Dies Natalis ke-68, Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa Sampaikan Capaian Universitas

  • Bagikan
Rektor Unhas, Prof Jamaluddin Jompa

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Pada perayaan Dies Natalis ke-68 Universitas Hasanuddin (Unhas), Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa menyampaikan sambutan yang menyoroti perjalanan panjang universitas dalam menggapai misi mencerdaskan generasi.

Sambutan ini disampaikan dalam Rapat Senat Terbuka Luar Biasa yang diadakan pada Upacara Dies Natalis ke-68, di Baruga A.P Pettarani, Kampus Tamalanrea, Sabtu (7/9).

Rektor Unhas Prof. JJ--akronim Jamaluddin Jompa mengungkapkan apresiasinya kepada para pimpinan yang hadir, terutama kepada tiga mantan Rektor Unhas yang turut berkontribusi dalam perjalanan panjang institusi ini.

"Unhas kini berusia 68 tahun. Dari 12 pimpinan yang pernah memimpin, tiga di antaranya hadir hari ini. Terima kasih prof atas kontribusi dan dedikasinya dalam memperkokoh fondasi dan membawa Unhas melaju menggapai misi mulia: mencerdaskan, mensejahterakan, dan menyehatkan kehidupan bangsa," ujar Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa.

Rektor juga mengulas tantangan besar yang dihadapi Unhas sejak masa kepemimpinannya dimulai pada tahun 2022, yakni era pasca COVID-19, perubahan iklim global, serta krisis politik dunia. Menurutnya, era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) semakin nyata dan menuntut Unhas untuk lebih adaptif, cepat, dan tanggap.

"Di era ini, kecepatan menjadi faktor kunci. Bukan lagi soal siapa yang kuat atau besar, tetapi siapa yang cepat akan memenangkan persaingan. Unhas harus menjadi organisasi yang lebih tangguh, gesit, modern, adaptif, efektif, serta kompak dalam menjalankan misi mulia kita," tegasnya.

Dalam paparannya, rektor juga menekankan pentingnya persatuan dan kekompakan keluarga besar Unhas sebagai modal utama untuk mencapai misi bersama. Ia berharap bahwa tagline "Unhasku Bersatu, Unhasku Kuat" dapat diwujudkan.

Menuju tahun 2024, Unhas telah mencapai berbagai prestasi di bidang akademik, kemahasiswaan, perencanaan, aset dan kelembagaan, sumber daya manusia.

"Transformasi digital, alumni, kerjasama, penelitian dan publikasi, serta organisasi dan tata kelola. Rektor menegaskan bahwa persatuan dan kekompakan dalam keluarga besar Unhas sangat penting untuk mencapai tujuan bersama," tuturnya.

Selain itu, Rektor juga mengumumkan beberapa inisiatif baru yang sedang dan akan segera diluncurkan oleh Unhas, termasuk pendirian Bank Unhas, Wallacea Research Institute, dukungan JICA untuk Science Techno Park (STP), serta kelanjutan penyelesaian tanah Perdos.

Dalam rangkaian upacara Dies Natalis ke-68 ini, juga diluncurkan beberapa inisiatif penting lainnya, antara lain: Toga Universitas Hasanuddin, Buku Edisi Revisi A. Amiruddin, Unhas TV Digital, Kapal Unhas Explorer 2, Produk Inovasi Unhas, Produk-produk unggulan Unhas.

Pada kesempatan ini, Ketua Pusat Penelitian Perubahan Iklim Universitas Indonesia, Prof. Drs. Jatna Supriatna, Ph.D., menyampaikan orasi ilmiah tentang “Potensi dan Pengembangan Ekowisata Hidupan Liar di Sulawesi”pada perayaan puncak Dies Natalis ke-68 Universitas Hasanuddin dalam Upacara Senat Terbuka.

Dalam kesempatan tersebut, Prof Jatna menyampaikan keanekaragaman hayati merupakan kontributor utama perekonomian melalui penyediaan banyak barang dan jasa ekosistem.

"Udara segar, air bersih, nutrisi untuk pertumbuhan tanaman dan penyerbukan tanaman hanyalah beberapa dari ’jasa ekosistem’ yang disediakan alam. Sebagai satu contoh saja, nilai penyerbukan tanaman terhadap pertanian di Australia diperkirakan mencapai USD 1,2 miliar per tahun," katanya.

Keanekaragaman hayati merupakan bagian integral dari nilai-nilai keindahan dan ketenangan. Keanekaragaman hayati memperkaya kehidupan kita sangatlah kompleks dan saling terkait.

"Secara tradisional, pakar ekonomi membagi fungsi-fungsi ini ke dalam beberapa kategori berbeda sebagai langkah pertama dalam mencoba menilai peran mereka," sebutnya.

Lebih lanjut, Prof Jatna menambahkan, pada awal tahun 1980-an, terjadi pergeseran dalam ilmu pengetahuan konservasi sejalan dengan meningkatnya kerusakan lingkungan yang terjadi seiring dengan pertumbuhan pesat pembangunan di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia.

Konservasi menjadi fokus karena banyak hewan yang masuk dalam kategori kritis. Sebagai contoh adalah kita kehilangan harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dan harimau Bali.

Keterlibatan pakar hidupan liar di dalam kegiatan ekowisata memunculkan kegiatan wisata yang lebih atraktif dengan program wisata yang berkelanjutan.

"Wisata hidupan liar yang paling populer adalah wisata terumbu karang, ikan, dan biota laut lainnya di Pantai laut tropis seperti di Afrika, Asia, Pacific, Australia bahkan sampai Amerika Selatan. Di Indonesia wisata ini sangat berkembang, hanya sangat disayangkan bahwa dari banyak pengembang wisata kebanyakan berasal dari luar negeri," jelas Prof Jatna.

Menurutnya, tanpa peran pakar khususnya dari universitas keberlanjutan ekowisata hidupan liar sangat diperlukan. Ekowisata hidupan liar perlu dilakukan secara berkoordinasi sehingga pengembangan industri pariwisata yang memadukan ekonomi, ekologi dan masyarakat lokal bisa tercapai.

Dalam hal ini, pemerintah pusat mempunyai peran sentral untuk mengurangi adanya perdagangan hidupan liar secara illegal ketika destinasi sedang berkembang.

Melalui pengembangan ekowisata berbasis hidupan liar yang melibatkan semua stakeholders, keinginan untuk memanfaatkan satwa secara ekstraktif bisa dikurangi, bahkan dihentikan.

"Kegiatan ekowisata ini sekaligus juga memberikan dana bagi pengawasan dan pembudidayaan hidupan liar tersebut," tambah Prof Jatna.

Secara umum, Ekowisata khususnya ekowisata hidupan liar tidak hanya dapat diinisisasi dan dikelola oleh perusahaan pariwisata tanpa melibatkan pakar khususnya ahli biologi. Peran pakar sangat penting karena berhubungan keberlangsungan objek wisata yaitu mahluk hidup.

Tanpa pemahaman yang sangat mendalam, maka bukan saja destinasi wisata tersebut tidak akan berkelanjutan tetapi membahayakan eksistensi satwa tersebut.

"Beberapa hal yang sangat penting dalam program keberlanjutan ekowisata seperti monitoring ekowisata, evaluasi program wisata hidupan liar, hingga evaluasi metode spasial melalui Sistem informasi geografis (SIG)," tukasnya. (Yadi/B)

  • Bagikan