Begini Tanggapan Pengamat Soal Wacana Jokowi Gantikan Megawati Sebagai Ketum PDIP

  • Bagikan
Direktur Profetik Institute, Muh Asratillah

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Muncul usulan yang dilempar putra sulung Soekarno, Guntur Soekarno yaitu Jokowi bisa jadi Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) menggantikan Megawati Soekarnoputri. Usulan Guntur itu untuk Jokowi jika sudah tak lagi menjabat RI-1.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun memberikan tanggapannya soal usulan menjadikan dirinya sebagai Ketua Umum (ketum) PDIP. Jokowi mengaku ingin kembali pulang ke kampung halamannya di Solo, Jawa Tengah, setelah tak lagi menjabat sebagai presiden per 20 Oktober 2024.

Pakar politik menganalisa usulan itu seperti sesuatu yang sulit diwujudkan selama Megawati masih memegang komando PDIP.

Direktur Profetik Institute, Asratillah berpandangan jika isu suksesi kepemimpinan di tubuh PDI-Perjuangan tentu tidak lepas dari semakin dekatnya pemilu 2024.

"Dari beberapa hasil surnas (Survei Nasional) , kita bisa melihat bahwa sebagian besar yang puas terhadap kinerja Jokowi sebagai presiden berasal dari responden yang berlatar belakang PDI-P, begitu pula yang memilih presiden Jokowi di pilpres lalu adalah pemilih yang berlatar PDI-Perjuangan," ujarnya, Kamis (5/10/2023).

Sedangkan kalau melihat trend elektibilitas Puan Maharani yang bisa dikatakan sebagai pewaris biologis sekaligus ideologis dari Megawati tidak kunjung membaik.

Hal ini bisa jadi merupakan indikasi bahwa sebagian besar anggota PDI-P tidak memilih Puan Maharani sebagai representasi trah Soekarno, sebagai capres.

"Ada semacam kelunturan legitimasi politik trah Soekarno di tubuh PDI-Perjuangan," jelansya.

Dalam kondisi seperti itu, kata dia maka mungkin saja pamor Jokowi berada dalam posisi yang relatif sama kuat dengan pamor Megawati sebagai representasi trah Soekarno.

Dan ini merupakan hal yang wajar saja mengingat dinamika lanskap kepemimpinan nasional. Isu suksesi ketua PDI-P, akan memberikan dampak positif dan negatif bagi PDI-P.

Dampak positifnya, PDI-P akan bertransformasi menjadi partai kader, dan kekuatan internal tidak begitu tersentralisasi ke figur tertentu," ungkapnya.

Lanjut dia, PDI-P akan lebih menghitung kinerja, tingkat kaderisasi, dan komitmen ideologis sebagai prasyarat untuk menjadi pemegang pucuk pimpinan.

Namun di sisi lain ada juga dampak negatif yang dimunculkan. Jika isu ini tidak dikelola secara bijak, maka bisa saja mengendorkan konsolidasi internal partai yang berujung pada performance mesin politik yang menurun, dan tentu berimbas pada perolehan kursi yang berkurang.

"Dampak paling buruknya adalah adanya perpecahan di interbal partai. Masing-masing gerbong ditubuh PDI-P mesti bisa mengutamakan kompromi dan konsensus, di tengah-tengah manuver politik yang sedang dimainkan," pungkasnya. (Yadi/B)

  • Bagikan