau sore lalu lintas padat. Sehingga ketika mereka melakukan aksi efeknya besar dan mungkin mereka berpikir bangga kalau bisa merugikan pejalan umum, sehingga dilaksanakan di depan kampus itu," kata Devi.

Ditegaskan Devi, terhadap para tersangka, mereka dikenakan pasal 192 KUHP sub pasal 63 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jalan.

"Dengan ancaman maksimal 9 tahun penjara," tukasnya.

Khusus tersangka yang membanting Babinkamtibmas Kelurahan Kassi-kassi, Bripka Sulaiman, Devi mengatakan dikenakan pasal tambahan.

"Untuk yang melakukan kekerasan dan melawan petugas selain Pasal itu yang dikenakan tadi, juga kita kenakan pasal 351 dan pasal 214 kuhp melawan petugas," kuncinya. (Isak/B)

  • Bagikan