Bijak Tanpa Pamrih

  • Bagikan
Darussalam Syamsuddin

Oleh: Darussalam Syamsuddin

MAKASSAR, RAKYATSULSEL - Manusia dalam menjalani kehidupannya dikelompokkan dalam tiga tipologi. Pertama, kelompok yang menerima seluruh ajaran Allah swt secara mutlak. Mereka disebut orang-orang takwa, Al-Muttaqien. Mereka menerima seluruh ajaran Islam beserta seluruh dimensinya.

Kedua, kelompok yang menolak seluruh ajaran Allah swt secara mutlak pula. Mereka disebut orang-orang kafir, Al-Kafirun. Mereka memusuhi Islam dalam segala dimensinya, baik dalam ucapan maupun perbuatannya.

Ketiga, kelompok yang memiliki dua kepribadian. Pribadi yang satu adalah kepribadian Islam, ketika mereka berada di tengah-tengah komunitas muslim. Pribadi yang lain adalah kepribadian yang memusuhi Islam, ketika mereka berada di tengah-tengah kelompok yang memusuhi kaum muslimin, mereka adalah golongan Al-Munafiqun. Ketiga kelompok ini selamanya ada di tengah-tengah masyarakat sepanjang masa.

Sikap manusia dalam menghadapi kehidupan terdiri atas pembagian manusia pada dua golongan yakni: orang yang bersyukur dan orang yang melakukan kekufuran. Manusia diserahkan untuk memilih untuk bergabung dengan yang mana.

Tuhan telah mengingatkan risiko keduanya. Jika memilih kekufuran berarti menyerahkan diri diperbudak hawa nafsu, belenggu, dan kebinatangan, berakhir dengan penderitaan dan ganjaran Tuhan yang sudah pasti di akhirat. Kita hanya bisa membebaskan diri dengan memilih jalan kedua, bersyukur berarti bergabung dengan mereka yang berbuat kebajikan.

Jika Tuhan menggambarkan orang-orang kafir hidup dalam belenggu hawa nafsu dan nyala penderitaan, orang yang bersyukur hidup dalam ketenteraman dan kedamaian. Seorang mukmin menurut asal katanya, berarti orang yang mendatangkan kedamaian, kesejukan, dan ketenteraman.

Amal salehnya mendatangkan rasa damai dan tenteram bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Apa saja amal saleh yang menimbulkan ketenteraman pada masyarakat luas?

Pertama, mereka memenuhi janji dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. Azab Allah ibarat anggota tubuh kita yang dikerumuni semut, ketika salah satu di antaranya menggigit kita, maka kita tidak memilih semut mana yang menggigit anggota tubuh ini tapi kita menyapu seluruhnya hingga tak tersisa satu pun di antaranya.

Perumpamaan akan azab Allah seperti itu, jika datang tidak memilih mana di antara yang beriman dan mana yang kufur. Orang saleh sejati adalah mereka yang senantiasa memenuhi janji, baik kepada sesama manusia apalagi kepada Tuhan Yang Mahakuasa.

Baginya agama bukanlah alat yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan rendah seperti harga diri, status sosial, atau kekayaan materi. Agama adalah komitmen pada kebenaran. Menjalankan semua kewajiban agama sebagai bukti komitmennya memenuhi kontrak Ilahi, menjaga komitmen suci.

Kedua, mereka memberi makan kepada orang-orang miskin, anak yatim dan mereka yang berada dalam kesulitan hidup. Kesalehan sejati bukan hanya memberi manfaat kepada diri sendiri. Kesalehan sejati menyebarkan rahmat ke seluruh alam.

Misi orang saleh adalah memasukkan kebahagiaan kepada semua orang susah dalam menjalani kehidupan. Tidak hanya orang miskin saja, tetapi juga kepada anak yatim dan orang-orang yang teraniaya secara ekonomi, apa pun agamanya. Kesalehan sejati tidak dipenjarakan oleh belenggu fanatisme, kelompok atau golongan tertentu saja. Namun, mereka dibantu karena mereka membutuhkan bantuan.

Ketiga, kesalehan sejati adalah orang-orang yang melakukan semua kebajikan dengan penuh ketulusan. Ada banyak orang yang melakukan kesalehan demi status sosialnya, atau demi kepentingan-kepentingan politik.
Kesalehan dilakukan dengan ritus-ritus keberagamaan yang ditampakkan dalam simbol-simbol yang bisa dilihat orang. Pertolongan diberikan dalam bentuk investasi untuk kepentingan masa yang akan datang.

Jika orang yang ditolong tidak mengucapkan terima kasih, dia marah-marah dan menyebut-nyebut kebaikannya dengan data statistik yang lengkap dan akurat. Jika orang yang dibantunya tidak memenuhi keinginannya, dia menggerutu dan mencaci maki. Semoga kita terhindar dari hal-hal demikian. Wallahu a’lam bis-sawab. (*)

  • Bagikan