Kasus Pengadaan Bibit Kopi, Kejari Enrekang Kembali Tetapkan Dua Tersangka

  • Bagikan
Kejari Enrekang Kembali Tetapkan Dua Tersangka terkait kasus pengadaan bibit kopi

ENREKANG, RAKYATSULSEL - Kasus korupsi pengadaan bibit kopi pada UPT Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Mata Allo memasuki babak baru.

Kejaksaan Negeri (Kejari) Enrekang kembali menetapkan dua tersangka baru, Rabu (13/9).

Tersangka pertama, Berinisial M merupakan kepala UPT KPH Mata Allo, sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Tersangka kedua adalah SB sebagai kasi perlindungan hutan dan pemberdayaan masyarakat sekaligus sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada kegiatan tersebut.

Kepala Kejari Enrekang, melalui kasi intelejen, Andi Zainal Akhirin Amus menjelaskan bahwa seharusnya proyek ini dilaksanakan secara swakelola.

"Namun pada pelaksanaannya tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku (peraturan presiden tentang barang dan jasa)," kata Andi Zainal.

Tersangka M telah menyadari bahwa bibit tidak sesuai dengan RAB, namun M tetap memerintahkan SB untuk tetap menerima barang tersebut.

Kemudian tersangka SB atas perintah M sebagai pelaksana memiliki tugas teknis wajib melakukan pemeriksaan terhadap bibit tersebut.

"Namun tersangka SB tidak melaksanakan tugas pokoknya dan berpotensi merugikan negara," ungkap Andi Zainal.

Keduanya dianggap melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," ungkap Andi Zainal.

Sebelumnya, direktur CV. Wahyuni Mandiri selaku penyedia pada pelaksanaan proyek tersebut juga ditetapkan sebagai tersangka.

Kegiatan ini menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Sulawesi-selatan tahun 2022 dengan nilai kontrak 1 Miliar rupiah. (Fadli)

  • Bagikan